PELAJARAN mengarang* membuat Andi selalu datang ke sekolahnya yang membosankan.
Mengarang membuat Andi bebas mencurahkan pikiran-pikiran yang berkelahi dalam otaknya. Guru bahasa Indonesia, Ibu Maia, selalu mengagumi keberanian Andi dalam mengarang. Ibu Maia percaya, suatu hari nanti, Akademi Swedia akan menjatuhkan Nobel Sastra ke tangan anak tunggal pejabat pajak ini.
Ibu Maia sering berkata, Karangan Andi jauh lebih memikat daripada karya-karya Gabriel Garcia Marquez dan Toni Morisson. Meski bakat Andi dalam mengarang luar biasa, seribu malaikat pun tahu pujian ini agak berlebihan.
Hari ini pelajaran mengarang dimulai menjelang badai. Andi pun bertekad menulis sebaik-baiknya. Murid-murid perempuan kasak-kusuk menyiapkan alat-alat tulis. Sesekali, mereka melirik ke arah Andi dan berbisik-bisik. Memang, meski Andi tidak bisa mengerjakan soal matematika, ia selalu menjadi pusat perhatian setiap pelajaran mengarang tiba.
Ibu Maia dan seluruh murid selalu berdebar-debar menanti karangan Andi. Dari karangan Andi, mereka mengenali harga tas istri para koruptor cukup membangun dua puluh sekolah. Dari karangan Andi, mereka tahu nama mall di Singapura yang menjadi tempat keluarga koruptor membelanjakan uang. Dan dari karangan Andi pula, mereka tahu artis-artis sinetron dan model papan atas yang tidur dengan para koruptor pada jam makan siang.
Anak-anak sayang, tutur Ibu Maia dengan suara alto yang merdu. Kalian punya waktu satu jam penuh.
Sebelum pelajaran mengarang, Andi selalu berdoa agar malaikat mencegah Ibu Maia memilih judul-judul tentang dirinya dan anggota keluarga. Ia telah belajar untuk menyembunyikan siapa dirinya dan orangtuanya. Orang-orang harus tahu mereka berbahagia serupa foto-foto keluarga ideal, meski kenyataannya tidak demikian.
Barangkali sejak pagi, malaikat belum datang ke kelas VI. Akibatnya, doa Andi belum terkabul. Di papan tulis, Ibu Maia menuliskan tiga judul karangan. Judul pertama, Ibu. Judul kedua Aku. Dan judul ketiga, Ayah.
Dancuk! kutuk Andi dalam hati.
Aku mau memilih judul ketiga, bisik Gendis ke telinga Novita. Aku ingin berjumpa dengan ayahku. Kata ibuku, ayahku pergi karena aku nakal. Kalau kamu?