Pihak pengelola melarang wisatawan berenang dan membuat trotoar baru untuk  mencegah pengunjung menginjak-injak ekosistem pesisir yang rapuh.
"Ketika Maya Bay akhirnya dibuka kembali pada awal  2022, jumlah pengunjung berkurang dari sebelumnya sekitar 7000 menjadi sekitar 400 per hari, kata Thon Thamrongnawasawat, kepala tim restorasi.
Lanjut Thamrongnawasawat kebijakan ini  adalah salah satu aksi kelautan paling sukses selama bertahun-tahun, tidak hanya bagi Thailand tapi juga bagi seluruh dunia.
Bhutan Naikan Biaya bagi Wisatawan
DW juga mengungkapkan kesadaran pentingnya pariwisata berkelanjutan  membuat Kerajaan Kecil Bhutan di Hilmalaya menginvestasikan pendapatan pajak untuk konservasi dan keberlanjutan melalui penanaman pohon, pembersihan dan pemeliharaan jalan setapak, serta listrik transportasi.
Biaya tersebut telah membantu Bhutan menjadi satu-satunya negara dengan karbon negatif di Asia Selatan karena hutan lindungnya terus menyimpan lebih banyak karbon daripada emisi negara tersebut.
Bhutan juga memperkenalkan  Biaya Pembangunan Berkelanjutan (SDF) sebesar USD65 per wisatawan  sekitar tiga dekade lalu untuk membatasi pariwisata massal di negara pegunungan tersebut.
Dana tersebut juga digunakan untuk mengatasi kerentanan yang tinggi terhadap perubahan iklim, yang dampaknya berkisar dari kekeringan parah hingga pencairan gletser.
Bahkan pada 2022, pemerintah Bhutan menaikkan biaya harian menjadi USD200 dolar per orang ketika pariwisata dibuka kembali setelah pandemic. Uang tunai tersebut akan digunakan untuk mengimbangi emisi pariwisata.
Namun kenaikan tarif tersebut memukul jumlah wisatawan dan mengakibatkan kerugian di seluruh sektor. Pada Agustus 2023, Bhutan mengurangi separuh jumlah tersebut menjadi USD100 untuk menstimulasi pariwisata seiring dengan upaya menjaga keseimbangan antara perlindungan iklim dan perekonomian lokal.
Memang bukan hal mudah menyeimbangan kepentingan ekonomi dan lingkungan di dunia pariwisata.
Irvan Sjafari