Mohon tunggu...
Julianto Supangat
Julianto Supangat Mohon Tunggu... Bug finder on all kind of agreement -

Nah inilah cacat bawaan semenjak lahir, selalu sulit mendeskrip kan who am I?

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

UN Tidak Serentak? Lanjutkan!

16 April 2013   07:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:07 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Indonesia mencatat sejarah baru.  Sejak Soekarno lantang memproklamasikan kemerdekaannya, baru kali ini ujian nasional tidak serentak dilaksanakan.  Tercatat 11 provinsi yang terpaksa harus menunda pelaksanaan UN.  Alasannya bahkan tidak pake klise.  Di jaman digital kini mana ada lagi klise.  Kesalahan ditumpahkan pada penerbit Ghalia yang terlambat bukan hanya sekedar mendistribusikan soal, tapi juga mencetaknya.  Seolah dengan menumpahkan kesalahan ini, lepas sudah tanggung jawab Kemendikbud.

Sebenarnya tidak ada yang luar biasa dari kejadian ini.  Negara tetangga kita, Republik Telo, telah mempraktikkan dan menjadikannya sebagai sebuah tradisi.  Kaget?  Boleh.  Tapi jangan serentak.  Karena stok dokter ahli jantung terbatas.  Anda harus ngantri bila terjadi serangan jantung.

Wawancara dengan Menteri Pengujian Nasional (macam Mendikbud kalo di sini) Republik Telo semakin menguakkan fakta bahwa ujian sporadis adalah kebutuhan.  Berikut petikannya:

Saya : Sebelumnya saya berikan salam dari negeri kami Indonesia buat bapak menteri dan kolega di sini.

Teri Panas (Menteri Pengujian Nasional) : Terima kasih.  Meski sebenarnya kami sudah terbiasa menggunakan Samurat untuk mengobati asam urat kami.  Tidak lagi tradisional dengan rebusan daun salam yang anda bawa.  Sekali lagi terima kasih.

Saya : Langsung saja pak, terobosan macam apa yang bapak lakukan hingga UN tidak serentak yang di negeri kami adalah kejadian luar biasa tapi di negara bapak adalah hal biasa, menjadi tradisi bahkan sudah membudaya?

Teripanas: Sebenarnya tidak tepat kalo dibilang terobosan.  Karena nerobos-nerobos itu bukan budaya kami.  Cuma kami bangsa yang suka berterus terang.  Langsung pada pokok masalah.  Tidak berbahasa basi. Dan tidak berjauh-jauh.

Saya: Berjauh-jauh?  Mungkin yang bapak maksud bertele-tele?

Teripanas : Yups!

Saya: Mungkin bisa lebih detail lagi bapak menteri.  Keterusterangan macam apa yang membuat masyarakat tidak menentang bahkan mendukung ujian sporadis ini?

Teripanas: Langkah awal, saya kumpulkan perwakilan wali murid.  Lantas saya tanya,  "Siapa diantara kalian yang senang anaknya lulus unas?".  Semua mengacungkan tangannya.  Belum sempat mereka turunkan, saya susul lagi dengan pertanyaan kedua, "Siapa yang sedih anaknya tak lulus unas?"  Makin kuat saja lengan mereka tegak menopang telunjuk jari.

Saya : Cuma begitu?

Teripanas : Tentu saja mereka bertanya.  Bagaimana caranya? Langsung saya katakan : dengan ujian sporadis!  Tidak serentak pada satu wilayah.  Ada jeda waktu antara satu tempat dengan tempat lainnya.  Suasana menjadi riuh.  Mereka pada ribut sendiri.  Mencoba othak-athik gathuk.  Setelah suasana hening, lalu saya jelaskan.  Begini, kalo ada jeda waktu, taruhlah dua hari.  Maka itu adalah waktu yang cukup bagi Bimbingan belajar manapun untuk mengupas tuntas soal yang telah terbagi.  Mereka dengan kemampuan profesionalnya sudah pasti akan menshare pada peserta kursus bimbingannya, jawabannya, model soalnya, bahkan prediksi kisi-kisinya.  Tidak ada kebocoran soal.  Toh yang mereka akses adalah soal yang sudah dibagikan ke peserta ujian.

Saya : Dengan taktik kayak gitu, rugi dong peserta yang kebagian jadwal ujian pertama?

Teripanas : Tidak ada yang dirugikan.  Kalau yang diuntungkan , tentu saja ada.  Oleh karena itu di tahun pertama uji coba ujian sporadis ini, peserta awal sengaja kami pilih pada wilayah-wilayah tertentu yang kualitas pendidikannya tinggi atau tingkat kelulusannya 100% pada tahun sebelumnya.  Ternyata hasilnya sangat mencengangkan.  Tingkat kelulusan unas di negara kami 100% selama 10 tahun terakhir.

Saya : Capaian yang luar biasa.  Mungkin ini yang menyebabkan anda menjadi menteri pengujian nasional seumur hidup?

Teripanas: Ha..ha...ha...hua..huaa....huaaaaaahaha..., itu hanya efek samping saja mas.  Saya tidak neko-neko kok.  Siapapun presidennya, menterinya sudah pasti tetap saya.  Hua....haaa...

Wawancara terpaksa dihentikan.  Karena menteri yang satu ini sudah terkenal tipikalnya.  Kalo sudah ketawa sulit menghentikannya.  Termasuk saya sekalipun.

Tetap Semangat..!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun