Mohon tunggu...
Junjung Widagdo
Junjung Widagdo Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 1 METRO, LAMPUNG

Untuk saat ini menulis

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Menikah dengan Bijak: Catatan untuk Para Jomlo

11 Februari 2024   12:15 Diperbarui: 12 Februari 2024   15:00 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: KOMPAS.com dari SHUTTERSTOCK 

Kegagalan pernikahan dapat memiliki dampak yang serius, oleh karena itu penting untuk memahami bahwa pernikahan membutuhkan persiapan yang matang, dan tidak ada salahnya untuk menunda menikah jika memang belum siap. 

Lebih tepatnya, bukanlah tentang menunda menikah, tetapi mungkin lebih tepat disebut sedang mempersiapkan diri untuk menikah. 

Masalah muncul ketika dalam proses persiapan, seseorang tidak benar-benar siap dan terus-menerus tidak mempersiapkan diri dengan baik, yang pada akhirnya terkesan sebagai penundaan menikah. 

Sebaiknya memang tidak sembarangan dalam menikah, karena pernikahan membutuhkan persiapan yang matang. Jika seseorang belum siap, sebaiknya jangan menikah, karena segalanya harus dipersiapkan dengan baik. 

Saya sering melihat banyak contoh kegagalan pernikahan di depan mata saya, baik dalam bentuk perceraian maupun dalam bentuk ketidakharmonisan keluarga akibat kondisi rumah tangga yang tidak kondusif. 

Kedua kondisi ini berdampak buruk pada anak, baik sebagai korban perceraian maupun korban ketidakstabilan dalam lingkungan rumah tangga.

Salah satu pengalaman yang menggugah adalah ketika saya memanggil salah seorang siswa ke ruangan. Siswa tersebut dikenal sebagai siswa yang sering melanggar aturan dan sangat emosional. 

Dia sering bermasalah dengan tata tertib sekolah dan memiliki konflik dengan teman-temannya. Ternyata, dia adalah korban dari perceraian orangtuanya. 

Ayah dan ibunya bercerai ketika dia masih duduk di bangku sekolah dasar. Dia menggambarkan betapa hancurnya perasaannya ketika orangtuanya berpisah. 

Pasca perceraian dan kedua orangtuanya menikah lagi, dia merasa tidak memiliki tempat yang nyaman. 

Saat mengunjungi ayahnya, ibu tirinya tidak menyambutnya dengan baik, begitu juga saat mengunjungi ibunya, ayah tirinya tidak menyambutnya dengan baik pula. 

Akhirnya, dia tinggal sendirian di sebuah kontrakan yang dulunya milik ayah dan ibunya. Keadaannya lebih mirip kamar kos daripada sebuah rumah. 

Kata-katanya kepada saya saat itu sangat menyentuh; "Saya tidak pernah meminta untuk dilahirkan, Pak." Suasana ruangan menjadi hening, dan saya merasakan kepedihan yang dia rasakan. 

Kisah tersebut hanyalah salah satu dari banyak kisah yang saya temui saat menjadi guru di sekolah. Banyak kisah tentang bagaimana gagalnya pernikahan berdampak pada anak-anak. 

Ada juga kisah tentang kerabat yang mengalami kegagalan dalam pernikahan. Saya menyimpulkan bahwa kegagalan pernikahannya disebabkan oleh dua hal utama: ketidaksepakatan dan masalah finansial. 

Akibatnya, mereka berpisah dan meninggalkan satu anak yang kemudian diurus oleh salah satu dari mereka. 

Ada juga kisah tentang rumah tangga yang tidak harmonis, tetapi tidak sampai bercerai. Dalam kasus ini, anak-anak menjadi korban karena kehadiran ayah secara emosional hampir tidak ada. 

Sang ayah lebih fokus pada dirinya sendiri dan melupakan tanggung jawabnya sebagai suami dan ayah. Korban utamanya adalah anak-anak. 

Kegagalan pernikahan bisa mengorbankan segalanya, terutama anak-anak, yang merupakan korban utama dalam situasi tersebut.

Oleh karena itu, tidak ada salahnya untuk menunda pernikahan jika memang belum siap, karena pernikahan bukanlah hal yang sepele. 

Jangan Korbankan Diri 

Menikah seharusnya menjadi jalan menuju kebahagiaan, bukan arena pengorbanan. Berharap bahwa seseorang akan berubah setelah menikah dengan kita adalah harapan yang sia-sia. 

Saya sangat tidak setuju dengan pernyataan lebay yang menyatakan, "mudah-mudahan setelah menikah denganku, dia akan berubah". Oh tidak! Anda tidak akan bisa mengubahnya, tidak peduli seberapa lama. 

Angan-angan tentang seseorang yang berubah setelah menikah hanyalah kemungkinan yang sangat jarang terjadi. 

Karena perilaku seseorang saat ini adalah hasil dari pengalaman dan asuhan lingkungan selama bertahun-tahun, yang membentuk sebuah karakter. 

Jangan berangan-angan seolah-olah kedatangan kita, yang baru saja bertemu beberapa bulan atau tahun, dapat menghapus pengalaman bertahun-tahun yang telah membentuk karakter seseorang. Kemungkinan terbaiknya hampir tidak ada.

Saya sendiri pernah melihat sebuah rumah tangga yang salah satunya dibangun atas motivasi tersebut. Hasilnya? Nihil. Anak-anak menjadi terabaikan oleh salah satu orang tuanya. 

Dan bagaimana dengan individu yang memiliki motivasi seperti ini? Mereka merasa putus asa dan terombang-ambing oleh perasaan kesepian, karena cintanya tidak dihargai sebagaimana mestinya. 

Mereka merasa frustasi, merasa bahwa segala pengorbanan yang telah mereka berikan dianggap sia-sia, dan akhirnya menyesal telah menikah. 

Siapa yang menjadi korban? Anak-anak menjadi korban dari ketidakstabilan dalam rumah tangga tersebut.

Logika Tetap yang Pertama

Sangatlah penting untuk menggunakan logika dan pertimbangan yang matang, bukan hanya karena alasan cinta semata. 

Motivasi untuk mengubah pasangan dengan mengorbankan diri seringkali didasari oleh cinta mati salah satu pasangan terhadap yang lain. 

Namun, hal ini justru dapat menciptakan hubungan toxic yang seharusnya membawa kebahagiaan namun malah menyakitkan. 

Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa cinta terhadap seseorang tidak hanya didasarkan pada perasaan semata, tetapi juga dipertimbangkan dengan unsur logika yang sehat.

Ada sebuah prinsip bijak dari budaya Jawa yang mengatakan "bibit, bebet, bobot". 

Bibit mengacu pada garis keturunan seseorang, bebet mengacu pada status sosial ekonomi, dan bobot mengacu pada karakter dan kompetensi yang dimiliki oleh pasangan. 

Prinsip bijak ini seharusnya tetap menjadi pertimbangan bagi siapa pun yang akan menikah. 

Pasalnya, pernikahan bukanlah hal yang sederhana karena akan membawa konsekuensi untuk hidup selamanya dengan pasangan tersebut, termasuk dengan kondisi genetisnya, keluarganya, dan kedewasaannya.

Dalam era modern saat ini, calon pasangan dapat dengan mudah memeriksa kondisi genetis dan kelainan genetis masing-masing untuk menjaga keturunan agar tidak terdampak oleh kelainan genetis yang diwariskan. 

Selain itu, juga penting untuk mempertimbangkan status keuangan pasangan, karena kondisi ekonomi yang stabil dapat menjadi salah satu faktor penting dalam menjaga kebahagiaan hubungan.

Pendewasaan diri dan kompetensi juga sangat penting. Kemampuan untuk menghadapi berbagai ujian hidup, baik dalam hal keuangan maupun hubungan percintaan, akan membantu menjaga kestabilan hubungan. 

Mendidik anak juga memerlukan pengetahuan, keterampilan dan kedewasaan.

Oleh karena itu, sebelum memutuskan untuk menikah, sangatlah penting untuk menggunakan logika dan pertimbangan yang matang, bukan hanya karena alasan cinta semata. 

Dengan demikian, diharapkan pernikahan dapat tetap membawa kebahagiaan dan menghasilkan anak-anak yang berkualitas.

Evaluasi Kondisi Keuangan

Karena cinta saja gak bikin kenyang, hehehe, saya menyindir, tapi memang benar, satir ini mencerminkan bahwa cinta semata tidaklah cukup. 

Pasangan yang sudah menikah tetap memerlukan berbagai kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Dan semua ini termasuk dalam kebutuhan primer. 

Kebutuhan dasar ini tidak bisa dipenuhi hanya dengan modal cinta, tetapi memerlukan uang. Dan uang tersebut harus diperoleh melalui usaha dan jerih payah sendiri, bukan melalui subsidi dari orang tua atau bahkan dari pemerintah, hehehe.

Saya menekankan kepada semua jomlo yang akan menikah, lebih baik untuk mengevaluasi kondisi keuangan mereka terlebih dahulu. 

Apakah mereka sudah mampu untuk menghidupi diri sendiri dengan konsisten? Minimal, mereka harus memiliki penghasilan tetap atau sedang konsisten dalam berusaha atau bekerja, baik sebagai wirausaha maupun pekerja. 

Ini penting, karena menikah membutuhkan nafkah, bukan hanya sekedar cinta. Jika pasangan juga bisa bekerja, maka mereka dapat saling melengkapi dalam kondisi keuangan rumah tangga.

Sama seperti yang saya lakukan sebelum menikah. Pada periode awal sebelum menikah, fokus saya adalah bagaimana cara untuk segera memiliki penghasilan tetap. 

Dan satu-satunya pilihan tercepat pada saat itu adalah dengan menjadi seorang pekerja. Saya bersyukur karena akhirnya diterima di sebuah perusahaan penyedia jasa telekomunikasi dengan logo bernuansa kuning yang masih eksis hingga saat ini. 

Hal ini menunjukkan bahwa saya memang mempersiapkan diri untuk menikah, dengan memperkuat kondisi keuangan saya, baik sebagai pekerja maupun usaha mandiri.

Jadi, janganlah hanya mengandalkan cinta semata. Tidak memiliki apapun dan kemudian menikah, emang kenyang makan cinta?

Menyatukan Keluarga

Hal yang sangat penting dalam menunjang kebahagiaan pasangan yang menikah adalah dukungan dari kedua keluarga besar. 

Bagaimana pernikahan dapat menyatukan dua keluarga besar menjadi satu keluarga yang utuh dan harmonis sangatlah berarti. 

Banyak kasus di mana konflik antara keluarga besar pasangan dapat menyebabkan perpisahan dalam pernikahan. 

Sungguh membanggakan jika pernikahan dibangun atas restu dari kedua keluarga besar, baik keluarga suami maupun keluarga istri.

Oleh karena itu, jika salah satu keluarga besar tidak merestui, lebih baik membatalkan atau menunda pernikahan. 

Hal ini jauh lebih baik daripada saling tersakiti karena ketidaksetujuan dari anggota keluarga besar masing-masing.

Yang terpenting adalah dukungan dari keluarga inti, yaitu ayah, ibu, dan saudara-saudara kandung. 

Saya teringat sebuah kasus di mana pernikahan seseorang harus diakhiri karena keluarga besar tidak merestui hubungan mereka, dan siapa yang menjadi korban? 

Tentu saja, anaklah yang menjadi korban. Oleh karena itu, pastikan juga bahwa misi pernikahan adalah untuk menyatukan kedua keluarga besar, dan pastikan bahwa hal ini tercapai. 

Jangan sampai salah satu pasangan atau kedua keluarga besar saling bermusuhan, karena ini bisa mengarah pada kehancuran pernikahan.

Jangan membayangkan pernikahan seperti kisah Romeo dan Juliet. Kedua tokoh ini bahkan harus mengakhiri hidup mereka karena tekanan dari keluarga besar yang tidak setuju dengan pernikahan mereka. 

Oleh karena itu, pastikan bahwa mendapatkan restu dari kedua keluarga besar adalah langkah yang sangat penting, karena pernikahan sejati adalah tentang menyatukan keluarga.

Jangan Asal Janji

Jika memang tidak berniat atau tidak mampu untuk menepati janji, lebih baik jangan berjanji hanya untuk menikah.

Pernikahan yang dibangun atas janji-janji kosong berpotensi menciptakan hubungan yang toxic dalam keluarga, dan pada akhirnya bisa berujung pada perceraian.

Salah satu contoh adalah janji untuk menanggung nafkah dan biaya pendidikan adik atau keluarga lainnya. 

Hal ini membutuhkan komitmen dan kematangan finansial yang besar, jadi jika kita tidak mampu, lebih baik tidak dipaksakan. 

Memaksakan pernikahan dengan janji-janji yang tidak dapat dipenuhi dapat merusak keutuhan pernikahan dan membebani kedua belah pihak.

Oleh karena itu, laki-laki seharusnya tidak berjanji hanya untuk menikahi perempuan yang dicintai, dan tidak boleh membuat kebohongan mengenai syarat janji mereka, begitu pula sebaliknya.

Untuk menciptakan pernikahan yang bahagia dan utuh, serta untuk kebahagiaan, kita harus berhenti berjanji dengan janji yang hanya asal-asalan. 

Saling Cinta

Mencintai tanpa dicintai itu sangat menyakitkan. Pernikahan membutuhkan kedua belah pihak saling mencintai dan dicintai, bukan hanya berjuang untuk mencintai. 

Cinta adalah syarat yang paling utama dan mendasar dalam sebuah hubungan.

Sangat menyakitkan ketika kita hanya mencintai tapi tidak mendapat balasan yang sama. 

Pernikahan bukan hanya tentang akad yang mudah, tetapi juga perjalanan yang panjang dan membutuhkan dukungan serta pelukan satu sama lain.

Mencoba memaksa untuk dicintai oleh pasangan hanya akan menimbulkan konflik dan menyakiti satu sama lain. Potensi untuk saling menyakiti pun menjadi besar. 

Bahkan, potensi untuk berselingkuh pun juga meningkat, yang pada akhirnya dapat berujung pada perceraian, dan siapa yang akan menjadi korban? Tentu saja, anak-anaklah yang akan menderita. 

Oleh karena itu, mari kita tidak memaksa untuk menikah jika tidak saling mencintai.

Yuk Bersiap Menikah

Memilih untuk menunggu hingga segala sesuatunya berada pada titik yang tepat akan memberikan fondasi yang lebih kokoh untuk memulai hidup bersama.

Menikah membutuhkan lebih dari sekadar cinta dan keinginan, tetapi juga memerlukan kemampuan. Lebih baik memastikan bahwa Anda mencintai seseorang yang sesuai dengan bibit, bebet, dan bobotnya. 

Pastikan cinta Anda memiliki dasar yang logis, dan bukan seperti dalam lagu Agnes Monica yang mengatakan "cinta ini kadang-kadang tak ada logika", hehe.

Selain itu, pastikan kondisi keuangan Anda cukup kuat, setidaknya untuk memenuhi kebutuhan dasar secara konsisten, bukan untuk kemewahan. 

Pastikan juga bahwa kedua keluarga besar tidak memiliki masalah yang berpotensi mengganggu hubungan Anda. Jangan membuat janji-janji yang tidak dapat Anda tepati.

Dan yang terakhir, pastikan Anda saling mencintai. Ingatlah, di luar sana banyak orang yang siap memberikan cinta kepada siapapun yang mencari cinta.

Jika semua persiapan telah selesai, mari kita laksanakan pernikahan ini dengan senang hati. 

Namun, jika masih ada hal-hal yang belum terselesaikan, bijaksanalah untuk menunda pernikahan ini sementara waktu hingga semua persiapan telah siap sepenuhnya. 

Para jomlo, ayo segera menikah, jangan tinggalkan berbagai catatan di atas agar pernikahan anda adalah pernikahan yang membahagiakan, yuk gaskeun!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun