Peran Sentral Arsip Nasional di Tengah Badai Keterbukaan
Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) adalah lembaga negara yang bertanggung jawab penuh atas penyimpanan dan pengelolaan arsip statis. Arsip-arsip ini adalah rekaman resmi dan otentik dari perjalanan sejarah bangsa. Keberadaan ANRI sangat penting karena ia adalah gudang memori kolektif yang menjadi rujukan kebenaran faktual. Tanpa ANRI, kita akan kesulitan membedakan mana fakta sejarah yang asli dan mana yang sekadar isu atau kabar burung.
Namun, di era digital dan keterbukaan informasi seperti sekarang, peran ANRI dihadapkan pada tantangan besar. Tuntutan masyarakat akan transparansi dan akses terhadap data publik semakin meningkat. Masyarakat tidak lagi puas hanya dengan cerita, mereka menuntut bukti primer yang tersimpan rapi di dalam lemari-lemari arsip.
Tantangan ini terlihat jelas dengan adanya peristiwa sengketa informasi publik. Tepat pada hari Senin, 13 Oktober 2025, Majelis Komisi Informasi Pusat (KIP) memulai sidang perdana untuk kasus yang melibatkan ANRI. Ini bukan sekadar kasus biasa, melainkan sorotan tajam terhadap fungsi vital lembaga kearsipan.
Gugatan ini diajukan oleh seorang Pengamat Kebijakan Publik bernama Bonatua Silalahi. Inti dari gugatan tersebut adalah ketidakpuasan pemohon karena tidak mendapatkan salinan data primer ijazah mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dari pihak ANRI. Pemohon meyakini bahwa dokumen tersebut adalah arsip publik yang seharusnya dapat diakses.
Kasus sengketa ijazah ini bukan hanya tentang satu dokumen, melainkan tentang bagaimana ANRI menafsirkan dan menerapkan Undang-Undang Kearsipan di tengah pusaran isu politik dan permintaan publik yang sensitif. ANRI sebagai penjaga otentisitas dituntut untuk menunjukkan dokumen asli, tetapi juga harus berhati-hati agar tidak melanggar aturan perlindungan data atau kerahasiaan tertentu.
Peran ANRI sebagai penentu otentisitas dipertaruhkan di meja hijau KIP. Keputusan KIP nanti akan menentukan batas-batas antara hak masyarakat atas informasi dan kewajiban ANRI untuk melindungi arsip negara. Ini adalah momen krusial yang menguji eksistensi ANRI dalam menjalankan mandat ganda: melayani dan melindungi.
ANRI harus menjelaskan secara gamblang apakah dokumen ijazah yang diminta termasuk kategori arsip statis terbuka, ataukah ada pertimbangan hukum lain yang membatasi akses salinan data primernya. Keterbukaan prosedur dan dasar hukum ANRI dalam menanggapi permintaan ini menjadi kunci untuk meredam polemik dan menegakkan kepercayaan publik.
Dilema Otentisitas Melawan Keterbukaan Data Primer
Prinsip dasar kearsipan adalah menjaga otentisitas arsip. Otentisitas berarti arsip harus terjamin keasliannya, baik dari segi isi, format, maupun struktur metadata. Bagi ANRI, arsip adalah bukti primer yang tidak boleh diubah atau diragukan kebenarannya. Ketika publik meminta salinan data primer, mereka sejatinya menuntut bukti otentik yang tidak terbantahkan.
Namun, memberikan akses atau salinan data primer tidak semudah memfotokopi dokumen biasa. ANRI harus memastikan bahwa setiap proses penyalinan, terutama untuk arsip penting, tidak akan merusak fisik dokumen asli. Proses ini juga harus didasarkan pada peraturan yang menjamin bahwa salinan yang diberikan tetap legal dan otentik.