Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Palembang Artikel Utama

Bukankah Kerajinan Songket Potensi Jadi Ujung Tombak Pariwisata Palembang?

23 Februari 2024   21:29 Diperbarui: 24 Februari 2024   19:31 708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrrasi suasana sebuah butik songket di Palembang. Foto: Irvan Sjafari

Berwisata di Palembang bukan hanya desinasi tempat yang ikonik seperti Jembatan Ampera dan Sungai Musi, Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin, Pulau Kemaro, Masjid Cheng Ho, Museum Balaputradewa, Benteng Kuto Besak, Taman Kambang Iwak Besak dan Air Terjun Lematang Indah. 

Sayangnya obyek wisata ikonik sudah mulai terganggu dengan keberadaan pemalak terhadap turis di benteng Kuto Besak.

Padahal kawasan Sungai Musi ini jualan utama untuk wisata, itu yang saya saksikan ketika berkunjung ke Palembang awal 2015. 

Hanya pada waktu mungkin karena dalam rombongan TX Travel tidak ada pemalak. Atau memang belum ada?

Palembang punya potensi wisata lain, yaitu UKM kerajinannya yang unik. Wistawan bisa mengunjungi sentra produksi kerajinan atau di spot-spot hotel. Tampaknya untuk hal ini Pemerintah Kota Palembang sadar benar potensinya, mengingat terbatasnya wisata untuk kota.

Tidak ada bakal ada pemalak di sentra-sentra kerajinan ini karena langsung melibatkan warga lokal. Gangguan pada sentra kerajinan sama dengan mengurangi periuk nasi para pekerja bahkan pelaku kerajinan. Tentu tidak akan dibiarkan oleh warga. Melibatkan warga lokal untuk destinasi wisata mungkin jadi kuncinya.


Saya masih ingat akhir Januari 2015 bersama rombongan TX Travel dalam sebuah tur di Palemba singgah di sebuah industri rumahan sekaligus sebuah butik tenun songket di 30 Ilir Palembang.

Saya dan para wisatawan lainnya melihat sendiri bagaimana sehelai songket dibuat. Di tempat itu saya menemui Fitri dan Dede di antara para penenun yang masih berusia remaja. Keahliannya mereka menurun dari Sang Ibu. 

Menurut mereka membuat sehelai kain songket bisa memakan waktu beberapa bulan. Pasalnya membuat kain songket butuh hitungan matematis di luar kepala untuk menjalin benang biasa dan benang emas sesuai rancangan. Jika meleset, maka pembuatan kain helai kain songket harus dimulai dari awal lagi.

Bahsen Fitri, Sang Pemilik butik menjelaskan pendirian kerajinan ini bertujuan melestarikan kerajinan songket. Keluarganya memang pengrajin songket , terutama Sang Nenek Mas Ayu Ainun.

Songket sediri secara tradisi dilakukan oleh gadis-gadis menjelang mereka berumah tangga. Dahulu jelas Fikri songket dibuat dari bahan-bahan alam hingga warnanya alami. Sayangnya perubahan zaman membuat sejumlah tanaman hilang.

"Songket yang bagus bisa berumur 100 tahun. Motifnya beragam mulai dari bintang berantai, limas berantai, bungo cino, bungo mawar dan masih banyak lagi," ujar Fikri kepada saya yang waktu itu jadi jurnalis Plesir.

Saya di salah satu butik Songket-Foto: Irvan Sjafari
Saya di salah satu butik Songket-Foto: Irvan Sjafari

UKM binaan Pertamina memberdayakan sekira 50 pengrajin songket. Fikri juga menyediakan mess bagi karyawannya yang tempat tinggalnya jauh dari pusat produksinya dan toko di Jalan Kiranggo Wiro Sentiko No 500 30 Ilir Palembang.

Fikri juga membantu para perajin yang menitipkan produknya di toko tersebut. "Kami juga memiliki sekitar 20 perajin tenun binaan di Desa Tanjung Lago, Kabupaten Musi Banyuasin," ujar dia seperti dikutip dari situs Pertamina. 

Harga tenun songket Palembang yang ia jual bervariasi, mulai dariRp 1,8 juta -- Rp 50 juta. Yang harganya Rp 50 juta, menurut dia, usianya mencapai lebih dari seratus tahun.

Hingga saat ini menurut Anis, salah seorang karyawannya ketika saya hubungi pusat produksi tenunnya kerap dikunjungi wisatawan mancanegara maupun Nusantara. "Kebanyakan yang datang dari perjanjian dulu hingga atas Prakarsa Pemerintah Kota Palembang,"katanya.

Semengat untuk mewariskan budaya Kerajaan Sriwijaya juga menulari Irna Argustine ketika mendirika usaha kerajinan fesyen dan dekorasi dari kain-kain khas Sumatera Selatan pada 25 Agustus 2016 dengan brand Alishamarsya.

Seperti halnya Fikri, Irna juga berniat memberdayakan kaum perempuan dan memajukan perekonomiaan ibu-ibu rumah tangga di Desa Seritanjung, Kabupaten Ogan Ilir, sekitar 60 kilometer dari Palembang, Sumatera Selatan.

Produk Alishamarsya ditujukan untuk pembeli perorangan dan perusahaan, dengan area pemasaran lokal, nasional, maupun international. Dengan memadukan pemasaran langsung fisik maupun penjualan daring melalui media sosial, website, dan marketplace.

Produk Utamanya terdiri dari sarung Bantal, Taplak Meja, Frame, Wallhanging, Blouse, Outer, Kalung, ID Card, Tanjak, Peci, Tas, Notebook, Pouch, Kotak Pensil, Sendal, Dompet, Sajadah, Cover Tissue.

Selain itu terdapat kain Tenun Tradisional Khas Palembang, seperti Songket, Blongsong, Jumputan, Kain Tajung.

Usaha yang berlokasi kawasan Bukit Lama, Palembang juga bertujuan agar masyarakat dapat membeli produk fesyen dan dekorasi rumah yang berkualitas premium di negeri sendiri dari pada produk dari negara lain.

"Kita buka titik cabang kerja sama dengan 17 perusahaan baik National maupun International. Hotel-Hotel di Palembang untuk Wisatawan," ujar Irna ketika saya hubungi lewat WA 23 Februari 2024.

Dalam company profilenya Alishamarsya sudah mengekspor produknya ke Amerika Serikat, Singapura, Jepang, Uni Emirat Arab dan Turki.

"Untuk Workshop karena Rumah Produksi bisa dikunjungi dengan informasi janji temu sebelumya dan ada minimum pembelian. Kalau di Lokasi Titik kerja sama di Hotel, Maskapai dan Mall wistawan bisa membeli satuan," ungkap Irna.

Dia mengaku terus melakukan melakukan inovasi dan diversifikasi produk. Selain itu Alishamarsya juga menjalin kerja sama dengan berbagai pusat oleh-oleh di Palembang.

Fikri Collection dan Alishamarsya serta sejumlah UKM kerajinan lain di Palembang bisa eksis karena mereka menjual produk yang bisa menjadi ikonik, original, yang membuatnya jadi berbeda. 

Irna Agustine pendiri Alishamarsya-Foto: Dokumentasi Pribadi.
Irna Agustine pendiri Alishamarsya-Foto: Dokumentasi Pribadi.
Kekuatan Kerajinan Songket 

Kalau saya amati sewaktu berkunjung ke sana kerajinan yang menjadi favorit adalah industri rumahan di mana pengunjung bisa berkeliling. Harusnya ini yang dipertahankan di Palembang.

Rumah butik yang menjual kain songket pun dibuat dengan gaya khas Palembang seperti Rumah Butik milik Kemal Abdul Aziz di Jalan Demang Lebar Daun. Hingga para tamu tidak hanya menikmati songket tetapi juga landscape bangunan.

Karakter UKM seperti yang dipertahankan karena wisatawan akan berpose di eksterior dan interior bangunan tidak saja dengan kain songket di media sosial. Ini promosi gratis.

Kalau mau perbandingan adalah Kota Bandung dengan distro, factory outletnya, serta kerajinan jins di Cihampelas. Wisatawan bisa berjalan-jalan di sepanjang jalan Cihampelas, Martadina, hingga Setiabudi. Selain itu beberapa factory outlet menempati bangunan bersejarah, hingga wisatawan juga bisa mendapatkan nuansa lain.

Karakter kedua lainnya ialah songket adalah produk bersejarah bagi Palembang. Guru Besar Departemen Sosiologi dan Antropologi di College of the Holly Cross, Susan Rodgers dalam tulisannya" Heritage and Authorship Debates in Three Sumatran Songkets" dalam buku yang disunting Walter E. Littledan Patricia McAnnay bertajuk Textile Economics Power Value from The Local to Transnational, 2011 mengatakan songket di Sumaera sudah menjadi produk komersial antar daerah setidaknya sejak 1600. 

Alangkah lebih baik masing-masing produsen songket membuat cerita sejarah kerajinan songket di tempat masing-masing. 

Jika Bandung produk UMKM jualan kreativitas dalam membuat fesyen dan bangunan bersejarah, maka Palembang bisa menjual produk tradisional atau yang hibrida seperti Alimarsha tetapi juga menjual sejarah produknya. 

Kombinasi ini tentu menarik wisatawan sehingga mereka bisa membawa oleh-oleh dengan nilai tambah. 

Irvan Sjafari

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Palembang Selengkapnya
Lihat Palembang Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun