Ketika Presiden RI meresmikan Danantara pada Februari 2025, sorotan publik langsung tertuju pada lembaga baru ini. Mengusung misi mulia untuk mengelola investasi negara demi mendukung proyek hijau dan pembangunan berkelanjutan, Danantara hadir bak harapan baru di tengah gejolak ekonomi global.
Namun, benarkah publik sepenuhnya mendukung inisiatif ini? Apa kata netizen di media sosial?
Sebagai mahasiswa Teknologi Informasi di UIN Walisongo Semarang, saya melakukan riset mendalam menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk membedah sentimen publik terhadap Danantara. Bukan dengan asumsi, tapi dengan data nyata dari hampir 8.000 tweet di platform X (dulu Twitter).
Dan hasilnya --- cukup mengejutkan.
Ribuan Suara Dibedah: Siapa Bilang Netizen Tidak Peduli?
Dengan menggunakan kata kunci "danantara," kami mengumpulkan 7.875 tweet sejak tanggal 24 Februari (hari peresmian) hingga April 2025. Proses ini tidak sembarangan: setiap tweet dibersihkan, dinormalisasi, dan diproses menggunakan teknologi pemrosesan bahasa alami (NLP) agar siap dianalisis secara ilmiah.
Setiap tweet kemudian diklasifikasikan ke dalam tiga kategori sentimen: positif, negatif, dan netral.
Hasilnya?
- 44,67% netral -- artinya banyak warganet yang hanya menyampaikan informasi atau belum punya sikap jelas.
- 33,56% negatif -- ini menunjukkan keresahan, kritik, bahkan kecurigaan terhadap tujuan atau transparansi Danantara.
- Hanya 21,77% yang bernada positif -- menunjukkan dukungan atau optimisme terhadap lembaga ini.
Dengan kata lain: meski Danantara hadir membawa semangat investasi hijau, mayoritas warganet belum menunjukkan dukungan kuat. Ini alarm penting bagi pembuat kebijakan.
Tiga Mesin AI Diadu: Siapa Paling Akurat?
Agar tidak subjektif, kami membandingkan tiga algoritma kecerdasan buatan yang umum digunakan dalam analisis sentimen:
- Logistic Regression -- model sederhana dan cepat, cocok untuk data linear.
- Random Forest -- model berbasis banyak "pohon keputusan", kuat di data kompleks.
- Support Vector Machine (SVM) -- model yang andal untuk klasifikasi dengan batasan ketat antar kategori.
SVM RBF terbukti paling efektif dalam mengenali emosi netizen terhadap topik Danantara, khususnya dalam membedakan sentimen negatif dan positif yang sering kali kabur batasnya.
Mengapa Ini Penting?
Media sosial adalah cerminan opini publik yang tidak bisa lagi diabaikan. Dari percakapan digital, kita bisa menangkap keresahan, harapan, atau ketidakpercayaan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah.
Jika 1 dari 3 warganet mengungkapkan sentimen negatif terhadap Danantara, maka pemerintah perlu lebih aktif menjelaskan visi, transparansi, serta dampak langsung lembaga ini terhadap kehidupan rakyat.
Melalui analisis sentimen berbasis AI, kita bisa mengubah data besar menjadi "navigasi sosial" yang membantu pengambil kebijakan merespons isu secara cepat dan tepat sasaran.
Penutup: Dengarkan Rakyat Lewat Data
Riset ini menunjukkan bahwa teknologi bukan sekadar alat, tapi jembatan antara kebijakan dan suara rakyat. Dengan AI, kita tak lagi menerka-nerka opini publik --- kita bisa membacanya secara nyata.
Danantara mungkin masih dalam tahap awal, tapi opini publik sudah terbentuk. Dan kini, kita punya data untuk mendengarkannya.
Ditulis oleh Muhammad Azhar Athaya, Mahasiswa Program Studi Teknologi Informasi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Walisongo Semarang
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI