Mohon tunggu...
Kafka
Kafka Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Repetisi Kekeliruan dalam Komunikasi Korporasi

23 April 2018   09:45 Diperbarui: 23 April 2018   10:43 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Dimulai Oleh Krisis.

Pada kurun waktu 1-2 minggu di penghujung April 2018 ini, kita mendapati sebuah fenomena menarik yakni turbulensi rotasi kepemimpinan Perusahaan terbesar serta korelasinya dengan implementasi komunikasi korporasi atau biasa disebut dengan public relation ( humas ). Ulasan ini disampaikan dalam perspekstif komunikasi Perusahaan, tidak dimaksudkan untuk mendeskreditkan pihak tertentu dan ditujukan sebagai upaya going concern dan perbaikan dalam bidang komunikasi perusahaan.

Dalam keterangan pers kementrian BUMN yang dimuat dalam beberapa media nasional, salah satu penyebab pergantian posisi kepemimpinan dalam Perusahaan terbesar itu adalah mengenai dampak kebocoran pipa yang berlangsung di salah satu lokasi operasional kilang yang dimilikinya. Memang masih terdapat beberapa sebab lain yang menyebabkan pergantian ini, namun apapun penyebabnya itu, secara gamblang, bahwa baru kali inilah kali pertama, rekor tercepat seorang CEO BUMN terbesar di tanah air ini menjabat, dilantik pada 16 Maret 2017 dan diakhiri masa jabatannya pada 20 April 2018 ( masa jabatan hanya 1 tahun ! ).

Jika kita runut mengenai proses penerapan komunikasi korporasi pada krisis ini melalui pemberitaan yang ada. Perihal ini dimulai dengan adanya tumpahan minyak daerah operasional kilang minyak berlangsung pada akhir Maret 2018.

Sebagai respon pada dampak tumpahan minyak ini, pejabat HSSE di lokasi operasional tersebut, menyatakan tidak terjadi korban jiwa dalam perihal tersebut, kebakaran akibat tumpahan minyak berhasil dipadamkan dan tidak ada kebocoran yang bersumber dari pipa Perusahaan tersebut. Pernyataan ini juga diperkuat dengan statement nara sumber humas Perusahaan daerah operasional tersebut. Informasi ini juga didapat disampaikan via notifikasi texting whats app dan lainnya.

Lantas apakah masalah ini dengan cepat dan mudahnya terselesaikan ?, semuanya kembali tidur dan berharap esok hari sinar mentari akan cerah menghampiri hari ?, tentu saja tidak.

Publik semakin cerdas, tombol kontrol sosialpun berlangsung dengan sigap dinyalakan, media nasionalpun yang masih objektif. Media ini secara mandiri menyelidiki perihal ini. Esok hari setelah kejadian tersebut, foto bocoran minyak hadir dalam headline pada surat kabar nasional dan hal ini terjadi selama 2-3 hari berturut-turut ( jika tidak keliru, hanya media nasional inilah yang konsisten mengambil tema minyak tumpah menjadi fokus utama headline ). Dalam mengatasi tumpahan minyak ini, beberapa upaya dilakukan dan tidak berimbang ( sebahagian besar media nasional tidak meliput berita tersebut dengan berimbang, everything is under control ).

Setelah 2-3 minggu setelah kejadian tumpahan minyak tersebut, didapati penjelasan dari pimpinan Perusahaan tersebut melalui media nasional, bahwa tumpahan minyak tersebut berasal dari kebocoran pipa milik Perusahaan tersebut dan telah dilakukan bantuan dan santunan kepada keluarga korban jiwa akibat kejadian tersebut.

Kekeliruan Yang Selalu Terulang

Perkembangan perihal kejadian ini menjadikan hal yang menarik dalam implementasi bidang krisis komunikasi korporasi. Kejadian, runutan statement serta upaya penanganan kasus ini memiliki keterangan yang berbeda ( berlawanan ) dan tentu saja menyesatkan.

Adalah hal yang menarik, bahwa dalam perusahaan tersebut, pastinya didukung dengan dana yang besar, ekspertise officer yang tersertifikasi dan network yang kuat dalam penanganan krisis. Namun amat disayangkan hal ini tidak beroperasi dengan efektif. Padahal dalam hal ini, PR memiliki peran yang penting dan efektif, dimana krisis manajemen merupakan salah satu daily digest yang menjadi menu harian. Setiap krisis memerlukan pendekatan yang berbeda dan effort yang bertahap dengan mempertimbangkan segala risiko dalam pelaksanaan rencana yang ada.

Kembali lagi dalam tautan kasus krisis komunikasi diatas, dalam menghadapi krisis sebaiknya Humas melakukan pendekatan yang berbeda dan berani dan mampu meyakinkan internal manajemen untuk mengedepankan kepentingan publik dan korporasi sebagai entitas social masyarakat. Strategi ini yang cukup jitu ini, antara lian membuka fakta dan tahapan kejadian, upaya yang dilakukan dan mempermudah jalur komunikasi dengan stakeholder untuk kemudian dimintakan partisipasi untuk memonitor bersama.

Pendekatan ini sangat efektif namun pada umumnya mendapatkan hambatan terbesar dari internal Perusahaan, karena pada umumnya, manajemen Perusahaan akan memandang sebelah mata mengenai dalam penanganan krisis, tidak berimbang kepada media, tidak memberikan rencana penanganan yang jelas akan kejadian tersebut dan terlebih lagi, menutup jalur komunikasi.

Kitapun seringkali melihat dengan apa umumnya dilakukan jika terjadi krisis komunikasi perusahaan, klarifikasi atas kejadian oleh humas Perusahaan dan seolah-olah semuanya sudah tertangani, kompensasi ganti rugi dan jurus sejuta umat, yakni melakukan advertorial atau iklan pada media dengan harapan media berhenti melakukan liputan. Pendekatan krisis yang tidak efektif ini, terus menerus dilakukan secara berulang dan dilakukan secara massif. Fungsi humas secara tiba-tiba berlindung dan menghilang disaat krisis datang. Rasanya bagi praktisi Humas sangat mengenal dengan erat perihal pendekatan ini.

Menjadi Lentera Dalam Kegelapan

Fungsi Komunikasi Korporasi, jika saja mau diakui secara jujur dan objektif, semakin memiliki peran yang semakin penting bagi kelangsungan perkembangan Perusahaan. PR atau lebih dikenal sebagai humas, saat ini tidak lagi bergerak sebagai fungsi hanya untuk membentuk perusahaan terlihat baik, dipimpin oleh orang yang tepat dan lebih buruk lagi, menghabiskan banyak biaya dan effort sebagai penggembira dalam rangkaian event dan protokoler manajemen.

Petugas Humas memiliki tanggung jawab yang besar dan menantang, jauh lebih efektif jika dibandingkan dengan hanya sibuk mengatur posisi tempat duduk manajemen, sibuk melakukan selfie dengan pejabat Negara dan memiliki agenda yang kerja yang semakin bias, sehingga kepentingan utama Perusahaan selalu dinomor empatkan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu tujuan efektifitas pelaksanaan humas adalah membentuk reputasi Perusahaan, namun tentunya bukanlah reputasi yang semu.

Seperti layaknya organ social, perusahaan pasti mengalami krisis, jawaban yang terbaik bukan dari menutup diri, namun memberikan respon yang tepat dan koorporatif dengan stakeholder.

Tanpa memungkiri akan krisis korporasi yang ada, apapun itu bentuknya, apakah pergantian susunan manajemen, tuntutan hukum masyarakat, operasional Perusahaan yang gagal, Komunikasi Perusahaan  memiliki tanggung jawab dan memiliki peran yang penting, maka jujurlah, berani dan koorporatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun