Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Novel | Koloni (45)

10 Juni 2017   04:16 Diperbarui: 10 Juni 2017   04:22 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Irvan Sjafari

“Laki-laki tidak boleh ikut, rahasia?”  Zahra tergelak khasnya. Dia mencium dan menggigit cuping telinganya. “Gigitan kupu-kupu.”

Alif akhirnya memilih mengunungi blok lain dari koloni.  Dia diperbolehkan membawa kendaraan semut melintasi ladang jagung dan padi untuk tiba di blok yang berjarak satu kilometer dari blok tempat dia tinggal.  Karena sering terbang dengan kupu-kupu Zahra, Alif sudah menghafal dalam benaknya wilayah koloni berbentul hexagonal kalau dilihat dari udara.    

Blok tempat dia tinggal bersama Zahra anggap Blok I. Karena di situ ada Rumah Mahkota dan tempat tinggal para tetua. Sekalipun mereka jarang membaur.  Di Blok ini ada auditorium tempat hiburan.  Blok ini tempat tinggal kaum kupu-kupu dan lebah. 

Antar blok itu ada peternakan lebah, kebun sayur mayur, ladang jagung, padi, pohon sukun, kolam ikan yang dipisahkan dengan jalan tanah dan batu.  Luas koloni yang dihuni, kalau digabung keenam blok, berikut infrastruktur pendukung, berikut ruang terbuka hijau ditaksir Alif dibanding Kota Bandung adalah areal dari Dago, Cipaganti, Cihampelas hingga alun-alun atau hanya separuh wilayah Bandung bagian utara.  Lebih dari cukup untuk ruang hidup tiga ribu populasi. 

Alif memperkirakan masih cukup untuk enam ribu manusia dan itu artinya daya dukung Koloni masih bisa hingga sepuluh tahun mendatang.  Tetapi apa yang terjadi sesudah itu dia tidak tahu.      

Kendaraan semut yang dipinjamnya dari Andro   akhirnya melalui Blok II tempat tinggal para rayap yang terkenal dengan arsitekturnya yang menakjubkan. Dia memotret sebuah bangunan baru yang dirancang “Insinyur” Christine, berbentuk kerucut. Kamera digitalnya yang sudah berkurang ketajamannya, dan memory card terus dihapus kalau penuh.

Bangunan itu  terbuat dari tanah liat dipadu batu-batu. Namun agar tidak rontok dengan hujan Christine membuat alur-alur air dan mengalirkan langsung ke dalam kolam bawah tanah. 

Blok II punya ruang tempat makan sendiri bagi warganya.  Tampaknya juga baru dibuat karena ketika dia datang dulu mereka masih makan di Blok I.  Tempat makan Blok II berbentuk bulat mirip jamur karena ada tiang utama di tengahnya.  Sebagian komunitas lebah dan kupu-kupu juga tinggal di sini.

Beberapa warga Blok II membersihkan jalanan. Di antaranya ada yang menyapa. Beberapa lagi membersihkan bangunan.    Sebagian warga koloni berdiam di sarangnya masing-masing.  Anak-anak bermain di koridor antar sarang berbentuk hexagonal itu tanpa rasa takut. 

Harum benar, tidak akan ada yang menculik anak-anak di negeri ini, tak ada kaum pedophilia, karena semua anak tumbuh normal, tak ada perkelahian yang serius karena mainan cukup, makanan cukup, kalau pun ada yang berkelahi sifatnya temporer seperti anak-anak lazimnya.  Ada anak-anak yang berolahraga bermain kasti. 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun