Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Wakil Rakyat Gembung, Rakyat Terjepit: Kedaulatan di Jalanan

16 September 2025   15:07 Diperbarui: 16 September 2025   15:07 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalan Gatot Soebroto arah Slipi, Jakarta ditutup massa aksi yg menggelar demo di Gedung DPR, Jumat (29/8/2025) sore. | KOMPAS.com/ADHYASTA DIRGANTARA

Kedaulatan seolah hanya menjadi slogan kosong. Di gedung-gedung megah, para wakil rakyat duduk nyaman, membuat keputusan yang tidak selalu berpihak pada rakyatnya. Sementara itu, di luar sana, jutaan rakyat berjuang mati-matian hanya untuk bertahan hidup. 

Kesenjangan ini terus melebar, menciptakan jurang yang dalam antara yang di atas dan yang di bawah. Inilah yang menjadi akar masalah dari semua gejolak yang terjadi belakangan ini.

Pada saat ini, kantor DPR RI dan DPRD di seluruh Indonesia menjadi saksi bisu kemarahan rakyat. Ribuan orang datang, bukan untuk merusak, melainkan untuk menuntut. 

Mereka datang membawa suara yang selama ini diabaikan, suara dari hati yang terluka dan kecewa. Demo di DPR ini bukanlah aksi tanpa alasan. 

Ini adalah puncak dari kekecewaan yang telah menumpuk selama bertahun-tahun. Ketimpangan sosial dan ekonomi menjadi alasan utama mengapa rakyat turun ke jalan.

Para pendemo datang karena mereka merasa tidak ada lagi yang bisa diandalkan. Mereka merasa suara mereka tidak lagi didengar di dalam gedung-gedung pemerintahan. 

Jadi, mereka membawa suara itu ke jalanan, ke depan gerbang DPR. Mereka percaya bahwa kedaulatan masih di tangan rakyat, dan jalanan adalah satu-satunya tempat di mana kedaulatan itu bisa diwujudkan.

Kesenjangan yang Menganga: Tunjangan Naik, Nasib Rakyat Terjepit

Kesenjangan sosial ekonomi di negara ini semakin nyata. Di satu sisi, ada para wakil rakyat yang menikmati kenaikan tunjangan yang luar biasa. 

Tunjangan-tunjangan itu meningkat jor-joran, bahkan ada isu tunjangan rumah yang jumlahnya segunung. Angka-angka ini sangat fantastis dan sulit dipercaya. Sementara di sisi lain, nasib rakyat kecil semakin terjepit. Hidup terasa semakin sulit.

Lapangan kerja semakin susah ditemukan. Banyak perusahaan yang gulung tikar, sementara lapangan kerja baru tidak muncul. Pendapatan masyarakat bawah terus menurun, membuat mereka sulit memenuhi kebutuhan sehari-hari. 

Harga-harga kebutuhan pokok terus naik, sementara daya beli masyarakat tidak ikut naik. Ini adalah ketimpangan yang sangat ironis.

Wakil rakyat seharusnya menjadi perwakilan suara rakyat. Mereka dipilih oleh rakyat untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat. Seharusnya, mereka berpikir tentang rakyat dulu. Kalau rakyatnya sudah sejahtera, baru mereka boleh ikut sejahtera. 

Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Para wakil rakyat justru sibuk memikirkan kesejahteraan mereka sendiri, sementara rakyat yang memilih mereka malah terlunta-lunta.

Tunjangan yang melambung tinggi di tengah kesulitan rakyat adalah penghinaan. Ini menunjukkan bahwa mereka tidak memiliki empati sama sekali. 

Mereka hidup di dunia yang berbeda, di mana uang bukan lagi masalah. Mereka tidak merasakan bagaimana rasanya berjuang untuk mencari uang. Mereka tidak merasakan bagaimana rasanya hidup dengan pendapatan pas-pasan.

Situasi ini semakin parah dengan sikap dan komunikasi para wakil rakyat yang terkesan asal-asalan. Banyak dari mereka yang asal bicara, tanpa memikirkan dampaknya. Ada juga wakil rakyat yang terang-terangan menghina rakyat. 

Sikap seperti ini semakin memicu kemarahan publik. Mereka tidak hanya tidak peduli, tetapi juga merendahkan rakyat yang seharusnya mereka layani.

Rakyat tidak bodoh. Mereka melihat, mendengar, dan merasakan semua ketidakadilan ini. Mereka tidak akan tinggal diam. Mereka akan melawan ketidakadilan ini. 

Mereka akan mengingatkan para wakilnya tentang siapa yang seharusnya diutamakan. Kenaikan tunjangan ini adalah contoh nyata ketidakpedulian yang sudah kelewat batas.

Suara di Jalanan: Dari Kekuatan Kata Hingga Korban Nyata

Ketika suara di dalam gedung tidak didengar, maka suara itu akan menggelegar di jalanan. Gerakan ini adalah bukti bahwa kedaulatan rakyat masih hidup. 

Mereka datang bukan dengan kekerasan, melainkan dengan harapan. Mereka ingin pemerintah dan DPR mendengarkan mereka. Mereka ingin ada perubahan yang nyata. Mereka ingin keadilan ditegakkan.

Mereka membawa spanduk-spanduk dengan tulisan-tulisan yang mengkritik. Mereka berteriak, menyanyikan lagu-lagu perjuangan, dan menyampaikan orasi-orasi yang berapi-api. 

Semua ini dilakukan untuk satu tujuan yaitu mengingatkan para wakil rakyat tentang janji-janji yang mereka ucapkan saat kampanye. Mereka datang untuk menagih janji-janji itu.

Namun, tidak semua perjuangan berjalan mulus. Ada harga yang harus dibayar. Demo ini memakan korban. Seorang pengemudi ojek daring bernama Affan Kurniawan meninggal dunia setelah tertabrak kendaraan taktis (rantis) milik polisi. 

Kejadian ini adalah pukulan telak bagi para pendemo. Kematian Affan menambah luka yang sudah ada.

Affan Kurniawan adalah salah satu dari jutaan rakyat kecil yang berjuang mencari nafkah yang halal. Ia adalah cerminan dari rakyat yang setiap hari berjuang untuk hidup. 

Kematiannya menjadi simbol dari ketidakpedulian negara terhadap rakyatnya. Kematiannya bukan sekadar kecelakaan. Ini adalah tragedi yang harus menjadi perhatian serius bagi semua pihak.

Tragedi Affan mengubah suasana demo menjadi lebih emosional. Ia bukan lagi hanya tentang tuntutan ekonomi, tetapi juga tentang keadilan dan nyawa manusia. Para pendemo merasa sangat marah. 

Mereka merasa nyawa Affan sia-sia. Mereka merasa perjuangan Affan tidak dihargai. Kematiannya menjadi pengingat bahwa di balik tuntutan-tuntutan besar, ada nyawa-nyawa kecil yang terus berjuang.

Kedaulatan Rakyat: Mundur atau Dimundurkan?

Pertanyaan besar sekarang adalah, mau apa para wakil rakyat? Apa yang akan mereka lakukan untuk menanggapi kemarahan rakyat ini? 

Apakah mereka akan tetap menutup mata dan telinga, atau mereka akan mulai berbenah? Rakyat sudah memberikan ultimatum. 

Kalau tak bisa mengurus rakyat, ya mundur saja atau kalian semua dimundurkan rakyat.

Ultimatum ini bukan main-main. Ini adalah peringatan serius dari rakyat. Rakyat sudah kehilangan kesabaran. Mereka sudah lelah dengan janji-janji kosong dan ketidakpedulian. 

Mereka ingin melihat tindakan nyata, bukan hanya kata-kata. Mereka ingin wakil-wakilnya menunjukkan bahwa mereka peduli.

Mereka harus bisa membuktikan bahwa mereka benar-benar bekerja untuk rakyat. Mereka harus bisa mengatasi semua permasalahan yang ada, mulai dari kesulitan ekonomi sampai dengan masalah sosial. 

Mereka harus bisa mengembalikan kepercayaan rakyat. Jika tidak, maka rakyat akan mengambil alih kedaulatan mereka.

Kedaulatan rakyat adalah hal yang paling penting dalam sebuah negara demokrasi. Kedaulatan itu bukan milik para wakil rakyat. Kedaulatan itu ada di tangan rakyat. 

Rakyat yang memilih mereka. Rakyat juga yang bisa menjatuhkan mereka. Ini adalah peringatan keras bagi para wakil rakyat yang sudah mulai lupa diri.

Kesimpulan

Pada akhirnya, apa yang terjadi di depan gedung DPR dan DPRD di seluruh Indonesia adalah cerminan dari kondisi bangsa yang sesungguhnya. Ini adalah pengingat bahwa ketimpangan sosial dan ekonomi tidak bisa dibiarkan begitu saja. 

Kenaikan tunjangan wakil rakyat yang tidak masuk akal di tengah kesulitan ekonomi rakyat adalah pemicu utamanya. Kematian Affan Kurniawan menjadi simbol dari ketidakadilan yang harus segera diakhiri. Rakyat sudah bersuara lantang. Kini saatnya para wakil rakyat mendengarkan dan bertindak. 

Jika tidak, kedaulatan yang selama ini ada di tangan mereka akan kembali ke tangan pemiliknya yang sah, yaitu rakyat, dan mereka akan dimundurkan dari jabatan mereka. Ini adalah sebuah peringatan serius dari rakyat untuk para wakilnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun