Persoalan pupuk bersubsidi juga masih menjadi momok. Distribusi yang tidak merata, praktik penyelewengan, dan keterbatasan kuota seringkali menghambat petani untuk mendapatkan pupuk tepat waktu dan dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan mereka.Â
Padahal, pupuk adalah kunci utama keberhasilan intensifikasi pertanian.
Aspek dampak sosial adalah hal yang krusial. Program cetak sawah besar-besaran, terutama di luar Jawa, seringkali berbenturan dengan masalah hak ulayat masyarakat adat, dampak lingkungan, dan kesesuaian lahan.Â
Pembangunan infrastruktur besar juga dapat memicu konflik pembebasan lahan, yang jika tidak dikelola dengan baik, dapat mengikis dukungan sosial terhadap program tersebut.
Kualitas sumber daya manusia di sektor pertanian juga perlu perhatian serius. Sebagian besar petani adalah usia lanjut, dan minimnya regenerasi menjadi ancaman jangka panjang bagi swasembada. Modernisasi pertanian tanpa disertai dengan peningkatan pendidikan dan keterampilan petani hanya akan menghasilkan alat mahal yang tidak terawat.
Dampak perubahan iklim merupakan faktor eksternal yang semakin sulit diprediksi. Fenomena El Nino dan La Nina menyebabkan kekeringan panjang atau banjir ekstrem, yang secara langsung mengancurkan upaya swasembada. Kebijakan pangan haruslah adaptif dan memiliki sistem mitigasi risiko yang kuat terhadap cuaca ekstrem.
Selain itu, keberhasilan swasembada tidak hanya diukur dari kuantitas produksi, tetapi juga dari kesejahteraan petani. Jika harga jual (HPP) hanya cukup untuk menutup biaya produksi tanpa menyisakan margin keuntungan yang layak, petani akan kehilangan motivasi dan beralih profesi. Ini mengancam keberlanjutan dari "Gerakan Nasi" itu sendiri.
Maka, implementasi di lapangan menuntut sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan terutama kelompok tani. Birokrasi yang berbelit-belit, koordinasi yang lemah antar-lembaga, dan implementasi yang tidak konsisten di berbagai daerah seringkali menjadi penghalang utama dari visi ambisius Prabowonomics di sektor pangan.
Kesimpulan
"Gerakan Nasi" ala Prabowo merupakan program ambisius yang berupaya menjawab tantangan kedaulatan pangan dengan intervensi negara yang kuat, investasi besar, dan modernisasi pertanian.Â
Secara ekonomi politik, program ini berhasil mengkonsolidasikan dukungan petani melalui jaminan harga, namun di sisi lain, menghadapi tantangan berat dalam menyeimbangkan kepentingan konsumen dan menekan biaya fiskal negara, ditambah dengan realitas lapangan seperti konversi lahan, masalah pupuk, dan dampak perubahan iklim.Â
Keberhasilan program ini bukan hanya akan diukur dari capaian angka swasembada, tetapi dari kemampuannya untuk menciptakan sistem pangan yang efisien, berkelanjutan, dan secara adil meningkatkan kesejahteraan petani tanpa membebani daya beli rakyat.