Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pahlawan Tanpa Gaji Layak: Ironi Guru Swasta di Usia Tiga Puluhan

29 September 2025   07:38 Diperbarui: 29 September 2025   07:38 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah memiliki peran sentral dalam menciptakan standar gaji minimum bagi guru swasta yang setara dengan UMR atau di atasnya. Kebijakan ini harus dibarengi dengan mekanisme subsidi atau bantuan operasional sekolah (BOS) yang lebih besar dan tepat sasaran, sehingga sekolah swasta kecil pun mampu memberikan gaji yang layak tanpa membebani biaya siswa secara berlebihan.

Perlunya program sertifikasi guru yang inklusif, yang tidak hanya menyasar guru negeri, tapi juga guru swasta. Sertifikasi harus menjadi jalan untuk mendapatkan tunjangan profesi yang signifikan, sehingga ada reward nyata bagi kompetensi yang dimiliki. Program ini harus dipermudah dan dipercepat agar lebih banyak guru swasta bisa menikmatinya.

Yayasan sekolah juga harus merefleksikan kembali prioritas mereka. Pendidikan adalah investasi jangka panjang, dan guru adalah aset terpenting. Yayasan perlu mengelola keuangan dengan transparan dan memastikan alokasi terbesar dari anggaran sekolah adalah untuk peningkatan kualitas guru, termasuk gaji dan pelatihan.

Masyarakat juga perlu mengubah perspektif. Orang tua harus menyadari bahwa kualitas pendidikan yang baik memerlukan biaya yang sepadan. Menuntut kualitas tinggi sambil menolak kenaikan iuran yang diperlukan untuk menggaji guru secara layak adalah tuntutan yang kontradiktif dan tidak adil.

Dukungan untuk organisasi profesi guru swasta harus diperkuat, agar mereka bisa menyuarakan tuntutan hak-hak guru secara kolektif dan efektif. Serikat guru harus menjadi kekuatan yang mendesak perubahan kebijakan dan menegakkan standar kesejahteraan profesional.

Pemberian insentif non-finansial juga bisa menjadi penambah semangat, seperti pelatihan profesional gratis, kesempatan beasiswa untuk jenjang pendidikan lebih tinggi, atau jaminan kesehatan yang lebih komprehensif. Semua ini menunjukkan bahwa sekolah dan negara menghargai kontribusi mereka.

Jika guru swasta di usia tiga puluhan ini terus merasa terpinggirkan secara ekonomi, mereka akan terus berbondong-bondong pindah karir. Kerugiannya bukan hanya bagi mereka, tapi bagi generasi muda yang kehilangan sosok pendidik berkualitas, idealis, dan bersemangat.

Kesimpulan

Ironi guru swasta di usia tiga puluhan adalah cerminan kegagalan sistem dalam menghargai profesi paling mulia. Mereka adalah pahlawan tanpa gaji layak yang berjuang antara idealisme mendidik dan tuntutan realistis kebutuhan hidup. 

Untuk mencegah eksodus besar-besaran guru-guru terbaik melalui opsi pindah karir, diperlukan intervensi kebijakan yang nyata dan mendesak dari pemerintah serta komitmen kuat dari yayasan sekolah untuk memastikan mereka menerima kompensasi yang adil. Memberikan gaji yang layak bukan hanya tentang keadilan sosial, tapi juga tentang investasi krusial dalam masa depan pendidikan Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun