Mohon tunggu...
Julkhaidar Romadhon
Julkhaidar Romadhon Mohon Tunggu... Administrasi - Kandidat Doktor Pertanian UNSRI

Pengamat Pertanian Kandidat Doktor Ilmu Pertanian Universitas Sriwijaya. Http//:fokuspangan.wordpress.com Melihat sisi lain kebijakan pangan pemerintah secara objektif. Mengkritisi sekaligus menawarkan solusi demi kejayaan negeri.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Melepas Jerat Klasik Perberasan

11 Februari 2020   12:15 Diperbarui: 12 Februari 2020   18:12 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: interaktif.kompas.id)

Bahkan Menteri Pertanian dan Perdagangan mengapresiasi kinerja lembaga yang telah sukses menjaga harga pangan tetap stabil. Hal ini juga dikuatkan dan diakui oleh penyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang mengatakan bahwa laju inflasi hasil pengumuman BPS sepanjang 2017 sebesar 3,61 persen, jauh di bawah prediksi oleh Bank Indonesia (BI). Dia mengatakan, rendahnya inflasi pada 2017 disebabkan upaya pemerintah dalam menjaga pergerakan harga pangan atau volatile food.

Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Seperti kita ketahui bersama, bahwa beras yang merupakan makanan pokok 95 persen rakyat Indonesia andilnya sangat besar terhadap inflasi. Beras merupakan lokomotif kenaikan harga pangan yang lain, bahkan non pangan lainnya. Sumbangan inflasi dari golongan bahan makanan lebih besar ketimbang golongan bahan non makanan

Di perkotaan, hampir 70 persen inflasi terjadi akibat kenaikan dari golongan bahan makanan bahkan di perdesaan bahkan andilnya mencapai 80 persen.

Dari persentase tersebut beras menjadi penyumbang inflasi terbesar berkisar 20-30 persen. Sehingga sudah seharusnya pemerintah lebih berhat-hati dan fokus terhadap penanganan beras yang sampai saat ini masih menjadi primadona dan belum tergantikan.

Dari persoalaan klasik yang pertama sudah dapat disimpulkan bahwa program raskin/rastra yang lama memang benar-benar efektif dalam menjaga kestabilan harga pangan. Mengganti program rastra dengan bantuan pangan non tunai, justru tambah memberikan persoalan baru, terutama dari sisi kestabilan harga.

Pemerintah terlalu mengambil resiko tinggi, jika pengelolaan beras diserahkan ke mekanisme pasar seperti yang berlaku pada system Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Masalah yang tidak kalah serius lainnya adalah kegaduhan terkait stok beras yang sudah turun mutu "disposal stock".

Ini sudah terjadi dan mengemuka di public. Banyak pihak menyayangkan beras hasil petani yang dibeli memakai uang rakyat menjadi rusak serta dibuang percuma sedangkan diluar sana banyak masyarakat miskin yang kelaparan.       

Pengalihan Rastra menjadi BPNT menimbulkan banyak persoalan baru yang sangat besar dan berbahaya lainnya yang mungkin tidak bisa dijabarkan satu persatu. Hal ini dikuatkan dengan pernyataan Ketua Dewan Penasihat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia Bayu Krisnamurthi, sistem tata kelola perberasan yang telah berlangsung 40 tahun macet ketika kebijakan beralih dari rastra ke BPNT.

Indonesia sangat beruntung sampai detik ini masih terbebas dari virus Corona. Coba bayangkan jika keadaan seperti di negara tetangga Singapura yang sekarang terkena fenomena "panic buying" dengan melakukan pemborongan segala kebutuhan pokok.

Oleh karena itu, sebenarnya inilah kekhawatiran utama para pemerhati pangan jika system pangan rastra yang kental dengan intervensi pemerintah digantikan dengan program BPNT yang identik dan cenderung ke arah mekanisme pasar atau pasar bebas.

Penyerahan bansos beras sejahtera di Kebumen. Foto: dok Kemensos
Penyerahan bansos beras sejahtera di Kebumen. Foto: dok Kemensos
Persoalan klasik yang kedua adalah masalah tidak kunjung naiknya Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dan beras dari tahun 2015. Banyak pihak yang menyayangkan, karena sangat merugikan petani ditengah inflasi yang tiap tahun naik.  Bahkan Dirut Bulog menyatakan realisasi penyerapan gabah beras rendah karena rendahnya harga pembelian pemerintah (HPP) gabah/beras.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun