Mohon tunggu...
Jusman Dalle
Jusman Dalle Mohon Tunggu... Editor - Praktisi ekonomi digital

Praktisi Ekonomi Digital | Tulisan diterbitkan 38 media : Kompas, Jawa Pos, Tempo, Republika, Detik.com, dll | Sejak Tahun 2010 Menulis 5 Jam Setiap Hari | Sesekali Menulis Tema Sosial Politik | Tinggal di www.jusman-dalle.blogspot.com | Dapat ditemui dan berbincang di Twitter @JusDalle

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Tuah Nontunai di Masa Pandemi

2 April 2020   17:43 Diperbarui: 2 April 2020   18:04 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi transaksi nontunai (sumber : jaringanprima.co.id)

Takut, panik dan guncang. Itulah situasi yang terjadi. Melanda seantero negeri. Bahkan bikin geger seisi planet bumi. Karena corona (covid-19) jadi pandemi.

Tatanan kehidupan masyarakat berubah. Realitas ini tak bisa disanggah. Bandul politik global bahkan diprediksi para ahli bakal berubah arah.

Banyak yang menarik kita amati dalam skala lokal. Terutama pembentukan kembali (reshaping) kebiasaan di berbagai sektor kehidupan. Misalnya adopsi budaya kerja work from home (WFH). Demikian pula budaya belanja yang semakin mengukuhkan online shopping. Serta transaksi nontunai yang menuai momentum.

Layanan transaksi nontunai memang semakin integrated. Menjadi bagian dari ekosistem digital. Inilah alasan sehingga saya bisa katakan sektor keuangan yang ditopang konsumsi bakal baik-baik saja. Katup transaksi masih terbuka. Sehingga jantung pacu keuangan terus berdegup.  Meski pasar, mal hingga kedai kopi sepi. Bahkan banyak yang menutup operasi.

Itulah tuah nontunai. Amat terasa di masa pandemi. Sektor keuangan  tertolong oleh transaksi berbasis digital. Masyarakat yang membatasi diri keluar rumah, tetap punya opsi memenuhi kebutuhan harian. Belanja di marketplace. Yang bahkan layanan deliverynya juga integrated. Nontunai pula.

Bagi masyarakat yang tidak begitu bermasalah dengan income dalam situasi seperti ini, yang gaji bulanan dan pendapatan lainnya masih mengalir, berbelanja secara normal di platform-platform digital adalah cara paling tokcer dalam berpartisipasi untuk terus menyalakan deru ekonomi. Wujud cerdas berperilaku di tengah ketidakpastian. Dampaknya diharapkan tokcer menopang stabilitas sistem keuangan. Makroprudensial tetap aman terjaga. Kita memanen inovasi dan perkembangan teknologi. 

Tak bisa dibayangkan, bagaimana repotnya jika teknologi digital payment belum tersedia di tengah pandemi mematikan seperti ini. Tidak ada transaksi. Ekonomi mati seketika. Pukulannya akan sangat telak. Ngeri!

Upaya otoritas moneter mendorong digitalisasi sistem dan industri keuangan beberapa tahun lalu, adalah langkah yang layak kita kenang dan apresiasi. 

Bila dicermati beberapa tahun ke belakang, transaksi cashless mendapatkan momentum berakselerasi. Seiring menguatnya ekosistem ekonomi digital. Ecommerce dan marketplace menjamur. Transportasi online dan online travel agent menjelma jadi super apps. Transaksi-transaksi yang terjadi di berbagai sektor ekonomi digital itu bertumpu pada teknologi keuangan. Maka kita menyaksikan gemuruh ekonomi digital bermuara pada pertumbuhan transaksi nontunai. Tren tersebut juga direspons oleh otoritas keuangan dengan kebijakan-kebijakan promotif.

Seperti dilansir Bank Indonesia, tahun 2009 transaksi nontunai mencatatkan nilai Rp519,2 miliar dengan volume transaksi 17,4 juta kali. Dalam satu dekade, angak tersebut melesat jauh menjadi Rp145,16 triliun dengan volume transaksi 5,22 miliar kali sepanjang tahun 2019.  Terintegrasi lintas platform di ekosistem digital. Termasuk bahkan mengintrusi industri keuangan tradisional (perbankan).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun