Mohon tunggu...
Juli Prasetya
Juli Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Pemuda desa tampan dan sederhana yang mencintai dunia literasi, sastra, sejarah, komunikasi, sosial dan budaya.

Pemuda desa tampan dan sederhana yang mencintai dunia literasi, sastra, sejarah, komunikasi, sosial dan budaya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi │Melihat Purnama Bekerja

5 Juli 2018   11:37 Diperbarui: 5 Juli 2018   13:57 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kau lanskap langit yang saga pada ujung purnama dan hujan yang slalu mencintai warna pelangi

Kau embus angin sepoi yang membuatku bernafas dalam badai

Kau seorang penafsir yang diam dalam kedalaman

Kau keriangan yang tak letih mengalir dalam riak jantungku

Kau ketenangan yang paling sunyi dan terus menerus membuatku menari

Kau keceriaan yang tak lupa untuk  menangis

seperti petang bertemu relung kenangan. Seperti pertanyaan yang berakhir dengan pertanyaan.

Aku cukupkan tahun-tahun tirakatku demi memberitahumu purnama telah habis ditelan sekujur tubuhmu

Setelah itu aku terjun bebas dari langit malam yang masih menyisakan cahaya bulan, demi mengatakan "aku purnama padamu".

Waktu menjadi sisa-sisa cahaya beberapa purnama menggenang serupa kenangan yang dilupakan oleh jalan pulang yang paling lapang

Aku tidak bisa merasakan desau lagi sebagai bait puisi. Ia terlalu banyak menyimpan nama-nama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun