Pasar tradisional Cicalengka, Kabupaten Bandung, bukan hanya sekadar tempat transaksi jual beli, melainkan sebuah ruang yang menyimpan kenangan mendalam bagi saya.Â
Empat puluh tahun silam, saya sering diajak oleh ibu, yang kami sapa Ema, untuk menyusuri lorong-lorong pasar ini. Rutinitas itu dimulai sejak pagi buta, bahkan tak jarang seusai salat subuh.Â
Hingga kini, Pasar Cicalengka masih memegang peran vital sebagai pusat kunjungan masyarakat, menjadikannya pasar ikonik di ujung timur Kabupaten Bandung .Â
Ibu saya, sepanjang hidupnya, selalu mengandalkan pasar bersejarah ini untuk memenuhi kebutuhan harian keluarga.Â
Memang, dari dulu hingga sekarang, para wanita memegang peran dominan, baik sebagai pembeli maupun pedagang, yang menghidupkan denyut nadi perekonomian pasar.
Pasar Cicalengka, yang terletak tepat di belakang Kantor Kecamatan Cicalengka dan berada di kampung halaman pahlawan wanita nasional, Raden Dewi Sartika, tetap ramai dan semarak.Â
Di sudut paling barat pasar, dekat Kantor Polsek dan SD Negeri Loji, berjejer rapi lapak-lapak sederhana dari bambu. Para pedagang di sana didominasi oleh ibu-ibu.Â
Mereka menjual beragam kebutuhan, mulai dari sayuran segar hingga kerupuk yang melimpah. Dari sekian banyak dagangan, lapak kerupuk inilah yang paling menarik perhatian saya.Â
Para ibu penjual kerupuk ini memiliki alasan sederhana namun kuat di balik pilihan dagangan mereka yaitu modalnya tidak besar, tetapi hasilnya cukup untuk membantu menopang kebutuhan ekonomi keluarga.Â
Mereka menggelar dagangan sejak subuh hingga sekitar pukul 11 siang. Bagi saya, para ibu penjual ini adalah Kartini-Kartini masa kini yang dengan gigih berjuang membangun fondasi ekonomi keluarga.
Lapak Kerupuk, Kisah Sederhana yang Membekas