Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bandung 1962, Mahasiswa Repot Nasi, Rakyat Repot Mudik

25 September 2018   12:57 Diperbarui: 25 September 2018   13:34 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana kampus Unpad tempo dulu-Foto: http://ika-fkunpad.org/napak-tilas-kampus

Industri Tekstil Porak Poranda

Hasil Sensus Rumah Tangga pada Maret 1961 yang dirilis Pikiran Rakjat 13 Februari 1962 menunjukan Bandung praktis menjadi kota industri kedua di Indonesia menurut jumlah perusahaan dan nomor tiga menurut jumlah tenaga kerja.

Perusahaan yang bergerak di bidang makanan 1317 buah yang diketahui (terdaftar) dan 299 yang tidak diketahui (belum terdaftar di instansi).  Sementara yang bergerak di pakaian jadi berjumlah 1223 terdaftar dan 295 tidak diketahui, tekstil 291 yang diketahui dan 36 yang tidak diketahui.  Pada waktu itu tekstil dan pakaian jadi dipisah.  Kalau dijumlah maka bidang kuliner dan garmen (fashion) merupakan dua bidang industri terbesar di Kota Bandung (bahkan hingga sekarang).

Bidang yang menonjol lainnya ialah pengangkutan sebanyak 665 yang diketahui dan 173 yang tidak diketahui, diikuti mebel dan alat rumah tangga sebanyak 335 yang diketahui dan 70 yang tidak diketahui. Bidang lain berkisar antara 8- hingga 200-an.  Total industri yang ada di Kota Bandung berkisar 5-6 ribu baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui dengan jumlah tenaga kerja total 41 ribuan. 

Jumlah itu dibandingkan populasi Kota Bandung sekitar itu antara 700 ribu hingga 800 ribu jiwa, sekalipun kota industri kedua masih kecil menampung tenaga kerja.  Tetapi sebetulnya ironis adalah sekalipun industri tekstil dan pakaian jadi menonjol, tetapi justru mengalami kesulitan besar karena ketiadaan bahan baku, seperti benang.  Pengusaha tenun dan konveksi macet karena ketiadaan benang.

 Pada Januari 1962, Wakil Ketua Operasi Konveksi DT I Jawa Barat Agus Kemal mengatakan, benang untuk keperluan  usaha-usaha konveksi tidak akan sulit apabila pengusaha memiliki benang yang panjangnya 10 ribu yards. 

"Benang kelosan EZ Rp6 per kelos, tetapi di luar mencapai Rp20 tiap kelos dan sulit didapat,"  ujar dia kepada media waktu itu. Kesulitan mendapatkan bahan baku benang masih ditambah dengan kebutuhan akan mesin dan suku cadang (spare parts).

Persoalan tekstil menjadi pelik  Hari Raya Idul Fitri akan tiba.  Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Bandung  misalnya, menyatakan diperlukan 4,5 juta meter kain untuk kebutuhan 1,5 juta penduduknya dan 600 ribu kain sarung.  Untuk pembuatan kain dibutuhkan 7.500 bal benang.

Dunia Hiburan  Masih Gemerlap dan Lebaran Prihatin 

Mereka yang berpunya masih menikmati hiburan yang disajikan di hotel-hotel.  Pertunjukan musik di Grand Hotel Lembang setiap akhir pekan jalan terus.  Pada 13 Januari ada Edy Karamoy yang disebut "gitaris tengil" dan Minggunya 14 Januari 1962 ada band berirama latin.

Pada hari yang sama, Grand Hotel Preanger menggelar pertunjukan Cubana Ria dan Band Gita Remaja keesokan harinya. Minggu depannya, hotel ini mengadakan pertunjukan musik  Gempita Lima.  Semua pertunjukan diadakan pukul 20.00 hingga tengah malam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun