Mohon tunggu...
Jumari Haryadi Kohar
Jumari Haryadi Kohar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, trainer, dan motivator

Jumari Haryadi alias J.Haryadi adalah seorang penulis, trainer kepenulisan, dan juga seorang motivator. Pria berdarah Kediri (Jawa Timur) dan Baturaja (Sumatera Selatan) ini memiliki hobi membaca, menulis, fotografi, dan traveling. Suami dari R.Yanty Heryanty ini memilih profesi sebagai penulis karena menulis adalah passion-nya. Bagi J.Haryadi, menulis sudah menyatu dalam jiwanya. Sehari saja tidak menulis akan membuat ia merasa ada sesuatu yang hilang. Oleh sebab itu pria berpostur tinggi 178 Cm ini akan selalu berusaha menulis setiap hari untuk memenuhi nutrisi jiwanya yang haus terhadap ilmu. Dunia menulis sudah dirintis J.Haryadi secara profesional sejak 2007. Ia sudah menulis puluhan judul buku dan ratusan artikel di berbagai media massa nasional. Selain itu, ayah empat anak ini pun sering membantu kliennya menulis buku, baik sebagai editor, co-writer, maupun sebagai ghostwriter. Jika Anda butuh jasa profesionalnya dihidang kepenulisan, bisa menghubunginya melalui HP/WA: 0852-1726-0169 No GoPay: +6285217260169

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Kehidupan Gallery Lukis di Jelekong

2 Januari 2015   04:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:00 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_387777" align="aligncenter" width="600" caption="Gallery lukisan sebagai tempat menampung hasil karya para seniman"][/caption]

Oleh : J. Haryadi

Denyut nadi Jelekong sebagai sebuah kampung seni di Bandung Selatan tidak terlepas dari peran toko seni atau gellery yang ada di daerah tersebut. Peran gallery ini sebagai jembatan antara seniman atau ada juga yang menyebutnya sebagai pengrajin seni dengan para pembeli karya mereka.

Meskipun cukup banyak gallery lukis yang berada di kampung Jelekong dan sekitarnya, tetapi tidak semuanya bernasib baik. Ada yang gulung tikar karena tidak mampu bertahan, tetapi banyak juga yang tetap bertahan dan terus mempertahan tradisi keluarga yang sudah turun temurun. Mereka yakin, pasang surutnya pesanan lukisan memang suatu yang wajar. Kalau mau berhasil, memang harus mampu bertahan dan terus mencari terobosan pasar yang baru sehingga gallery mereka tidak sepi pembeli.

Sanggar Lukis “Sempurna”

Pengusaha yang ikut merasakan manisnya bisnis lukisan adalah Dudung Haerudin (37), pemilik Sanggar Lukis “Sempurna”. Pria beranak 3 ini mulai belajar melukis dengan saudaranya pada 2006. Dia berusaha dengan tekun belajar melukis agar keterampilannya bisa dijadikan sebagai bekal untuk mencari nafkah.

Setelah merasa mampu melukis, Dudung mencoba menjual hasil karyanya sendiri. Awalnya, dia hanya membuat 5 buah lukisan dengan objek berupa pemandangan dengan ukuran 50 X 80 Cm dan ditawarkan seharga Rp.50.000/buah. Ketika ada lukisan yang laku, uangnya dibelikan lagi bahan untuk melukis, maklum modalnya terbatas. Begitulah caranya  memutarkan modal yang cuma sedikit.

[caption id="attachment_387752" align="aligncenter" width="500" caption="Dudung sedang melukis di sanggarnya"]

1420119531619877803
1420119531619877803
[/caption]

Berkat keseriusannya berkarya, kini Dudung sudah mulai memetik hasilnya. Dia tidak lagi bekerja sendiri, melainkan sudah dibantu dengan 8 pegawai tetap dan 22 orang pelukis mitra yang siap memasok hasil karya mereka ke sanggarnya.

Setiap Minggu sanggar Dudung mampu memproduksi 100 lembar lukisan. Lukisan tersebut selain dijual langsung di sanggarnya, juga dikirim ke beberapa kota, diantaranya ke Palembang, Medan, Bali dan Jakarta. Sementara itu untuk pasar luar negeri dia juga memenuhi permintaan dari pelanggannya di Malaysia, Thailand dan India.

[caption id="attachment_387755" align="aligncenter" width="500" caption="Suasana gallery luikisan milik Dudung"]

1420119725329559266
1420119725329559266
[/caption]

Menurut Dudung, khusus pesanan dari Malaysia, sebenarnya yang membeli orang Indonesia juga, yaitu para pedagang asal Tasikmalaya. Mereka merantau ke Malaysia sambil menjual lukisan dan lampu lampion. Penjualannya cukup bagus sehingga mereka sering repeat order dan menjadi pelanggan tetapnya.

Dulu, saya juga pernah mendapat order dari Arab Saudi, tetapi sekarang sudah tidak lagi. Mereka langsung membawa orang Jelekong ke negara mereka. “ sesal Dudung dengan nada sedikit lesu.

Setiap gallery ternyata sudah mempunyai pelanggan sendiri-sendiri. Kalau ke Bali, Dudung rutin mengirim 1000 lukisan perbulan. Orderan dari Palembang dan Medan juga rutin, namun tidak sebanyak orderan dari Bali. Kalau kesana paling sekitar 100-150 buah perminggu. Sedangkan orderan ke Malaysia ramainya justru ketika liburan seperti menjelang Hari raya Idul Fitri.

Gallery Lukis “A. Munawar”

Kisah sukses lainnya berasal dari Aziz Munawar, pemilik Gallery Lukis “A. Munawar”. Berbeda dengan gallery milik Dudung yang lokasinya berada di jalan kampung, gallery milik Aziz berada di jalan utama, tepatnya di Jalan Lakswi No.87, Baleendah. Jalan ini cukup ramai dan merupakan akses ke daerah Majalaya. Gallery miliknya ini sudah berdiri sejak 12 tahun yang lalu, tepatnya pada 2002.

Dulu pada 1996 di daerah Jelekong ini cuma ada 6 Gallery, namun kini jumlahnya mencapai puluhan,” ujar Aziz.

Pria yang sudah berumur tujuh puluh tahunan ini termasuk pelukis senior Jelekong. Aziz berkisah, pada 1973 dirinya mulai belajar melukis dari pamannya, padahal saat itu dirinya sudah menjadi seorang guru. Alasannya belajar melukis sangat sederhana, yaitu ingin menambah penghasilan. Hal ini tentu saja wajar, mengingat saat itu honor guru begitu rendah, kalah dengan penghasilan seorang pelukis. Selama 2 tahun dia secara rutin belajar teknik melukis secara intensif. Pada 1975, dia mulai merasa percaya diri untuk menjual hasil karyanya sendiri.

[caption id="attachment_387759" align="aligncenter" width="500" caption="Gallery milik Aziz Munawar di luar kampung Jelekong"]

14201200031178255596
14201200031178255596
[/caption]

Dulu ketika baru belajar, Aziz tidak melukis memakai kain kanvas, melainkan memakai kain belacu atau kain terigu.  Bagi Aziz, belajar tidak harus sempurna, seperti kata pepatah, tidak ada rotan akarpun berguna. Semangat itulah yang membuat dirinya menjadi salah satu pelukis Jelekong yang cukup diperhitungkan. Tidak heran hasil karyanya diminati banyak pelanggan.

Kalau pemuda Jelekong, tidak mengenal istilah minat atau bakat, mereka hanya mengenal belajar, belajar dan belajar. Jadi, kalau mau bisa melukis, ya harus mau belajar dan banyak latihan. Kunci utama melukis adalah mengetahui campuran warna. Kemudian  belajar meniru gambar yang sudah ada. Kalau hal ini sudah dikuasainya, baru dia belajar membuat kreasi sendiri. Caranya mudah, tinggal mengatur posisi gambar, “ kata Azis menjelaskan.

[caption id="attachment_387762" align="aligncenter" width="500" caption="Pak Aziz sedang melayani calon pembeli di gallery lukis miliknya"]

1420120185928640831
1420120185928640831
[/caption]

Menurut Aziz, satu hal yang membuat bisnis lukisan di Jelekong menurun drastis adalah karena adanya persaingan tidak sehat dari pemilik gallery baru yang tidak mengetahui lukisan tetapi ikut berbisnis di bidang ini. Akibatnya, lukisan dibuat asal jadi, kualitas turun, harga dibanting murah. Semua dilakukan demi menjatuhkan pedagang saingannya. Akhirnya banyak orang yang kecewa sehingga merugikan pedagang lainnya.

Aziz bersyukur usaha lukisannya tetap berjalan hingga sekarang. Bahkan salah seorang putranya mengikuti jejaknya berbisnis lukisan. Omzet penjualan lukisan di gallery miliknya setiap bulan bisa mencapai Rp. 20 juta.

[caption id="attachment_387764" align="aligncenter" width="500" caption="Penulis berpose bersama pemilik gallery, Aziz Munawar"]

1420120460108246862
1420120460108246862
[/caption]

Aziz menambahkan, gallery miliknya biasa menerima pesanan lukisan dari pelangannya di Bali. Sekali pesan, umumnya bisa mencapai ratusan buah dengan berbagai ukuran dan motif. Khusus pesanan dari Bali dijual dengan harga yang murah dan kualitasnya juga tidak sebaik pesanan lainnya. Dia juga mempunyai pelanggan tetap dari Sumatera Barat yang sudah berjalan sekitar 5 tahun. Sedangkan pesanan dari Jakarta biasanya disertai bingkai dan mereka yang datang sendiri ke Jelekong.

Pelanggan lainnya berasal dari Jawa. Lukisan yang dipesan biasanya agak berbeda dengan pesanan dari daerah lain. Kalau dari Jawa, lukisan yang dipesan umumnya berupa lukisan figur seperti Soekarno, Wali Songo, Nyai Loro kidul, kakek-kakek dan hal-hal yang berbau mistik atau supra natural. Harga jualnya juga lebih mahal dari lukisan pada umumnya.

Kusmana Painting

Salah seorang pelukis Jelekong yang cukup sukses adalah Kusmana (58). Pria yang terlihat lebih muda dari usianya ini terbilang langka. Betapa tidak, kalau para pelukis lainnya menjual lukisan dengan harga pasaran dan berkualitas standar, dirinya justru menjual semua lukisannya dengan harga tinggi. Tidak ada karyanya yang berharga dibawah Rp. 1 Juta.

Meskipun harga lukisan Kusmana terbilang tinggi, namun penjualannya cukup baik. Hal ini bukan saja karena kualitas dan orisinilitas karyanya terjamin, namun juga karena dirinya sudah bekerja sama dengan Gallery Zola Zolu, sebuah gallery yang cukup ternama di Kota Bandung. Di gallery ini, sebuah lukisan karyanya yang berukuran 2 X 1 m biasanya dijual dengan harga kisaran Rp.20 juta – Rp.30 Juta.

Ada aturan yang tidak boleh dilanggar antara Kusmana dengan Gallery Zola Zolu yaitu tidak boleh menjual hasil karyanya ke gallery lain. Boleh dibilang gallery ini mempunyai hak eklusif untuk menjual hasil karyanya. Namun Kusmana masih boleh menjual karyanya langsung ke kolektor yang datang ke rumahnya dengan harga yang sudah disepakati Gallery Zola-Zolu. Hal ini dilakukan agar bisa menjaga harga pasar dan tidak mematikan penjualan di gallery yang sudah ikut membesarkan namanya tersebut.

[caption id="attachment_387765" align="aligncenter" width="500" caption="Pak Kusmana, salah seorang pelukis senior asal jelekong yang sukses"]

14201207221680276990
14201207221680276990
[/caption]

Menurut Kusmana, sangat jarang pelukis yang bisa bertahan lama bekerjasama dengan gallery seperti dirinya. Penyebabnya adalah karena harga yang dibeli oleh gallery kepada pelukis jauh lebih rendah dibandingkan dengan harga jual gallery ke konsumen. Perbedaaanya bisa mencapai 4-5 kali lebih mahal. Banyak pelukis yang keberatan dengan sistem seperti ini. Mereka menganggap merasa dirugikan. Hal ini wajar mengingat rata-rata pelukis egonya tinggi. Mereka tidak mau tahu resiko penjual. Maunya lukisan mereka dibeli tinggi, padahal gallery membutuhkan biaya yang tinggi untuk biaya operasional dan pemasaran.

Pria asli Jelekong yang sejak lahir sampai sekarang tinggal di kampungnya ini merasa bersyukur masih bisa bertahan menjalani hidup sebagai seorang seniman. Kusmana mengaku kalau penghidupannya selama ini berasal dari kegiatannya melukis. Selain itu dirinya juga menjual kanvas lukisan dan memasok ke beberapa gallery di Kota Bandung. Ada juga rekannya sesama pelukis yang sengaja datang ke rumahnya untuk membeli kanvas. Tentu harganya jauh lebih murah jika membeli langsung disini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun