Masalah yang Mengakar: Mengapa Komunikasi Pejabat Mengkhawatirkan?
Public speaking pejabat kita akhir-akhir ini memang sering jadi sorotan. Bukan karena isinya yang luar biasa, melainkan karena seringnya menimbulkan kontroversi, misinformasi, bahkan kegaduhan.Â
Baru-baru ini, ucapan seorang menteri tentang guru menjadi viral dan menimbulkan reaksi negatif dari banyak pihak. Itu bukan kejadian pertama, dan mungkin bukan yang terakhir.Â
Fenomena ini membuat kita bertanya-tanya, sebenarnya ada apa dengan kemampuan berkomunikasi para elite kita? Kenapa hal yang seharusnya sederhana, seperti menyampaikan kebijakan atau pandangan, justru menjadi bumerang?
Salah satu akar masalahnya adalah minimnya pelatihan. Banyak pejabat naik ke posisinya bukan karena mereka punya kemampuan komunikasi publik yang mumpuni, melainkan karena keahlian di bidang teknis atau rekam jejak politik.Â
Mereka ahli dalam menyusun regulasi, merancang strategi ekonomi, atau mengelola birokrasi, tetapi tidak terbiasa berbicara di depan publik yang beragam. Mereka tidak diajarkan cara memilih kata yang tepat, mengendalikan nada bicara, atau membaca respons audiens.Â
Akibatnya, saat menghadapi mikrofon, mereka sering salah langkah, menggunakan istilah yang terlalu teknis, atau melontarkan pernyataan yang mudah disalahartikan.
Poin lain yang tak kalah penting adalah minimnya pendampingan. Pejabat sering kali sendirian dalam menyusun dan menyampaikan pidato. Mereka tidak punya tim ahli yang bisa memberikan masukan kritis.Â
Padahal, seorang penulis pidato (speechwriter) itu krusial. Tugasnya bukan sekadar menulis, melainkan membantu pejabat menemukan narasi yang kuat, menyusun argumen yang logis, dan memastikan pesan yang disampaikan sesuai dengan visi dan misi yang ingin dicapai.Â
Tanpa pendampingan yang mumpuni, wajar jika narasi yang keluar seringkali tidak terstruktur, berbelit-belit, dan mudah diserang oleh kritik.
Kecenderungan untuk improvisasi juga menjadi masalah. Meski terkadang bisa membuat pidato terasa lebih alami, improvisasi tanpa persiapan matang seringkali berujung fatal.Â