Teman tersebut, yang awalnya tidak tertarik, mungkin akhirnya ikut membeli karena rekomendasi dari temannya.Â
Proses word-of-mouth ini jauh lebih efektif daripada promosi formal. Ini adalah literasi yang hidup dari hati ke hati.
Guru-guru di SD Plus Al Ghifari juga mengambil peran aktif. Mereka menggunakan momen bursa buku untuk mengadakan bedah buku singkat atau sesi storytelling di tempat.Â
Mereka bisa menunjuk sebuah buku nonfiksi tentang sejarah lokal, lalu mengulasnya sekilas di hadapan sekelompok siswa yang sedang melihat-lihat. Hal ini mengubah buku dari benda mati menjadi stimulus percakapan yang menarik.
Bursa buku juga memberikan kesempatan langka bagi para orang tua untuk berinteraksi lebih mendalam. Ketika mereka bertemu di stand buku, mereka tidak hanya membicarakan nilai anak atau masalah sekolah, melainkan berbagi pengalaman membaca dan pengasuhan.Â
Orang tua A mungkin merekomendasikan buku parenting yang ia beli, sementara Orang Tua B merekomendasikan buku cerita fiksi yang bagus untuk meningkatkan imajinasi anak. Komunitas literasi pun terbentuk secara organik.
Kami juga menggunakan Bursa Buku sebagai platform untuk mengundang penulis atau pegiat literasi lokal. Kehadiran mereka untuk sesi tanda tangan atau bincang-bincang singkat memberikan nilai tambah yang luar biasa.Â
Siswa dan orang tua dapat bertemu langsung dengan pencipta buku, mendengarkan proses kreatif mereka, dan mendapatkan inspirasi bahwa menulis dan membaca adalah karier atau passion yang mulia.
Kegiatan ini secara langsung mendukung program literasi sekolah, termasuk proyek P5 yang menuntut siswa untuk aktif mencari sumber informasi dan berkreasi.Â
Dengan banyaknya buku baru yang masuk ke lingkungan sekolah dan rumah, siswa memiliki bahan mentah yang melimpah untuk dikembangkan menjadi ide, makalah, atau proyek kreatif lainnya. Literasi menjadi dasar untuk inovasi.
Bahkan para tenaga kependidikan, seperti staf perpustakaan atau administrasi, ikut merasakan dampak positifnya.Â