Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Paradoks Kerukunan, Ketika Tetangga Terbaik Justru Adalah Waktu yang Paling Mahal di Dunia

13 Agustus 2025   22:39 Diperbarui: 13 Agustus 2025   22:39 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi - Tetangga. | Dok. SHUTTERSTOCK via KOMPAS.COM

Di tengah padatnya kehidupan modern, kita seringkali terjebak dalam kesibukan masing-masing. Pagi hari, kita terburu-buru berangkat kerja. Sore hari, kita pulang dengan lelah. Akhir pekan pun seringkali dihabiskan untuk istirahat atau urusan pribadi. 

Di balik pintu rumah kita, ada tetangga yang setiap hari berpapasan dengan kita. Kita mungkin menyapa, tetapi seringkali sapaan itu hanyalah formalitas. Kita merasa sudah cukup menjadi tetangga yang baik dengan tidak mengganggu orang lain, namun kita lupa bahwa ada kebutuhan lain yang lebih penting, yaitu kehadiran.

Paradoks kerukunan muncul di sini. Kita berpikir bahwa kerukunan dibangun dengan tidak saling mencampuri urusan, atau mungkin dengan memberi bantuan materi saat dibutuhkan. Padahal, seringkali kerukunan sejati dibangun dari hal yang jauh lebih sederhana, yaitu waktu. 

Waktu yang kita berikan untuk sekadar duduk di teras, mengobrol ringan, atau membantu tetangga tanpa diminta. Inilah paradoks kerukunan: di dunia yang serba uang, hal paling berharga untuk menciptakan kerukunan justru adalah waktu yang tidak bisa dibeli.

Kita cenderung menghitung nilai sesuatu dari harganya. Waktu kita dihitung per jam dengan gaji. Bantuan kita diukur dari seberapa besar nominal yang kita keluarkan. Namun, bagi tetangga, nilai dari sebuah hubungan tidak bisa dihitung seperti itu. 

Mereka tidak peduli seberapa kaya kita, seberapa sukses kita. Yang mereka pedulikan adalah seberapa sering kita hadir, seberapa tulus sapaan kita, dan seberapa bersedia kita mendengarkan cerita mereka. 

Itu adalah investasi sosial yang jauh lebih berharga daripada investasi finansial mana pun.

Kerukunan yang Hilang dalam Kesibukan

Dahulu, kerukunan bertetangga adalah hal yang lumrah. Ibu-ibu seringkali berkumpul di teras, membicarakan hal-hal kecil sambil mengasuh anak. Bapak-bapak seringkali duduk bersama di pos ronda, saling bertukar cerita tentang pekerjaan atau keluarga. 

Lalu, anak-anak bermain bersama tanpa sekat. Ada rasa kebersamaan yang kuat, yang membuat setiap orang merasa tidak sendirian. Mereka tidak perlu membuat janji. Kerukunan itu tumbuh dengan sendirinya, melalui interaksi sehari-hari.

Namun, zaman telah berubah. Kita kini hidup di era di mana privasi menjadi prioritas. Kita memagari rumah kita dengan pagar tinggi, bahkan secara emosional. Kita lebih sering berinteraksi melalui media sosial daripada secara langsung. Kita menganggap bahwa urusan pribadi adalah hak masing-masing. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun