Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Jalan Berliku Beras: Ketika Gabah "Any Quality" Petani Banyuresmi Menguji Kualitas Pangan Nasional

6 September 2025   22:03 Diperbarui: 6 September 2025   22:03 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hamparan padi menguning di Sumeni, Banyuresmi, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Sabtu (6/9/2025). | Dok. Pribadi/Jujun Junaedi

Pagi itu, hamparan sawah di Dusun Sumeni, Banyuresmi, Kabupaten Garut, tampak menguning. Padi-padi siap panen, menanti sentuhan sabit para petani yang sudah tak sabar. Musim panen adalah momen yang paling ditunggu, saat kerja keras berbulan-bulan akan berbuah hasil. Namun, di balik keindahan pemandangan itu, ada tantangan baru yang kini dihadapi para petani yaitu kebijakan gabah "any quality".

Kebijakan ini, yang digulirkan oleh pemerintah, bertujuan untuk menyerap hasil panen petani tanpa persyaratan ketat. Jika biasanya gabah harus kering, bersih, dan sesuai standar mutu tertentu, kini pemerintah bersedia membeli gabah dengan kualitas apa pun. Bagi petani, ini adalah angin segar. Tidak ada lagi kekhawatiran gabah mereka tidak laku karena terlalu basah atau kurang bersih.

Salah satu petani di sana adalah Tatang, pria 54 tahun yang sudah puluhan tahun menggarap sawah. Saat ditemui pada Sabtu, 6 September 2025, Tatang tampak bersemangat. Ia bercerita tentang betapa kebijakan ini sangat membantu. "Kami tidak perlu pusing lagi mikir gabah mau dijual ke mana," ujarnya. "Dulu, kalau pas panen hujan, gabah jadi basah. Pedagang enggak mau beli, atau harganya jatuh sekali."

Kini, dengan adanya kebijakan ini, Tatang dan petani lainnya merasa lebih aman. Mereka yakin gabah mereka akan terserap, apa pun kondisinya. Kepastian ini memberikan ketenangan batin, mengurangi beban pikiran yang selama ini selalu menghantui mereka setiap kali panen tiba.

Tentu saja, ada alasan kuat di balik keputusan pemerintah ini. Tujuan utamanya adalah untuk memastikan pasokan beras di pasar tetap melimpah dan harga stabil. Dengan menyerap seluruh gabah, pemerintah dapat mengamankan cadangan pangan nasional. Kebijakan ini juga menjadi bentuk dukungan nyata terhadap petani, menjaga pendapatan mereka tetap terjamin.

Namun, di balik manfaat yang besar, kebijakan ini juga memunculkan persoalan baru, khususnya dalam hal kualitas beras. Ketika gabah yang diserap beragam, tantangan pengelolaannya menjadi jauh lebih kompleks. Gabah dengan kadar air tinggi atau kotor memerlukan penanganan khusus. Jika tidak diolah dengan benar, kualitas beras yang dihasilkan bisa menurun.

Beras yang dihasilkan dari gabah basah, misalnya, cenderung lebih mudah pecah saat digiling. Beras ini juga rentan terhadap serangan jamur dan kutu jika tidak dikeringkan dan disimpan dengan tepat. Proses pengolahan yang kurang maksimal bisa berujung pada beras dengan mutu rendah yang tidak layak untuk dikonsumsi.

Di sinilah ujian sesungguhnya dimulai. Pemerintah kini dihadapkan pada tugas berat untuk memastikan bahwa gabah "any quality" yang masuk bisa diubah menjadi beras berkualitas. Ini bukan hanya masalah teknis, tapi juga tantangan besar dalam tata kelola pangan. Fasilitas pengeringan dan penyimpanan harus memadai. Proses penggilingan harus disempurnakan.

Ada kekhawatiran dari berbagai pihak bahwa kualitas beras di pasaran akan menurun. Konsumen terbiasa dengan beras yang bersih, putih, dan pulen. Jika gabah "any quality" tidak diolah dengan sempurna, hasilnya bisa tidak sesuai harapan. Jika kualitas beras menurun, kepercayaan publik terhadap beras produksi dalam negeri bisa terkikis.

Pemerintah menyadari tantangan ini. Mereka berupaya mengoptimalkan fasilitas yang ada, serta menerapkan teknologi baru untuk mengeringkan dan memurnikan gabah. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas gabah sebelum diolah menjadi beras. Proses ini tentu membutuhkan investasi besar dan sumber daya yang tidak sedikit.

Bagi petani seperti Tatang, urusan kualitas beras di tangan pemerintah adalah hal lain. Tugas mereka adalah menanam, merawat, dan memanen. Kebijakan "any quality" ini sudah memberikan solusi langsung bagi masalah yang mereka hadapi selama ini. Bagi mereka, ini adalah kebijakan yang adil dan menguntungkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun