Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Di "Kampung" Saya, Usaha Kuliner Langsung Terimbas PPKM Darurat

7 Juli 2021   11:25 Diperbarui: 7 Juli 2021   11:34 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah Makan Assli Sunda yang hidangannya lezat-Foto: Irvan Sjafari

Selasa Sore, 6 Juli 2021 saya singgah di rumah makan Assli Sunda di kawasan Cinere, Depok, Jawa Barat  yang merupakan langganan saya sejak dua minggu terakhir ini. Tentunya untuk dibawa pulang, karena adanya masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM)  Darurat. Hal ini saya paham tidak boleh makan di tempat. 

Bagi saya singgah di rumah makan ini pengobat rindu karena pandemi Covid-19 membuat saya tidak bisa mengunjungi Bandung selama satu setengah tahun ini. Kebetulan cita rasa masakannya mulai ayam goreng hingga pepes terinya, berikut sambalnya pas dengan masakan Sunda yang ada di Kota Bandung. 

Harga makanannya pun cukup bersahabat, ketika sebelum PPKM Darurat, masih diperbolehkan makan di tempat nasi, lalap plus lauk, sambal Rp23 ribu dengan nasi tidak terbatas dan minuman teh tawar gratis.  Masih di bawah restoran Padang Sederhana Rp26 ribu dan kalau tambah nais ada biaya lagi dan tentunya rumah makan cepat saji.  

Sayang saya kehilangan ketika pada Selasa itu Dudu, pengelola rumah makan ini, yang berpusat di kawasan Cipanas, Jawa Barat  menghampiri saya sambil menyerahkan bungkusan.

"Besok Rabu 7 Juli, kami tutup dulu hingga lebaran Haji.  Omzet kami merosot hingga separuh hingga tak bisa menutupi biaya produksi dan oeprasional," kata dia, seraya menyebut  omzet rumah makan ini hanya sekitar Rp500 ribu per hari sebelum PPKM.

Padahal rumah makan ini mempunyai halaman cukup luas, yang memungkinkan pengunjung yang ingin makan di dalam bisa menjaga jarak dan berada di ruang yang terbuka, di samping ada yang di dalam untuk lesehan.

"Keadaan sekarang bagi usaha kuliner lebih buruk dibanding masa pandemi, " ucap dia, ketika saya meninggalkan rumah makan itu.

Bukan saja rumah makan masakan Sunda itu yang terdampak, Restoran Cepat Saji yang ada di dalam mal juga merosot omzetnya.  Karyawan yang melayani saya menyebut bahwa untung gerai tidak ditutup, karena dengan tidak diperbolehkannya take dine (makan di dalam walau dengan 50% kursi), omzet merosot sampai 50%.

Bagaimana dengan kaki lima? Sama saja.  Purino, seorang pedagang bakmi di kawasan Pasar Segar mengaku hanya bisa menjual paling banyak 20 mangkok selama PPKM Darurat. Jumlah ini separuh dari penjualan sebelum PPKM Darurat.  "Kalau sebelum pandemi lebih besar lagi," ujar dia.

Beberapa warung makan kaki lima malah memilih tutup. Saya kehilangan warung pecel ayam goreng yang juga langganan saya.  Rumah makan yang tersisa dikerubuti oleh driver ojek online yang melayani pemesanan makanan, untungnya mereka memakai masker. Saya menghindar antri dengan mereka dan memilih tempat yang lebih sepi.

Di "kampung" saya, jam 7 malam, mal dan rumah makan harus tutup hingga antara jam 5 hingga jam 7 malam menjadi fase krusial bagi mereka yang harus menyiapkan makan malam untuk keluarga. Saya sendiri juga menghindari-kecuali terpaksa-keluar di atas jam 7 malam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun