Mohon tunggu...
Junjung Widagdo
Junjung Widagdo Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 1 METRO, LAMPUNG

Untuk saat ini menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Inner Child, Akar Utama Kekerasan Anak di Sekolah

14 September 2022   22:26 Diperbarui: 21 September 2022   08:47 1371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kekerasan Terhadap Anak I Sumber Gambar: parapuan.co

Tersangka IH memukul dengan menggunakan patahan tongkat pramuka ke bagian kaki dan melakukan pukulan tangan kosong ke bagian dada. Sedangkan tersangka MF memberi hukuman dengan cara menendang ke bagian dada,

Ungkap Kapolres Ponorogo, AKBP Catur Cahyono Wibowo seperti di kutip dari regional.kompas.com pada 12 September 2022 pukul 20.28 WIB.

Terheran-heran dengan kelakuan para tersangka penganiaya AM seorang santri pondok Pesantren Gontor 1 hingga mengakibatkan AM tewas akibat penganiaayaan tersebut. 

Betapa mudahnya para senior AM melakukan tindakan kekerasan terhadap juniornya tersebut hanya gara-gara masalah sepele yang seharusnya bisa di selesaikan dengan cara yang lain, bukan dengan kekerasan yang akhirnya berujung pada kematian. 

Siapa yang salah dan apa yang menjadi latar belakang dari senior AM hingga dengan tega melakukan tindakan pemukulan hingga berujung pada kematian?

Senin, 22 Agustus 2022, Soimah dan Rusdi orang tua dari santri AM (17 tahun), tidak menyangka bahwa hari itu adalah hari nahas bagi putranya yang saat itu sedang menempuh pendidikan di Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur.

Permasalahan yang terjadi hanya terkait barang perkajum (perkemahan hari Kamis dan Jum'at) yang hilang dan rusak, hal itu membuat MF dan IH (senior penanggung jawab peralatan) sampai hati melakukan tindakan kekerasan pada AM selaku ketua panitia perkajum. 


Banyak polemik berkembang dari kasus ini, siapa yang salah dan bertanggung jawab atas kejadian tragis yang menimpa santri pondok pesantren sekelas Gontor, ponpes terbesar di Indonesia. 

Gontor di nilai lambat dalam memberikan pengakuan bahwa memang korban meninggal karena aksi kekerasan yang dilakukan oleh seniornya di ponpes tersebut. 

Bahkan Gontor juga dinilai kurang tepat saat awal setelah pengakuan adanya kasus kekerasan yang mengakibatkan AM meninggal, dengan hanya mengeluarkan santri pelaku kekerasan, publik ingin melihat Gontor cepat tanggap, dengan segera memberikan pengakuan, melaporkannya pada pihak berwajib serta meminta maaf di hadapan publik atas kejadian ini.

Siapa yang harus bertanggung jawab?

Sebenarnya aksi kekerasan ini tidak hanya terjadi di pondok modern Darussalam Gontor saja, yang notabene berbasis sekolah asrama, tetapi pada sekolah-sekolah lain baik negeri maupun swasta juga memiliki potensi kasus kekerasan seperti ini, bahkan juga di sekolah kedinasan ataupun pada perguruan tinggi. 

Kasus ini harusnya menjadi pembuka mata kita semua, bahwa kasus kekerasan di sekolah ini mungkin terjadi di sekolah manapun. 

Masih ingat dengan kasus pembunuhan Wahyu Hidayat? 

Wahyu Hidayat adalah mahasiswa STPDN (sekarang IPDN) yang tewas pada tahun 2003 akibat aksi kekerasan yang dilakukan oleh seniornya, ini membuktikan bahwa sekelas lembaga pendidikan yang dikelola oleh negara pun tak luput dari tindakan kekerasan di dalamnya.

Atau masih ingat dengan kasus pembunuhan Ade Sara? 

Ade tercatat adalah mahasiswi semester dua perguruan tinggi Bunda Mulia jurusan psikiater, Jakarta utara,kala itu pada tahun 2014. 

Motif pembunuhan Ade Sara pun sepele, Ahmad Imam Al Hafitd alias Hafiz (19) sakit hati karena Ade Sara yang merupakan mantan kekasihnya sulit untuk dihubungi setelah hubungan mereka kandas dan Ade Sara juga tidak mau lagi menjalin hubungan dengan Hafiz.  

Hafiz tidak sendiri, dia dibantu oleh Assyifa Ramadhani alias Syifa (18), motif nya pun terbilang sepele, sebagai kekasih baru Hafiz, Sifa tidak ingin Hafiz kembali berhubungan dengan Ade Sara, dan pada akhirnya persekongkolan jahat itu pun menelan korban, Ade Sara harus tewas di tangan keduanya. 

Faktor apa yang menyebabkan anak melakukan kekerasan?

Secara umum ada dua faktor utama yang menyebabkan anak melakukan tindakan kekerasan; yaitu faktor biologis dan faktor lingkungan (health.kompas.com/ 8 Maret 2020), kedua faktor tersebut tergabung dalam sebuah istilah yang baru-baru ini santer kita dengar dengan sebutan "Inner Child". Apakah yang dimaksud dengan inner child?

Inner child adalah sekumpulan faktor biologis dan lingkungan, yang memberikan memori masa kecil pembentuk kepribadian seseorang ketika dewasa.  

Selain dari faktor biologis berupa faktor genetik, sistem otak dan hormon yang di wariskan oleh orang tua, inner child ini terdiri dari berbagai memori masa kecil yang di dapatkan pada lingkungan keluarga, pertemanan dan juga tontonan. 

Inner child ini mempengaruhi tindak tanduk dan perilaku seseorang ketika dewasa, mempengaruhi bagaimana seseorang memandang sebuah permasalahan, dan juga mempengaruhi bagaimana seseorang mengambil keputusan dalam penyelesaian masalah yang dihadapi.

Yang paling utama adalah pada periode perkembangan 0 - 6 tahun, ini adalah periode emas anak dalam menyerap berbagai pengetahuan yang ada di lingkungannya; bahasa, perilaku, adat kebiasaan.

Cara berinteraksi dengan orang lain dan berbagai pengetahuan lain yang diserap oleh anak pada lingkungan dimana dia tumbuh, dan keluarga adalah lingkungan utama dan awal bagi seorang anak untuk belajar bagaimana menghadapi hidup.

Kebiasaan-kebiasaan yang hadir pada lingkungan anak tumbuh akan menjadi role model yang pada akhirnya terpatri di dalam diri anak sehingga terproyeksikan saat dewasa kelak.

Siapa yang seharusnya bertanggung jawab atas kekerasan yang dilakukan oleh anak?

Dari uraian di atas sepertinya tidak berlebihan jika memandang keluarga sebagai hal yang seharusnya paling bertanggung jawab dalam tumbuh kembang anak. 

Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan sikap, perilaku dan pola pikir seorang anak. 

Orang tua sebagai penanggung jawab dalam keluarga juga memiliki porsi yang besar dalam pembentukan inner child anak. Jika anak masuk dalam pengalaman masa lalu yang buruk, maka orang tua adalah penanggung jawab dari apa yang di dapatkan oleh anak.

Jadi tak salah, jika orang tua adalah alasan utama dari kekerasan yang dilakukan oleh anak!


Bagaimana mencegah anak dari inner child yang buruk?

Berikut adalah beberapa hal yang mungkin bisa kita terapkan dalam keluarga kita agar anak tidak menjadi pelaku kekerasan; 

1. Jadikan keluarga sebagai sumber role model yang baik

60641ef31d7cb-6321eaa241ec7a4816393a05.jpg
60641ef31d7cb-6321eaa241ec7a4816393a05.jpg
Ilustrasi Keluarga Yang Mengajarkan Cinta dan Kasih Sayang I Sumber Gambar: kompas.com dari Shutterstock

Dulu memang pernah ada beritanya bahwa dr O ditangkap karena kasus aborsi. Sempet di penjara tapi sudah bebas

kata Arie, kepada merdeka.com pada Minggu, 9 Maret 2014 pukul 13.30 WIB (dr. O adalah orang tua dari Hafiz, tersangka pembunuh Ade Sara)

Tak berlebihan jika pepatah "buah jatuh tidak jauh dari pohonnya" menjadi sebuah gambaran siapa yang seharusnya bertanggung jawab atas kekerasan yang dilakukan oleh anak. 

Keluarga merupakan lingkungan utama dan lingkungan awal dalam tumbuh kembang anak, semestinya anak mendapatkan perlindungan, kasih sayang dan contoh budi pekerti yang baik dalam lingkungan keluarga. 

Bisa jadi Hafiz ini sebenarnya adalah korban dari lingkungan keluarga yang miskin dari pendidikan adab dan budi pekerti yang luhur sehingga menjadikan Hafiz dengan teganya melakukan persekongkolan jahat untuk membunuh mantan kekasihnya Ade Sara hanya karena masalah yang sepele. 

Maka pastikanlah lingkungan keluarga ini sebagai sumber role model yang baik, agar anak juga dapat memiliki inner child yang baik, karena pendidikan adab, budi pekerti dan moral yang di dapatkan dari lingkungan keluarga. 

2. Jadikan keluarga sebagai filter bagi pengaruh negatif dari luar

Ilustrasi Orantg Tua Mengawasi Anak Bermain Gadget I Sumber Gambar: lifestyle.kompas.com dari DragonImages
Ilustrasi Orantg Tua Mengawasi Anak Bermain Gadget I Sumber Gambar: lifestyle.kompas.com dari DragonImages

Sejak SD dia emang suka film-fim begitu, kayak Jackass, suka download juga 

Terang Rofi teman sepermainan Hafiz tersangka pembunuh Ade Sara di Pulo Gebang Permai, Jakarta, seperti dikutip dalam merdeka.com, Minggu, 9 Maret 2014 pukul 13.30 WIB. 

Jackass adalah serial televisi Amerika yang dikemas dalam komedi realita ditayangkan di MTV pada tahun 2000 an yang memancing gelak tawa penonton dengan cara menyakiti diri sendiri atau pun orang lain.  

Dilaporkan banyak anak-anak yang cedera setelah menonton serial televisi tersebut, sebab mereka dengan suka rela melakukan lelucon berbahaya tanpa memikirkan apa dampaknya, tapi anehnya serial ini tetap berkibar sampai sekarang. 

Pada era perkembangan teknologi yang luar biasa ini, banyak sekali sumber tontonan yang dengan mudahnya di akses oleh anak melalui ponsel pintar para orang tua.

Miris, berbagai tontonan yang ada pun banyak yang tidak mendidik dan justru banyak tayangan yang hanya mengutamakan view tanpa unsur edukasi sedikitpun. 

Tak jarang kita temukan tayangan kekerasan dan tayangan dewasa yang melintas begitu saja di gadget kita.

Keluarga harus bisa menjadi filter tayangan mana yang layak ditonton anak dan tayangan mana yang tidak layak untuk di tonton anak. 

Karena apa yang di tonton oleh anak bisa saja menjadi role model pada diri anak, semestinya keluarga/ orang tua juga harus open dalam meninjau ulang apa yang sedang ditonton oleh anak. 

Sebab anak adalah peniru ulung terhadap apa yang didengar dan dilihat, berkaca dari kasus Hafiz maka wajib bagi orang tua untuk memutuskan tayangan mana yang layak tonton dan yang tidak layan tonton untuk anak, karena ternyata apa yang di tonton oleh anak adalah bagian dari inner child yang akan tetap terpatri dalam diri sampai anak tersebut dewasa.

Kesimpulan dan Saran

Berbagai peran keluarga di atas sangat penting dalam pembentukan kepribadian anak agar mereka tumbuh optimal dan memiliki inner child yang baik.

Orang tua adalah satu-satunya tempat dalam pencegahan anak dalam melakukan tindakan kekerasan sejak dini.

Yuk, kita sosialisasikan betapa pentingnya inner child yang baik untuk anak-anak kita, agar kelak mereka terhindar sebagai pelaku kekerasan dan juga korban dari kekerasan.

Menciptakan inner child yang baik, sama dengan menjaga negeri kita Indonesia dari para generasi penerus bangsa yang tidak baik korban dari inner child yang buruk.

Yuk Selamatkan Anak!
Anak Selamat, Indonesia Jaya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun