[caption id="attachment_409364" align="aligncenter" width="300" caption="Titin Sumarni (kredit foto dokumentasi pribadi/keluarga Irvan Sjafari)"][/caption]
Pada 1950-an penggemar film Indonesia mengenal Titin Sumarni sebagai salah satu idolanya. Di antaranya ibu saya yang memberikan saya sehelai foto tua yang ternyata foto Titin Sumarni. Saya kemudian mengadakan riset kecil, karena ternyata memberikan inspirasi terutama di Jawa Barat pada 1950-an.
Sekalipun ia memang mojang geulis asal Sunda, namun Titin lahir di Surabaya, pada 28 Desember 1930.Titin Sumarni adalah keturunan trah Sumedang. Namanya terangkat ketika Harun Al Rasyid seorang pegawai Studio Golden Arrow memperkenalkannya pada Rd. Arifin yang ketika itu akan menggarap sebuah film. Debutan pertama Titin ialah Seruni Laju (1951), disusul oleh Gadis Olah Raga (1951) Sepanjang Malioboro (1951), Dewa Dewi (1952), Solo Diwaktu Malam, (1952), Putri Solo (1953), Lewat Djam Malam (1954).
Lewat Djam Malam arahan Usmar Ismail ini memperkokoh Titin di blantika film Indonesia. Tahun 1954 merupakan puncak kejayaan Titin. Dia dinobatkan sebagai Ratu Layar Perak, lewat angket yang diselenggarakan oleh beberapa majalah, diantaranya Dunia Film dan Kentjana. Titin menjadi populer, ketika dia mendirikan Titien Sumarni Motion Pic. Corp. yang melahirkan beberapa produksi, antara lain Putri Dari Medan (1954), Sampah (1955), Saidjah Putri Pantai (1956). Titinboleh dibilang bintang film perempuan Indonesia yang pertama yang membuat perusahaan film. Dia juga membintangi film Djandjiku (1956) yang kemudian menjadi film terakhirnya.
Begitu populernya Titin, dia menjadi aktris pertama dalam sejarah Indonesia yang kehidupan rumah tangganya menjadi pemberitaan surat kabar. Warga Bandung gempar ketika Pikiran Rakjat Sabtu 15 Juni 1957 memberitakan krisis rumah tangga Titin dengan R. Mohammad Moestari. Orang ktiga yang menjadi penyebab rumah tangganya ialah Laurens Saerang, yang masa itu dikenal sebagai raja kopra dan seorang baron dari Sulawesi. Surat kabar itu memberitakan bahwa krisis rumah tangga itu terjadi karena perbedaan ideologi.
Pada masa itu posisi Laurens sebagai tokoh politik sekalipun masalah pribadi menjadi daya tarik pemberitaan karena ketegangan politik makin memanas pada 1957 terutama antara daerah dan pusat. Laurens sendiri membantah hubungannya Titin pada Pikiran Rakjat yang terbit pada 20 Juni 1957. Titin justru menyebutkan bahwa hubungannya dengan Laurens Saerang adalah saling cinta (Pikiran Rakjat 27 Juni 1957). Gosip itu kemudian menghilang dalam pemberitaan. Begitu juga berita mengenai Titin sukar dilacak.
[caption id="attachment_409365" align="aligncenter" width="300" caption="Titin soemarni dan Soekarno (kredit foto Kredit foto http://koleksitempodoeloe.blogspot.com/2009/02/buku-kuno-tentang-artis-terkenal-jaman.html) "]
Majalah Aneka edisi 29 pada 10 Desember 1957 memuat sebuah tulisan dalam harian De Vrije Pers di Surabaya mengungkapkan pertemuan Titin dengan awak media. Di awal tulisan Titin mengajukan keberatan soal kehidupan pribadinya yang banyak ditulis di surat kabar.
“Dan saja tidak suka kalau tuan akan menambahnja pula,” tegas Titin dalam artikel itu.
“Njonja, begitu kami meredakannja. Koran kami terbit di antara negara-negara jang kurang madju di dunia ini. Kami menderita kesulitan-kesulitan dalam penerbitannja sbeab kam masih terlalu bodoh untuk menulis tulisan2 matjam “De Lach” atau “Confidential”. Dalam wawancaranya di kediamannya di Surabaya Jalan Wonosari Kidul, Titin diceritakan menatap para wartawan dengan lembut. Dia berdiri dan kemudian berdiri membawa baki berisi cangkir teh dan stopfles berisi kue-kue. Dia sendiri melayani wartawan dan tidak menyuruh orang.
Wawancara kemudian kembali ke karirnya dengan suasana cair. “Njonja Sumarni peran apakah jang njonja anggap paling tjotjok?” Titin berpikir dan kemudian menjawab: “Peranan2 tragis. Pernaan perempuan jang tertipu, dibohongi. Perempuan jang tidak berbahagia dalam pertjintaan. Perempuan jang terdampar di kota besar dan tak berdaja. Umpamanja sadja saja memainkan peranan seorang gadis buta dalam film Senjum Derita dan perempuan gila dalam Malioboro....”
“Bagaimana njonja sampai di dunia film?”
“ Karena kebetulan sadja,” kata Titin dalam tulisan itu.”Karena kebetulan sadja? (suatu hari) dalam perdjalanan ke Bandung taksi kami mengalami kempes ban. Saja dan suami (R.Mustari) saja. Seorang tuan jang tidak kami kenal menawarkan pertolongan. Ternjata orang itu produser film. Saja tidak tahu bagaimana ia bisa melihat saja tjotjok dalam dunia film, tapi dia memberikan kesempatan pada saja.”
Sumber Lain:
http://filmindonesia.or.id/movie/name/nmp4b9badd202b64_titien-sumarni#.VSjwGXLWKpc
Kredit foto:
Titin Sumarni (kredit foto dokumentasi keluarga/Irvan Sjafari)
Foto Titin dan Soekarno (Kredit foto http://koleksitempodoeloe.blogspot.com/2009/02/buku-kuno-tentang-artis-terkenal-jaman.html)