Mohon tunggu...
Cerpen

Sosok Berpakaian Hitam

2 November 2017   13:44 Diperbarui: 2 November 2017   13:56 725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku menghela nafas panjang, merasa kan dingin yang menjalar di seluruh tubuh. Suasana sunyi, hampa seperti ini membuat ku merinding. "Oh Tuhan!", suara ku tercekat hanya sampai tenggorokkan ketika mendapati bangku di samping ku yang tadinya kosong sekarang telah diduduki oleh seseorang bertubuh tinggi berbalut  pakaian hitam legam. "Semoga ini hanya halusinasi ku!", ujar ku mencoba berteriak, tapi teriakkan ku sama sekali tak mengeluarkan suara. Seluruh tubuh terasa kaku hanya dingin yang semakin menusuk ke tulang.

Sosok berpakaian hitam di sebelah ku diam tak bergeming seperti manekin yang ada di toko-toko. Suasana begitu tenang, seluruh penumpang bermain dengan perasaannya sendiri-sendiri bersama gelapnya senja yang berganti malam. Tak ada yang merasakan kehadiran sosok yang duduk di sebelah ku kecuali aku dan bayi yang sampai sekarang terus menangis.

"Berhenti di sini pak!", teriak ku menggema. Aku sendiri terperanjat akan apa yang aku ucapkan, lidah yang keluh tadi seakan-akan hilang begitu saja. Pak sopir segera meminggirkan bis ke tepi jalan, seluruh penumpang seluruhnya memandang ku dengan pandangan aneh, seaneh apa yang aku rasa kan. Tubuh ku seolah-olah bergerak sendiri, memanggul ransel di punggung dan berjalan menuruni bis di ikuti sosok berpakaian hitam.

Aku mendapati diri ku turun di tepi jalan di tengah-tengah hamparan padang rumpun rumput purun di rawa-rawa yang luas. Sang hujan menyambut ku bersama senyum sosok berpakaian hitam. "Siapa kamu?", ujar ku memberanikan diri untuk melontarkan tanya. 

Sosok berpakaian hitam dan mempunyai wajah pucat itu tersenyum dingin, sedingin hujan yang meresap di pakaian ku. "Jika kamu drakula, aku akan memberi mu bawang putih dan salib, kamu takut kan?"sekali ini aku berteriak menantang, tapi sosok berpakaian hitam itu kembali tersenyum.

"Siapa Tuhan mu?", suara yang lantang dari sosok berpakaian hitam tersebut membuat ku terperanjat. "Allah SWT !", jawab ku ringkas dan juga lantang. "Apakah makhluk Allah SWT percaya akan bawang putih dan salib?", tanya nya dengan suara yang tak kalah lantang.

Aku terdiam, selintas teringat bahasan bersama teman-teman saat merencanakan menonton film Twilight beberapa waktu yang lalu. Teringat saat Muhdi berbicara dengan lantang nya bahwa film drakula itu hanya kebohongan yang dilakukan dunia barat untuk mengaburkan dan menyelewengkan sejarah drakula yang sebenarnya.  Teringat saat Muhdi berbicara dengan berapi-api agar kami kembali mempelajari sejarah pembantaian umat Islam dalam perang salib yang dipimpin oleh Drakula sebagai salah satu panglima perang nya. "Ayolah Muhdi,, jangan terlalu serius begitu,, ini hanya sebuah film!", ujar ku sedikit membantah, diikuti anggukkan dari teman-teman yang lain.  

"Menurut ku ini bukan sekedar film, ini adalah salah satu cara dunia barat guna menutup kedok kekejaman mereka dan menyembunyikan siapa sosok sebenarnya Drakula, dan seperti nya mereka berhasil! bisa di lihat dari seberapa banyak masyarakat khusus nya umat Islam sendiri yang mengetahui siapa sebenarnya Drakula. Dan keberhasilan ini terlihat nyata ketika sebuah kenyataan berhasil berubah menjadi suatu cerita fiksi", ujar Muhdi menutup bahasan yang berakhir gagal nya kami menonton film yang begitu tenar tersebut.

Aku merasa dingin yang menjalar ke seluruh tubuh. Seketika aku bergerak refleks berlari menjauh dari sosok berpakaian hitam tersebut. Derasnya hujan dan licinnya tepi jalan yang hanya diterangi dengan cahaya dari  kendaraan beroda besar yang melintas tak menjadi halangan ku untuk berlari sekencang-kencang nya. Dengan nafas yang tersenggal-senggal aku berharap ada sebuah bis yang datang menjemput ku, tetapi itu hanya khayalan, ini sudah terlalu malam untuk mengharap ada sebuah bis yang datang.

Kaki ku terus berlari tanpa melihat kembali ke belakang. Nyali ku terlalu kecil untuk memandang sosok berpakaian hitam. Ransel di pundak ku terasa semakin berat, nafas ku memburu semakin tak beraturan ditemani suara guruh yang bersahut-sahutan di angkasa yang kelam. Aku hampir putus asa untuk terus berlari sampai akhirnya aku menemukan sebuah bangunan yang tertutup tinggi nya rerumputan. 

Gigi ku kembali bergemeretak menahan dingin, ku peluk erat ransel ku sambil berharap rasa dingin sedikit menjauh. Ku keluarkan handphone ku yang sama sekali tak menunjukkan ada nya signal, "hmm,, baru pukul 23.30 wib dan sepertinya aku harus bermalam di sini" ujar ku dalam hati sambil bersandar di dinding yang lembab. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun