Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Bukankah Tayangan Televisi Cerminkan Pemirsanya?

27 Maret 2018   09:44 Diperbarui: 27 Maret 2018   12:08 1813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber gambar: popmagz.com)

Saya jadi kagum ketika Thailand (selatan) ternyata punya penyanyi dangdut, begitu juga dengan negara Timor Leste. Peserta dari luar Indonesia, bukan hanya negara yang punya budaya Melayu, seperti Brunei, Singapura, dan Malaysia.

Di sisi lain pengemasannya lebih banyak menyajikan komentar para juri yang memakan durasi cukup banyak, lebih banyak guyonan. Apa boleh buat, penonton menyukainya. Tapi bagi saya akhir itu mencerminkan bahwa begitu karakter penonton acara ini, sebetulnya sebangun dengan acara dakwah keislaman yang lebih suka guyon.

Selain itu stasiun televisi kerap memutar ulang film Hollywood atau Hongkong. Film Home Alone, Baby's Day Out, Rush Our Jacky Chan, dan sebagainya bergantian hampir di semua stasiun televisi. Apakah memang stasiun televisi kehabisan ide atau kehabisan dana untuk mengisi slot?

Kalau memang menghadapi masalah-masalah itu, mengapa televisi memaksakan diri untuk siaran 24 jam? Saya kira itu juga merupakan faktor, selain kehilangan karakter. Saya melihat bukan lebay, tetapi pengelola stasiun televisi gamang mencari cara untuk bertahan.

Saya yakin SDM di televisi melalui seleksi yang baik. Di antara mereka juga sadar kalau ada tayangan yang tidak mendidik. Tetapi stasiun butuh dana dari iklan dan iklan hanya mau pasang pada tayangan yang ditonton banyak orang.

Pertanyaan lain berapa penonton yang kritis sebetulnya? Saya khawatir tidak banyak. Mereka masih ada di jalan di tengah macet, sedang nongkrong di kafe bagi yang lajang bersama komunitasnya, ketika prime time di televisi. 

Yang tinggal di rumah siapa? Ibu rumah tangga (yang bukan wanita karir atau pekerja), para pembantu rumah tangga, anak-anak sekolah? Dari golongan menengah, setahu saya punya televisi kabel atau nonton DVD. 

Saya sendiri orang yang terpaksa masuk perangkap rutinitas. Acara favorit saya "Jazzy Nite" dari Kompas TV, kalau perlu saya nonton langsung dari Citos kalau penyanyinya favorit saya seperti Yura atau Mocca.

Sekali-sekali saya nonton Indonesian Idol atau pencarian bakat hanya untuk bisa memetakan siapa penyanyi masa depan. Acara pagi di Kompas TV atau Net TV kalau saya sedang tidak shift kerjaan saya ikuti, karena ada penyanyi band indie, alternative.

Pada 1990-an saya selalu menanti X-Files, yang Alhamdullilah diputar agak larut malam. Jadi pulang kerja bisa nonton. Hanya dua atau tiga episode yang terlewat. Dulu RCTI pernah memutar Dunia Tanpa Koma, saya usahakan menonton kalau tidak di rumah, ya di kantor. Pulang malam, pulang malam.

Jejak Petualang, juga sebetulnya terobosan yang bagus, bisa memberikan referensi. Sayang setelah ditinggal Riyanni Djangkaru dan Medina Kamil jadi tidak menarik. Kalau acara musik, tergantung penyanyinya siapa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun