Mohon tunggu...
Yulida Amizir
Yulida Amizir Mohon Tunggu... Sales - Happiness Seller

Pencinta sastra, dan masih tertatih dalam menulis sastra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kau dan Kenangan yang Hilang

24 November 2021   17:15 Diperbarui: 24 November 2021   18:10 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku masih menyimpan dengan sangat rapi naskah itu. Walau godaan untuk mengirimkannya kembali ke sebuah media cukup kuat, urung aku lakukan.

Layar itu menampilkan foto terbaikmu. Kau tempelkan pada salah satu mahakarya yang kau persembahkan untuk negeri ini. Mereka mengucapkan salam perpisahan denganmu, melalui cara mereka. Dan aku dengan caraku.

Dari sudut kota dingin ini, dengan panorama Ngarai Sianok, aku menyelesaikan paragraf terakhir dari goresanku. Yang pada satu ketika dahulu, pada siang sebelum kakiku melewati pintu rumahmu, kau wasiatkan satu kisah untuk aku beritakan, tentang seseorang yang hingga waktu terakhirmu, tetap menjadi cinta rahasiamu.

***

Aku tidak tahu apakah kebanggaan saat ini yang aku rasakan, karena nyatanya aku tetap merasakan kekosongan. Sebutlah benar saat ini namaku sudah tersebar di berbagai media. Beberapa kali menjadi pembicara tentang kepenulisan, tapi sejatinya tidak ada yang benar-benar berubah dalam hidupku. Setiap kali melihat tulisanku beberapa tahun yang lalu, selalu terselip doa, kiranya seseorang membaca dan mengerti kisah di balik tulisan itu.

Peserta bedah buku yang aku terbitkan bulan lalu sudah meninggalkan ruangan. Panitia sedang membereskan kursi-kursi ketika satu sosok berbalut gamis lebar dan kerudung panjang menghampiri mejaku.

"Boleh minta tanda tangannya, Mas?"

"Ah, sudah lama tidak ada yang memanggil saya Mas lo, Kak." Aku tersenyum menerima buku yang dia serahkan. Itu bukan buku, itu kliping kumpulan tulisan seseorang. Di akhir kliping adalah tulisanku, dua tahun yang lalu.

Lama aku memandang kumpulan tulisan itu, membiarkan perempuan itu berdiri lama. Aku tidak berani mengangkat kepalaku untuk melihat seperti apa wajah pemilik naskah di depanku ini. Seperti apa wajahnya? Kau pastinya ingin menatapnya juga, bukan? Mengapa aku justru mengingatmu saat ini?

"Ada yang salah, Mas?"

Refleks aku mendongak, sekilas memandang sesuatu yang terlihat terang di antara warna kerudungnya yang gelap. "Eh, nggak ada Kak, ini, terima kasih sudah hadir hari ini. Terima kasih, Kakak tidak melupakan Mas Zainal juga."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun