Mohon tunggu...
Bayu Setiawan
Bayu Setiawan Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Seorang pahlawan pisang goreng dengan makanan favorit telur setengah matang buatan mama. Anti sama Lurah mata duitan!.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Budaya Gaji Rendah yang Justru Merugikan Pengusaha

15 Mei 2016   10:22 Diperbarui: 15 Mei 2016   10:32 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Permasalahan gaji adalah isu yang renyah setiap periode waktu tertentu. Tuntutan para buruh untuk kenaikan gaji kerap menjadi topik utama suatu media massa, khususnya pada Hari Buruh se-dunia tanggal 1 Mei setiap tahunnya.

Meskipun seringkali, negosiasi antara pemerintah, pengusaha, dan buruh berlangsung alot, kesepakatan selalu menghasilkan kenaikan gaji berdasarkan hitungan kebutuhan.

Upah Minimum Regional (UMR) adalah standar gaji buruh yang diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permennakertrans) Nomor 7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum. Karena memiliki dasar hukum, hal tersebut mestinya ditaati segenap pengusaha yang menjalankan bisnis.

Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pembangkangan terhadap keputusan daerah atas penetapan UMR, bisa dikenakan pidana penjara empat tahun dan denda sebanyak Rp400 juta.

Meskipun begitu, banyak perusahaan masih menggaji karyawan mereka di bawah standar UMR. Dalam beberapa kesempatan, penulis pernah bekerja di perusahaan yang membayar karyawannya separuh dari ketentuan UMR.

Hal itu memang bukan tanpa dasar. Terkadang, pilihan untuk menggaji karyawan timbul karena jenis pekerjaan. Serta, sumber daya karyawan tersebut yang tidak mumpuni untuk melakukan tugas, sesuai dengan standar pencapaian. Tapi pada akhirnya, karyawan itu sendiri yang bersedia bekerja dengan upah di bawah minimum.

Kelakuan yang demikian itu justru bisa menimbulkan efek domino pada dunia ketenagakerjaan di Indonesia. Budaya gaji rendah tidak saja akan memukul tingkat perkembangan kesejahteraan ekonomi, tetapi juga dapat menurunkan etos kerja serta kepercayaan diri orang Indonesia. Dampak jangka panjangnya adalah penurunan kualitas sumber daya manusia orang Indonesia.

Dalam penelitian berjudul The Effect of Pay Level on Organization-Based Self Esteem and Performance: A Field Study, Gardner menyatakan bahwa tingkatan besaran gaji akan memengaruhi self esteem, dan akhirnya akan memengaruhi kinerja karyawan (Gardner, 2004).

Budaya kerja karyawan yang lemah, sebagai akibat dari budaya gaji rendah, hal itu akan semakin menurunkan produktivitas karyawan. Semakin lama, kondisi itu hanya akan melemahkan kedua belah pihak, baik pengusaha maupun karyawan.

Selain menekan pemerintah untuk tetap bisa menegakkan peraturan, agar meminimalisasi budaya gaji rendah yang diberikan perusahaan-perusahaan kepada karyawan mereka, permasalahan tersebut dapat diputus apabila pengusaha tidak mempekerjakan karyawan yang tidak kompeten.

Atau, perusahaan melakukan sistem pelatihan sebelum karyawan dipekerjakan. Hal itu sebagai tolok ukur layak kerja dan layak upah bagi calon karyawan. Memang terdengar sangat kapitalistik, tapi sampai sejauh ini, cuma cara demikianlah yang paling rasional dalam menjaga dan menghasilkan sumber daya berkualitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun