Mohon tunggu...
Julie Chou
Julie Chou Mohon Tunggu... Jurnalis - short strory author

aku adalah apa yang kamu baca, yang kamu kira, yang kamu suka, juga yang tidak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Sebelas Tiga Lima

31 Desember 2019   20:16 Diperbarui: 2 Januari 2020   10:39 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Jill Wellington dari Pixabay

Aku menyiapkan ini dari sebelas bulan lalu, potongan cerita, ingatan, kenangan, harapan dan juga doa yang aku susun sedemikian rupa. Aku tidak ingin segala sesuatu menjadi lebih buruk dibandingkan kemarin. Meski tentu saja segala sesuatunya tidak bertambah baik sejak aku kehilangan dirimu, lagi.

Aku menjadi orang yang sama setiap hari, terbangun di jam yang sama, berangkat ke kantor melalui jalan yang sama, sampai aku hafal di mana saja lubang-lubang yang tak pernah hilang meski ditambal.

Aku menjalani rutinitas yang sama. Sama sebelum aku bertemu denganmu, sama seperti saat aku bersamamu, sama seperti saat kau memutuskan hilang. Ya hilang, aku tidak menyebutmu pergi, sebab kamu tidak akan pernah lagi kembali.

Aku tetap sama, meski tidak selalu persis. Sebab, rentang waktu mengikis bagian-bagian diriku, perlahan sekali. Sampai aku sadar, aku benar-benar sendirian sekarang. 

Aku menulis ini sendirian di kamarku. Sementara aku melihat bayangan orang lalu lalang di jalanan. Suara petasan dan nyala kembang api. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya setiap aku menikmati tahun baru di kota ini.

Tepat pada alenia ketiga, aku baru saja teringat bahwa aku baru saja membeli "bantal lintas dimensi", setidaknya begitu kalimat yang kuingat dari penjualnya. Bantal yang aku beli tiga hari lalu, tepat saat aku menunggu lampu merah berganti hijau pada perempatan dekat warung soto favoritmu.

Lelaki itu mengetuk kaca mobilku, menawarkan sebuah bantal yang bahkan tidak ia tawarkan ke pengendara lain saat itu.

"Berapa?"

"Murah pak, buat beli kopi dan rokok saja."

Aku mengambil selembar uang seratus ribu dan meletakkan bantal berwarna coklat dengan motif kulit jerapah itu di sebelahku. Barangkali kamu sudah hafal, aku seringkali membeli barang-barang yang tidak kubutuhkan hanya karena aku tidak tega menolak penjualnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun