Mohon tunggu...
Junaidi Khab
Junaidi Khab Mohon Tunggu... Editor -

Junaidi Khab lulusan Sastra Inggris UIN Sunan Ampel Surabaya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memahami Absurditas Karya Danarto

20 Mei 2018   22:14 Diperbarui: 20 Mei 2018   22:24 929
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adam Ma'rifat (Dok. Pribadi)

Memahami Absurditas Karya Danarto

--------------------------------------

Tubuh Danarto telah kaku tak berdaya dan bahkan tanpa nafas pada 10 April 2018 lalu. Danarto telah pergi meninggalkan manusia, binatang-binatang, pepohonan, rumah-rumah, jalan, keriuhan Jakarta, dan meninggalkan kita semua. Seperti istilah pepatah lokal, Danarto 'hanya tinggal nama' dan sisa pemikirannya saja. Hal itu yang akan abadi dan hanya 'seperti' hidup di sekitar manusia. Danarto seakan-akan tak mati, karena ide-idenya masih bisa kita jumpai dalam beberapa karyanya.

Dalam tulisan ini, salah satu karya Danarto yang berjudul Adam Ma'rifat akan kita bicarakan. Adam Ma'irifat sebagai hasil buah pemikiran Danarto yang berbentuk cerita, yang secara implisit menyimpan rahasia pemikiran Danarto yang disuguhkan secara rumit (menurut sebagian orang), karena kisah-kisahnya sangat absurd, tidak seperti umumnya sebagaimana kita temukan dalam cerita-cerita pendek lain.

Misalkan, jika kita cermati lebih rinci dan sedikit mendalam, kisah yang berjudul Mereka Toh Tidak Mungkin Menjaring Malaikat (hlm. 13) merupakan sebuah kiasan tentang ketetapan Tuhan atas manusia dan seluruh mahluk-Nya. Sederhananya, malaikat itu tak ubahnya ketentuan Tuhan dan manusia tak mungkin bisa menghindar dari ketentuan-Nya. Malaikat -- takdir atau ketentuan Tuhan -- tak mungkin bisa dijaring atau dikelabui oleh kecerdasan manusia. Sekuat dan secanggih apa pun hasil kreasi manusia, sedikit pun hal itu tidak akan mampu mengubah ketentuan yang ditetapkan oleh Tuhan.

Sebut saja misalkan tentang ajal yang sudah ditentukan oleh Tuhan dan manusia tidak bisa mengelaknya. Dalam surah Yunus ayat 49 (dan dalam surah-surah yang lain juga banyak) Allah Swt. berfirman: "Katakanlah! Aku tidak kuasa mendatangkan kemadaratan dan juga kemanfaatan kepada diriku sendiri, kecuali Allah yang menghendaki atas segalanya. Setiap umat memiliki ajal. Apabila ajal mereka datang, maka tidak akan dapat mengundurkaan meskipun sesaat, dan mereka juga tidak akan mampu memajukan."

Cerita pendek Danarto yang menggunakan kata 'malaikat' bisa kita terjemahkan sebagai ajal itu sendiri atau segala hal yang menjadi segala ketentuan-Nya yang telah ditetapkan. Manusia tidak akan mampu melawan segala ketentuan yang telah ditetapkan oleh Tuhan, termasuk ajal. Secara tidak langsung, cerita Danarto tersebut mengajarkan pada bahwa manusia agar selalu berikhtiyar, lalu memasrahkan segalanya pada ketentuan yang akan ditetapkan oleh Tuhan.

Hukum alam memang mengajarkan bahwa ketika leher manusia atau binatang ditebas, maka akan mati. Itu sunnatullah. Tapi, jika Tuhan tidak menghendaki mati, maka tidak akan mati. Ada orang yang berhasrat untuk mati, bunuh diri, dengan meminum racun serangga. Secara hukum alam, seharusnya orang itu mati. Tapi, jika Tuhan tak menghendaki, orang tersebut tidak akan mati. Bahkan bisa hidup, meski dalam penderitaan.

Dari kisah tentang menjaring malaikat itu, kita bisa menarik benang merah atas ide-pemikiran yang ingin disampaikan oleh Danarto, bahwa manusia selain memercayai ketentuan Tuhan, juga seharusnya memiliki sifat qona'ah, yaitu menerima segala pemberian Allah Swt. dengan penuh keikhlasan atau keridhaan. Kita mesti meyakini bahwa Allah yang paling tahu kapan kita butuh banyak dan kapan kita butuh sedikit, kapan kita akan disakitkan atau dimatikan. Cuma, kita tetap harus melakukan usaha-usaha, olahraga agar sehat dan menghindari menebas leher agar tidak mati.

Sementara cerita yang berjudul Adam Ma'rifat merupakan kisah andalan dalam buku ini. Danarto menggunakan nama Adam Ma'rifat sebagai tokohnya. Ketika membacanya, mungkin kita tak menemukan rentetan kisah secara cemerlang untuk diingat, karena Danarto menuliskan cerita itu seperti 'dipukul babak belur'. Buku ini merupakan sebuah karya eksperimentasi yang cukup ekstrem dalam dunia literasi-kesusastraan.

Tapi, dalam kisah Adam Ma'rifat tersirat tentang sesuatu yang 'ada' dan selalu hadir dalam kehidupan manusia, bisa menjelma angin, cahaya, atau badai bahkan juga keriuahan (hlm. 39). Tokoh Adam Ma'rifat diciptakan oleh Danarto sebagai pengejawantahan segala yang ada di dunia. Dengan kata lain, dalam berbagai situasi dan kondisi meskipun seperti tidak ada manusia atau mahluk lainnya, pada hakikatnya bukan ketiadaan yang kita jumpai, tapi hanya kita yang kadang tidak merasakan 'ada'  - padahal 'ada' -- yang terselubung di sekitar kita dan seluruh isi dunia.

Namun, pada pertengahan kisah dalam Adam Ma'rifat, Danarto berusaha membukan kesadaran kita tentang hakikat manusia yang berasa dari tanah. Hingga, dia menggunakan media tanah -- sebagai pengingat asal-usul manusia -- sebanyak 402 (empat ratus dua) kata tanah dengan empat kata 'tanah' tergabung seperti menjadi satu kata dan satu arti: tanah tanah.

Meskipun Danarto banyak menyebtukan kata 'tanah' sebagai pengingat bahwa manusia diciptakan dari tanah, Danarto tak menyebutkan istilah lain atas penciptaan manusia selain Adam yang diciptakan dari tanah. Dia mungkin lupa untuk menyebutkan kata 'nuthfah' atau setetes air hina untuk mengingatkan bahwa manusia itu tidak memiliki makna atau kemuliaan apa-apa, kecuali perbuatan baik, bermanfaat, atau ketakwaannya yang menentukan.

Tentang Kejeniusan Danarto

Ada sebuah istilah yang mungkin di antara kita pernah mendengar, bahwa orang yang kejeniusannya sangat tinggi, kata-kata atau bahasa yang disampaikan sulit untuk dipahami. Istilah tersebut sering terlontar bagi orang-orang yang dinggap lihai dalam dunia filsafat. Tapi, kita harus mengakui juga kadang memang ada orang yang tidak bisa berbicara (berkomunikasi) dengan baik, sehingga orang yang mendengarkan sulit memahami bahasa yang digunakan. Bisa saja seperti itu, tetapi bisa juga pendengar atau pembaca yang pemahamannya lemah.

Tapi, kita kadang terlalu mengultuskan orang yang kata-kata atau bahasanya sulit dipahami sebagai 'manusia jenius'. Padahal, jika disampaikan secara simpel sangat bisa dilakukan agar maksud dari pembicaraan mudah dipahami dan dapat dijadikan bahan reflektif jika pesan di dalamnya bernilai positif. Terhadap karya Danarto ini, sebenarnya kita sudah terpancing untuk membuat makna baru sesuai dengan pemahan kita masing-masing.

Barangkali, temuan-temuan Danarto dalam hidupnya tidak kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, atau bisa saja kita tidak begitu peduli atas situasi yang kita hadapi, padahal situasi itu yang dimaksud oleh Danarto dalam cerita yang berjudul Bedoyo Robot Membelot (hlm. 101) sering kita jumpai. Bahkan kita sendiri yang melakukannya.

Cerita tersebut mengisahkan tentang penguluran waktu. Mungkin kita sering menjumpai ketika menghadiri suatu acara dari sebuah undangan yang kita dapatkan. Waktu acara selalu diundur karena alasan-alasan tamu undangan yang lain belum datang, padahal sudah lewat satu jam, bahkan bisa dua jam lebih. Atau bisa saja, Danarto ingin mengatakan pada pembaca bahwa kita lebih cenderung ingkar janji atas kesepakatan yang pernah kita buat.

Memahami kumpulan cerita pendek Danarto ini, sama halnya dengan kita memahami ketidakpahaman yang melekat pada diri kita sendiri. Ada sesuatu yang ambigu yang perlu kita renungkan. Karena ambiguitas kadang selalu menyimpan banyak rahasia, lalu tafsir-tafsir terus dilahirkan, hingga memunculkan makna baru dalam tiap diri pembaca.

Bisa dikatakan, bahwa karya Danarto ini tergolong jelek atau buruk, tapi sangat baik untuk dipahami dan digali makna yang tersimpan di dalamnya. Kumpulan cerita pendek ini semacam kitab primbon dengan rajah-rajah yang bisa dijadikan jimat sebagai perantara penyelamat bagi kehidupan manusia. Begitu!

--------------------------------------

Judul: Adam Ma'rifat

Penulis: Danarto

Penerbit: Basabasi

Cetakan: I, November 2017

Tebal: 112 hlm.; 14 x 20 cm

ISBN: 978-602-66511-2

Peresensi: Junaidi Khab*

--------------------------------------

* Peresensi adalah Akademisi dan Pecinta Baca Buku asal Sumenep, lulusan UIN Sunan Ampel Surabaya. Bergiat di Klubbuku Basabasi Yogyakarta.

Tulisan ini juga bisa dibaca di: Junaidi Khab atau Junaiti Khab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun