Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

In This Economy, Ongkos Pulang-Pergi Menjadi Gaji Kedua untuk Jalanan

24 Agustus 2025   14:44 Diperbarui: 24 Agustus 2025   14:44 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi - Tangan penumpang memegang tali transportasi umum. | Image by Freepik

Biaya yang Tersembunyi: Lebih dari Sekadar Angka di Struk Bensin

Dalam kondisi ekonomi seperti sekarang, setiap orang pasti merasakan beratnya mencari nafkah. Gaji bulanan yang kita terima seolah-olah sudah memiliki "tuan" yang berbeda-beda, bahkan sebelum kita sempat menggunakannya. 

Salah satu tuan terbesar dan paling sering terlupakan adalah biaya transportasi pulang-pergi ke tempat kerja. Banyak dari kita yang hanya melihat angka di struk bensin, karcis tol, atau tiket KRL tanpa benar-benar menghitung dampaknya secara keseluruhan pada keuangan kita. 

Padahal, jika dihitung-hitung, angka-angka kecil itu bisa berubah menjadi monster yang menggerogoti gaji kita setiap bulan.

Saya sering berdiskusi dengan teman-teman dan tetangga yang bekerja di kota besar. Mereka mengeluhkan hal yang sama yaitu gaji mereka habis di jalan. Mereka harus membayar bensin yang harganya terus naik, biaya tol yang tidak murah, atau tarif transportasi umum yang terus disesuaikan. 

Setiap hari, mereka menghabiskan waktu berjam-jam di jalan, yang ironisnya juga berarti mereka harus membayar lebih banyak untuk itu. Mereka tidak sadar bahwa ongkos pulang-pergi telah menjadi pengeluaran terbesar kedua setelah cicilan atau sewa tempat tinggal.

Banyak orang yang terjebak dalam pemikiran bahwa pengeluaran ini wajar dan tidak bisa dihindari. "Ini kan memang harga untuk bekerja," begitu pikir mereka. Padahal, pandangan ini berbahaya. Saat kita menganggap ongkos sebagai sesuatu yang wajar, kita tidak akan pernah berusaha untuk mencari jalan keluar. 

Kita tidak akan mencari alternatif transportasi, atau bahkan mempertimbangkan untuk mencari pekerjaan yang lokasinya lebih dekat. Kita hanya pasrah menerima kenyataan bahwa setiap hari, uang kita mengalir begitu saja ke kantong penyedia bahan bakar atau penyedia layanan transportasi.

Kenyataan pahitnya adalah, banyak orang yang bekerja keras dari pagi sampai malam, hanya untuk kembali ke rumah dengan dompet yang sudah menipis karena ongkos. 

Mereka bekerja mati-matian, tapi yang paling diuntungkan dari hasil kerja mereka justru adalah pihak-pihak yang tidak terlibat langsung dalam pekerjaan mereka. Seolah-olah, ada satu pihak lain yang juga menerima "gaji" dari keringat dan waktu kita, dan itu adalah jalanan.

Fenomena ini menunjukkan bahwa ada ketidakseimbangan yang serius dalam sistem ekonomi kita. Upah yang diterima tidak sebanding dengan beban hidup, terutama beban transportasi yang terus meningkat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun