Mohon tunggu...
Juju Zebua
Juju Zebua Mohon Tunggu... -

http://jujuzebua.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Seorang Sahabat Menulis

9 Mei 2013   01:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:52 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Awalnya hanya ngejrenggunjreng membaca dan mendengar nasehat yang terasa asing namun akrab dihati. Apa karena nasehatnya juga dari hati ya? Mungkin...
Terima kasih teman atas persaudaraan dalam kebaikan dan kesabaran yang super ini. Ketika aku berhenti bertanya dan memulai, semua mulai berlaku ramah dan bersahabat. Datang penolong dan pertolongan. Hanya sahabat, ketika seorang sahabat menulis. Tersenyum sedih dengan keramahan seorang sahabat yang saling melengkapi.
Dia pergi? Bukan, dan aku harap bukan. Aku hanya bermimpi dia pergi dan suatu saat nanti bertemu dengannya lagi. Dengan nada busuk saling tertawa, berbagi dan melengkapi. Canda tawa hiasi kemunafikan dunia, melawan hari yang teriris sakit yang saling beradu dalam hati dan melupakan sedih. Aku, dia dan semua tersenyum tanpa ada pelipur yang menghiasi. Semoga, semoga aku sanggup dan terus mencoba.
Bertahan walau sedikit terlintas dibenak “aku rapuh”. Untuk sementara aku gak bisa, gak bisa menghapus keharusan, keharusan menghapus kesungguhan persahabatan itu. Kelak akan tergantikan persahabatan yang tertunda, menunggu dalam penantian, penantian yang sesaat lamanya.
***
Pagi yang gelap, aku dan dia masih terjaga. Masih berbagi setiap detik sebelum terang menyapa. Apakah ini selamanya? Ya, aku terus berharap.
Katanya, aku rapuh. Terdiam karena gugup, tak mampu menemukan apa yang menguatkannya. Mencoba berfikir kapan dia bisa sekokoh pemikirannya. Bercerita kehinaan masing-masing, kami tak peduli walau dunia kadang menertawai. Tetap mendengar dan menikmati suara yang selalu ingin kudengar. Ya, selalu.
Rasanya ingin sendiri lebih lama agar tak terbatas waktu bersahabat dengannya. Hahahahaha... Bisa bayangkan betapa bahagianya? Terima kasih teman telah membagi bahagiamu, Tuhan mengizinkan aku menjalani yang tak pernah kupikirkan. Sempat terlintas untuk menepi, tapi entahlah. Tiba-tiba dingin membekukannya, debu menyapulenyapkannya tanpa sisa. Surga sepi tanpa sahabat, hati meronta atas kesendirian, membunuh sepi yang meraja.
Tersentak mendengarnya terluka, keluhan dan amarah itu jarang sekali terungkap. Bukan coba menghindar, tapi membiarkannya bening tak tersentuh. Kisahnya yang sederhana dan menyakitkan, aku masih mendengarmu dan masih selalu mendengarmu. Suatu saat tepat dimana aku tak bercahaya lagi, aku akan menunggu cahayamu, terus menunggu. Sejenak tanpa ____ cukup mengelabukan hariku, dunia turut berduka untuk keresahanku terhadapmu.
Tak seperti biasanya udara hari ini, lebih sesak tapi berembun. Kadang ingin mengubur harapan pikiran, namun takkan terjadi selama itu kita. Kelak akan tergantikan, persahabatan yang tertunda. Lagi-lagi tak seperti matahari, menerbitkan harapan setiap insan sejak pagi. Aku terheran-heran dengan keadaan ini, apa semua terasa asing lagi jadi tak berarti?
Bukan yang kuharap, dunia memang gak selalu setuju untuk hidupku, hidupmu, hidup kita. Hmmmm... Aku masih ingin, bukan cuma saat kudiam tapi tersentuh jemari. Tak melalui momen apapun, bermimpi sekalipun tak bernyali. Sulit untuk menjadi penerjemah hatimu, menjadi lembaran buku yang siap ditulis kapanpun kau mau.
Hanya sahabat, ketika seorang sahabat menulis. Tersenyum sedih dengan keramahan seorang sahabat yang saling melengkapi. Seribu kali bergetar melihat mata yang sama, puas memandangi dari sudut tergelap tanpa terhalamg apapun. Menikmatimu sendiri hanya untukku.
Katamu tenang, tapi aku gelisah. Katamu tawa, tapi masi berairmata. Aku gak minta kau tepati janji jadi merpati yang pulang tepat waktu, hanya ingin kau mampu belajar menikmati segala yang sudah kupersiapkan, bersyukur untuk hidupmu. Hanya sahabat, ketika seorang sahabat menulis.
***
Terima kasih sahabat, atas kesabaran yang super ini. Tak semua orang pantas mendapat kesabaranmu, termasuk aku. Menikmati kesendirian tanpamu, kita, yang tlah tersaji sebelumnya. Mengenalmu bukan untuk mengenangmu, selalu ada untukmu dimana hatimu tergenggam sekalipun, tanpaku. Menjadi kanvas putih yang selalu setia tiap lembarnya, untukmu, ketika seorang sahabat menulis.
Embun pagi tak terasa lagi tanpa belaian aksara yang terhanturkan olehmu, yang semakin terbiasa mewarnai dalam gelap, sendiri, hening tak terjaga. Nada sederhana yang diharapkan, tak sekokoh janji yang diucapkan. Tak ingin diterjemahkan, hanya coba ingin rasakan.
Malam merindu atas kesaksiannya, coba meyakinkan perasaannya. Yang tertulis dalam gelapnya tanpa apapun yang menghalangi. Hanya untukmu, menulis dalam keabadian. Coretan kecil yang takkan pernah usai ketika seorang sahabat menulis. Selama itu aku, kamu, kita...
Sederhana namun menyakitkan, kesungguhan persahabatan. Persahabatan yang harus, dan tak harus untuk terhapuskan. Dan tak menghianati rasa, rasa yang sama sejak dari pertama. Hanya ingin kau menyadarinya, tanpa ada rasa yang tersiksa. Sejuta kata, alunan indah, semua tak berguna. Hanya membuatnya agar lebih bermakna, hati yang gugup dengan mulut yang kaku berbicara. Aku bukan malaikat, yang selalu sama setiap kalinya. Hanya masih mungkin untuk berusaha layaknya keinginan, untukku, untukmu, kita...
***
-@jujuaok
-@claudiacindry

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun