Anak muda di berbagai negara seperti serentak bangkit menentang ketidakadilan dengan berbagai sebab seperti yang dilakukan Generasi Z (lahir 1997-2010) di Indonesia, Nepal, Bangladesh, Thailand, Prancis, entah di negara lain.
Aktivisme Gen Z dan konflik mengingatkan saya pada fenomena serupa pada gerakan pelajar dan mahasiswa pada paruh kedua 1960-an hingga awal  1970-an, dengan puncaknya sekira 1968. Â
Pelakunya umumnya  berasal dari  generasi Baby Boomer, mengacu kepada mereka yang lahir antara 1946  hingga 1964. Polanya serupa dengan yang terjadi pada aktivisme Gen Z sekarang, bersifat global.Â
Generasi ini tidak mengalami Perang Dunia ke II dan di Amerika Serikat justru hidup dalam situasi alfluent society, di mana kebutuhan  berlimpah. Tetapi itu tidak membuat para pelajar dan mahasiswa tidak peduli terhadap masalah ketidakadilan seperti halnya generasi Z di Nepal dan di Indonesia.Â
Cuma medianya berbeda, generasi baby boomer mengakses media massa-termasuk media bawah tanah-dan televisi. Sementara Gen Z mengakses media sosial dan teknologi digital.
Mengapa disebut baby boomer? Pasca  Perang Dunia II, bayi-bayi yang lahir melonjak  tidak biasa dan membuat demografi usia jadi "agak laen".
Situs our world in Data menyebut jumlah kelahiran di AS pada pertengahan 1940-an sekitar 27 per seribu penduduk. Jadi jika penduduk AS pada 1945-an sekitar 139,93 juta jiwa, Â maka terdapat sekitar 3,6 juta kelahiran. Â Hingga tahun 1960 jumlah kelahiran antara 20-30 per 1000 .populasi. Di era baby boomer ini total 76 juta bayi lahir di AS saja.
Baca: Our in Data
 Generasi baby boomer adalah generasi pertama yang melihat televisi tiba di rumah-rumah. Televisi memberikan perpspektif kepada anak-anak ini bagaimana melihat dunia dan mengakses informasi.  Mereka mengalami perang dingin dan berbagai peristiwa yang menakutkan seperti ancaman Perang nuklir.
Menurut  Americanywp yang menulis satu bab tentang affluent society (masyarakat berlimpah makmur) menyebutkan persentase penduduk Amerika yang memiliki setidaknya satu televisi meningkat dari 12 persen pada  1950 menjadi lebih dari 87 persen pada 1960.
Jadi boleh dibilang mahasiswa masa itu sudah mengakses televisi yang membuat mereka mengetahui dengan cepat apa yang terjadi belahan dunia lain. Mereka bisa mengetahui  ketidakadilan termasuk di negeri mereka sendiri.Â
Baca: Â Americamyawp Â
Amerikan Serikat: Dari Gerakan Sipil ke Anti Perang
Gerakan Kiri Baru tumbuh dari aktivisme sosialis mahasiswa di Amerika Serikat terutama karena bersinggungan dengan, dan terinspirasi oleh, gerakan hak-hak sipil Afrika-Amerika. Para mahasiswa terutama di sejumlah negara bagian, seperti Georgia menentang kepemimpinan politik AS dan tidak puas dengan budaya Amerika.
Baca: Civilrightstaril Â
Di Georgia, Â mahasiswa Morehouse College, Lonnie King, terinspirasi oleh aksi duduk di restoran di Greensboro, Carolina Utara, mengorganisir kampanye protes dengan mengajak tiga pemimpin mahasiswa dari masing-masing dari enam perguruan tinggi'
Perguruan tinggi ini adalah universitas kulit hitam bersejarah di Atlanta: Atlanta University dan Clark College (kemudian Clark Atlanta University), Interdenominational Theological Center, Morehouse, Morris Brown College, dan Spelman College) dan berbicara kepada para rektor universitas.
Koalisi yang dihasilkan, yang disebut Komite Banding untuk Hak Asasi Manusia (COAHR), mengorganisir sepuluh aksi duduk oleh 200 mahasiswa di pusat kota Atlanta pada 15 Maret 1960.
Karena khawatir akan demonstrasi semacam itu, badan legislatif Georgia baru-baru ini menetapkan aksi duduk sebagai pelanggaran ringan. Namun Komite Koordinasi Mahasiswa Non-Kekerasan (SNCC) melanjutkan aksi duduk dengan COAHR pada Oktober, dan Martin Luther King Jr. ditangkap bersama para pengunjuk rasa lainnya padal 19 Oktober.
Mahasiswa di kota-kota Carolina Utara lainnya, termasuk Winston-Salem, Durham, Raleigh, dan Charlotte, juga mengorganisir aksi duduk mereka sendiri di tempat-tempat usaha yang menerapkan segregasi, dan gerakan ini menyebar ke negara bagian lain, seperti Kentucky, Tennessee, Virginia, dan Mississippi.
Di lokasi-lokasi tempat aksi duduk berlangsung, tempat-tempat usaha yang menerapkan segregasi merugi. Woolworth's di Greensboro dilaporkan merugi USD200.000 akibat boikot, dan pada  25 Juli 1960, manajer toko Charles Harris memutuskan untuk menghapus segregasi di toko tersebut.
Ia meminta empat karyawan kulit hitamnya untuk berganti seragam dan memesan makanan di konter. Hari itu, keempat karyawan tersebut menjadi pelanggan kulit hitam pertama yang dilayani di konter makan siang Woolworth's mana pun.
Karena, sebagian, tekanan ekonomi yang ditimbulkan oleh protes semacam itu, Atlanta melarang segregasi di fasilitas umum pada musim gugur  1961. Gerakan  hak sipil ini  menang.
Pada 1964, seorang mahasiswa Universitas Emory, Gene Guerrero, menjadi ketua pertama SSOC (Southern Student Organizing Comitee). Â Organisasi beranggotakan mahasiswa perguruan tinggi dan universitas yang didominasi kulit putih di Amerika Selatan yang
SSOC mempromosikan kesetaraan ras dan gerakan progresif lainnya selama gerakan hak-hak sipil Amerika, serta mencipitakan inklusi di kampus-kampus di belahan Selatan Amerika.
Putra dari ayah dan ibu Meksiko yang tumbuh besar di perkebunan kapas di wilayah delta Arkansas tenggara, Gene Guerrero adalah bagian dari kelas "khusus kulit putih" terakhir di SMA-nya di Atlanta, Georgia.
Guerrero  sebagai seorang Baptis Selatan. Idolanya pendeta Metodis kulit putih bernama Pendeta Ashton Jones berceramah di Emory pada musim semi pada 1963 dengan jemaah campuran antara kulit putih dan kulit hitam. Gene Guerrero beralih ke aktivisme setelah ditangkap dalam aksi duduk hak-hak siil pada tahun itu juga di Atlanta.
SSOC kemudian menjadi pemimpin di antara organisasi-organisasi Selatan dalam upaya mengakhiri Perang Vietnam, mensponsori acara ceramah kampus ("tur perdamaian") di enam negara bagian Selatan
Gerakan awal mahasiswa  di antaranya muncul di Universitas Georgia (UGA) di Athena memiliki komunitas aktivis yang berdedikasi selama  1960-an.
Pada awal semester musim gugur tahun 1964, para aktivis mahasiswa, beberapa di antaranya terlibat dalam Freedom Summer dan kegiatan hak-hak sipil lainnya, mendirikan meja informasi di jalan di luar kampus Berkeley, Universitas California, untuk meminta sumbangan dan dukungan bagi gerakan hak-hak sipil.
Pada 14 September 1964, Dekan Katherine Towle mengumumkan bahwa, karena sebidang tanah tempat meja-meja tersebut didirikan adalah milik Universitas, meja-meja tersebut dilarang berdasarkan peraturan Universitas yang berlaku.
Peraturan tersebut melarang advokasi untuk tujuan atau kandidat politik, pembicara politik dari luar, perekrutan anggota, dan penggalangan dana oleh organisasi mahasiswa, di mana pun di dalam kampus universitas.
Penegakkan aturan itu dilakukan ketat, hingga terjadi konfrontasi publik di meja-meja tersebut antara otoritas universitas dengan mahasiswa.Â
Di antara antara mahasiswa itu terdapat Mario Savio dan Jack Weinberg, yang memenangkan audiensi ketika mereka berbicara membela kebebasan berbicara. Â Weinberg adalah aktivis kiri baru, ayahnya pemilik tokoh permata di Buffalo New York. Â Ketika menjaid aktivis dia sudah merupakan mahasiswa pasca sarjana Matematika di Universitas California.
Sepanjang malam pada 1 Oktober dan keesokan harinya Weinberg dan Mario Savio memimpin tiga ribu mahasiswa di area universitas.  ditangkap  Weiberg berpidato dari atas mobil polisi yang menyerukan kebebasan berbicara di kampus. Weinberg juga berpidato di hadapan massa dari atas mobil polisi.  Pada hari itu Weiberg ditangkap polisi.
Pada malam 2 Oktober 1964, sekitar 24 jam kemudian, perwakilan kelompok politik di kampus menandatangani perjanjian dengan pihak administrasi mengenai kebebasan berbicara mahasiswa, yang dijuluki Pakta 2 Oktober.
Para masiswa memberikan reaksi Terinspirasi  dengan duduk di sekitar mobil, serta  menjebaknya penumpangnya di dalamnya  selama 36 jam berikutnya.
Para pembicara naik ke atas mobil polisi untuk berpidato di hadapan kerumunan besar dalam sebuah pertemuan publik permanen. Dakwaan polisi terhadap Weinberg akhirnya dibatalkan, dan ia dibebaskan.
Jerman Barat 1967 Tewasnya Benno Ohnesberg
SDS memusatkan perhatian pada politik anti-imperialis, terutama terhadap kebijakan Amerika di Vietnam dan Timur Tengah. Ketika Wakil Presiden AS Hubert Humphrey (1965-1969) mengunjungi Berlin pada 1967, mereka mengorganisir demonstrasi yang didominasi mahasiswa untuk menentang kehadirannya. Â
Pada malam  2 Juni 1967, para pengunjuk rasa di Berlin Barat berdemonstrasi menentang kunjungan kenegaraan Shah Iran ke Jerman Barat. Polisi berpakaian preman menghadiri demonstrasi tersebut dengan tujuan menangkap para pengorganisirnya. Â
Demonstraso berubah menjadi perkelahian ketika seorang polisi Jerbar bernama Karl-Heinz Kurras menembak bagian kepala mahasiswa Sastra berusia 26 tahun Benno Ohnesorg hingga meninggal dunia.
Padal 21 November 1967, pengadilan  justri membebaskan Kurras dari tuduhan penembakan yang dianggap sebagai kecelakaan. Namun kematian Ohnesorg justru mending  gerakan mahasiswa dan oposisi ekstra-parlementer meluas dan menjadi radikal. Mahasiswa menuding  fasisme baru sedang menyusul.
Baca: Kematian BennoÂ
Puluhan ribu orang menghadiri upacara peringatannya, yang menjadi protes besar-besaran untuk reformasi universitas dan politik, yang memaksa pengunduran diri Kepala Polisi dan Wali Kota SDP Berlin Barat
Di sana, mahasiswa dan dosen telah berupaya, dalam serangkaian kelompok kerja, kelompok diskusi, dan teach-in untuk membahas dan mempelajari mata kuliah yang dihilangkan begitu saja dari, atau kurang tercakup dalam, mata kuliah universitas yang biasa -- seperti ekonomi politik, sosiologi sastra, analisis Fasisme, hukum politik, psikoanalisis, dll. KU adalah hasil dari perluasan tiba-tiba yang dialami gerakan mahasiswa sejak pembunuhan Benno Ohnesorg pada 2 Juni 1967.
Sejak pertengahan 1968 SDS memberikan pengaruh besar bagi  mahasiswa di berbagai universitas di Jerman Barat.  Pengaruh SDS menurut Manfred Buddeberg "The Student Movement in West Germany" dimuat di Internation Socialism Summer 1968 tidak bisa dilepaskan dari demokrasi borjuis Jerman Barat pasca Perang Dunia ke II ketika universitas menyetujui program denazifikasi dan reedukasi.
Seiring dengan pemulihan demokrasi borjuis di Jerman Barat setelah Perang Dunia II, universitas-universitas mulai dikembalikan ke pola yang telah ada sebelum kebangkitan Fasisme. Universitas-universitas menyetujui program-program de-nazifikasi dan re-edukasi  dan memandang institusi universitas Jermaan Barat  sebagai sebuah 'rumah bagi kaum intelektual.
Namun yang terjadi mahasiswa yang kritis  melihat  universitas dituntut untuk memenuhi kebutuhan lulusan yang bisa mendukung ekonomi kapitalisme dan membuat hierarki kekuasaan di universitas oleh para dosen dan guru besar.  Mahasiswa menuntut mereka punya suara di universitas. Maka babak baru gerakan mahasiswa bergeser lebih radikal.  Bagian Pertama dari Tiga  Tulisan.
Irvan Sjafari
Â
Sumber Foto: https://newpol.org/the-student-uprising-that-ushered-in-the-radical-sixties-the-berkeley-free-speech-movement/
NB: Sumber disertakan di akhir bagian ketiga
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI