Mohon tunggu...
Junaedi SE
Junaedi SE Mohon Tunggu... Wiraswasta - Crew Yayasan Sanggar Inovasi Desa (YSID)

Penulis Lepas, suka kelepasan, humoris, baik hati dan tidak sombong.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Membaca Desa, Mengeja I-N-D-O-N-E-S-I-A

12 Juli 2021   20:43 Diperbarui: 12 Juli 2021   20:48 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Buku Putih RPJMDes

Naskah rumusan buku "putih" ini merupakan gongnya Kongres kebudayaan Desa(KKD) tahun  2020, yang bertajuk "Arah Tatanan Indonesia baru dari Desa". Formulasi arah tatanan  Indonesia baru dari desa  itu telah termaktub secara ringkas dan padat dalam rumusan visi Indonesia baru dari desa yang berbunyi sebagai berikut :

"Terselenggaraanya politik pemerintah desa yang jujur, terbuka, dan bertanggung jawab untuk mewujudkan masyarakat yang partisipatif, emansipatif, tenggang rasa, berdaya tahan, mandiri, serta memuliakan kelestarian semesta ciptaan melalui pendayagunaan datakrasi yang ditopang oleh cara kerja pengetahuan dan pengamalan lintas ilmu bagi terwujudnya distribusi sumber daya yang setara untuk kesejahteraan warga dalam bingkai kebhinnekaan bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur."

Dalam tulisan bertajuk "Sekapur Sirih"  Wahyudi Anggoro Hadi, Kepala Desa Panggungharjo menuturkan bahwa buku Arah Tatanan Indonesia Baru dari Desa adalah buku putih RPJMDesa sekaligus acuan dalam membaca 20 buku bunga rampai hasil rumusan Kongres Kebudayaan Desa 2020 :  Membaca Desa, mengeja I-N-D-O-N-E-S-I-A . Terakhir, karena desa adalah ibu bumi, sebagai tempat kembali dan berbagi, maka penghormatan negara atas desa akan menjadi prayarat kunci memenangkan tantangan masa depan. Oleh karenanya  JANGAN TINGGALKAN DESA karena desa layak diperjuangkan.

Lain lagi dengan  Abdul Halim Iskandar -- Menteri Desa PDTT -- dalam sekapur sirihnya mengkampanyekan  Tagline " Desa untuk semua warga atau Desa Surga" merupakan inti sari pemajuan kebudayaan desa, pemajuan masyarakat desa dengan memperhatikan kearifan lokal. Dana desa jangan hanya dirasakan oleh elite desa, tetapi dirasakan kehadirannya oleh seluruh masyarakat desa, itu inti sari dari surga, desa untuk semua warga desa.

Dr. Hilmar Farid, Dirjen Kebudayaan, Kemendikbud dalam "Pidato Kebudayaan"nya menyatakan bahwa revolusi perdesaan sudah dimulai. Tugas kita dan tugas kongres kita ini, untuk merajut inisiatif menjadi gerakan efektif . Merajut science mutakhir dengan pengetahuan tradisional. Kita merajut teknologi digital dengan pranata lokal. Gerakan ini adalah gerakan interdisipliner, karena tidak ada bidang ilmu atau sektor masyarakat yang bisa menjalankan tugas besar sendirian. Di sinilah semangat gorong royong akan mendapatkan wujud nyata.

Menuju Deklarasi Arah Tatanan Indonesia Baru dari Desa

Buku Arah Tatanan Indonesia Baru dari Desa adalah buku putih RPJMDesa sekaligus acuan dalam membaca 20 buku bunga rampai hasil rumusan Kongres Kebudayaan Desa (KKD) 2020 : Membaca Desa, mengeja I-N-D-O-N-E-S-I-A. Membaca 20 buku bunga rampai hasil rumusan KKD dilatar belakangi oleh pandemi dan dampaknya dalam tata hidup manusia,  Covid mengoreksi cara berfikir tentang tata perekonomian dunia, dan didasari oleh beberapa pertanyaan kunci seperti :  Ke mana pendidikan selama dan pasca pandemi?

Bagaimana Covid menyibak rapuhnya sistem kesehatan? Di mana mencari rasa aman dan nyaman? Bagaimana kerentanan perempuan dan anak di masa pandemi? Masihkah kedaulatan pangan dan lingkungan hidup masih terjaga? Di mana kaum muda? Bagaimana peran agama dan agamawan di tengah pandemi? Bagaimana Kebudayaan di tengah pandemi? Bagaimana membaca ulang tata ruang dan lingkungan pemukiman?

Apakah perlu  reformasi politik dan pemerintahan desa?  Bagaimana keberadaan hukum dan politik desa? Apakah ada praktik-praktik korupsi? Seberapa urgen terkait datakrasi ? Seberapa kuat keluarga bertahan? Bagamana membaca tentang kewargaan?

Bagaimana fungsi komunikasi, media dan influencer dalam mensikapi cengkraman hoak dan infodemik? Apakah selama ini ada persoalan diskriminasi dan rasisme sebagai persoalan inklusi sossial? Mengapa perlu merumuskan tatanan baru? Bagaimana desa melakukannya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun