Mohon tunggu...
Juru Martani
Juru Martani Mohon Tunggu... karyawan swasta -

@jurumartani.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pasca Peristiwa Air Asia QZ8501: Jonan Hanya Mencari-cari Kesalahan

12 Januari 2015   10:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:19 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum lama menjabat sebagai Menteri Perhubungan. Ignasius Jonan sudah harus berpikir keras untuk menyelesaikan semua permasalahan terkait peristiwa kecelakan pesawat Air Asia QZ8501 beberapa waktu lalu. Sebagai seorang menteri, tentulah Jonan dianggap yang paling bertanggung-jawab atas kinerja instansi dilingkugan Kementerian Perhubungan. Sebagai mantan Dirut PT KAI yang sukses membenahi manajemen perkeretaapian di Indonesia, Jonan punya beban berat. Tentu saja dia tak ingin gagal kali ini. Tapi sayang, Jonan kurang berhati-hati dan cenderung panik dalam menentukan sikap dan membuat kebijakan.

Memetik hikmah atas sebuah kejadian
Suatu peristiwa yang terjadi, tentu menyisakan sebuah hikmah yang bisa dipetik sebagai pelajaran. Sebagaimana halnya dengan peristiwa naas yang dialami Air Asia QZ8501 yang memakan korban jiwa seluruh penumpangnya, juga musti kita ambil hikmah yang positip untuk memperbaiki semua hal, agar peristiwa yang sama tidak terulang kembali.
Dalam dunia penerbangan, khususnya di Indonesia, bila kita amati data tentang jumlah kecelakaan pesawat beberapa tahun terakhir ini, setidaknya terjadi sekali peristiwa kecelakaan pesawat terbang dalam periode satu tahun. Memang rationya sangat kecil bila dibandingkan dengan total jumlah penerbangan yang mencapai sekitar 500.000 kali setiap tahunnya.
Namun demikian, sebuah peristiwa kecelakaan pesawat apalagi telah merenggut jiwa manusia, tetap harus di usut secara tuntas terutama untuk mengetahui penyebab dari kecelakaan tersebut.
Ada beberapa kemungkinan penyebab kecelakaan pesawat terbang antara lain, faktor human error, cuaca/kejadian alam, kalayakan teknis pesawat terbang, sistem navigasi dlsb.
Oleh sebab itu, bila penyebab kecelakaan belum diketahui secara pasti, maka tidak perlu berspekulasi, berandai-andai atau membuat asumsi sendiri apalagi dengan mencari-cari kesalahan pihak lain untuk menutupi kelemahan sendiri.

Penerbangan Air Asia dituding ilegal.
Saat proses evakuasi jenasah korban yang dilakukan oleh Basarnas yang bekerjasama dengan semua pihak masih berlangsung, tiba-tiba Kementerian Perhubungan menyampaikan pengumuman perihal route penerbangan Air Asia yang naas tersebut tidak memiliki ijin. Keputusan untuk mempublikasikan masalah ini, sementara proses evakuasi masih berlangsung, dinilai sangatlah tidak tepat waktu dan sama sekali tidak ada urgensinya dan justru dapat menimbulkan masalah baru yang berdampak negatip.

Bila Air Asia dianggap melakukan penerbangan ilegal, maka bagaimana nanti dengan proses klaim asuransi jiwa bagi para korban kecelakaan? Bukankah hal ini bisa menimbulkan celah terjadinya klaim asuransi tidak terbayar (unpaid)? Bagaimana mungkin sebuah maskapai penerbangan melakukan route penerbangan diluar ijin? Bukankah semua pihak bisa melakukan check and recheck? Sedemikian burukkah kinerja sistem penerbangan di negeri ini? Lalu bagaimana konsistensinya terhadap filosofi mengambil hikmah dari sebuah kejadian?

Usut punya usut, ternyata hal ini terjadi akibat adanya kong kalingkong antara oknum pejabat, termasuk dari lingkungan Kementerian Perhubungan sendiri. Jadi, maksud hati mencari kesalahan pihak lain, tapi justru malah membuka aib sendiri? Bagaimana ini?

Air Asia Dipersalahkan Menjual Tiket Murah
Terkait tiket murah yang ditawarkan Maskapai Penerbangan LCC (Low  Cost Carrier) termasuk Air Asia, Jonan kembali membuat kebijakan yang agak kurang bisa diterima logika. Jonan membuat kebijakan untuk membatasi harga tiket pesawat sebesar 40% dari harga tiket tertinggi. Pertimbangannya sederhana saja, dengan pembatasan tersebut (mengapa 40% juga tidak jelas dasar perhitungannya) maka pihak Maskapai Penerbangan dapat meningkatkan kualitas terkait keselamatan penerbangan.
Yang menjadi pertanyaan, apa korelasinya antara pembatasan harga tiket dengan tingkat keselamatan penerbangan? Bagaimana pemerintah yakin bila harga tiket dibatasi maka tingkat keselamatan penerbangan menjadi lebih tinggi?
Bila Jonan tidak memberikan penjelasan tentang mekanisme untuk meningkatkan keselamatan penerbangan terkait pembatasan harga tiket, maka tak heran bila Jonan malah yang dituding tidak logis dalam berpikir.

Mencampuri urusan Bisnis
Kebijakan Jonan untuk membatasi harga tiket pesawat terbang, dinilai tidak punya alasan yang mendasar. Bila memang tujuannya untuk menjaga kualitas atau mutu pelayanan dan tingkat keselamatan penerbangan, mengapa pemerintah mencampuri urusan bisnis Maskapai Penerbangan LCC yang menawarkan harga murah. Strategi penetapan harga produk atau jasa yang murah oleh sebuah perusahaan bisnis, tentu saja telah diperhitungkan dengan baik. Mana ada peruahaan bisnis yang ingin rugi? Di satu sisi kita melihatnya sebagai harga yang sangat murah, tetapi tentu disisi lain ada yang ingin dicapai dan semuanya tentu berdasarkan perhitungan secara paket (package deal).
Oleh sebab itu, biarkan saja perusahaan membuat suatu strategi untuk memenagkan bisnisnya, pada akhirnya para pengguna/konsumen dan mekanisme pasar yang akan menentukan. Harga murah tidak serta merta menunjukkan kualitas yang rendah. Begitu pula sebaliknya, harga yang mahal belum tentu tinggi kualitasnya.

Kebijakan yang konstruktip dan meningkatkan mutu pengawasan
Dalam menyelesaikan carut marut permasalahan dunia penerbangan di Indonesia, Jonan semestinya tak perlu panik dalam menentukan sikap. Sambil menunggu di ketemukannya blackbox Air Asia QZ8501, yang diharapkan dapat menguak penyebab terjadinya kecelakaan pesawat tersebut, Jonan harus lebih banyak bercermin. Melakukan pembenahan internal di lingkungan kementerian yang dipimpinnya, tanpa harus mencari-cari kesalahan pihak lain hanya untuk menutupi kelemahan diri sendiri. Bila memang terjadi kesalahan prosedur dan pelanggaran wewenang yang dilakukan oleh anak buahnya, maka tak perlu dibesar-besarkan dan dipublikasikan, agar tak menimbulkan kesan pencitraan dan justru malah akan mempermalukan diri sendiri. Sistem yang baik perlu pengawasan dan pembenahan yang berkesinambungan. Bila semua kesalahan dianggap sebagai hasil dari kepemimpinan periode sebelumnya, bukan berarti lepas tanggung jawab tapi justru sebagai pemacu semangat untuk berbenah dan memperbaiki.

Mawas diri adalah lebih bijaksana, daripada mencari kesalahan pihak lainnya..

Salam

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun