Anak-anak dengan ADHD, misalnya, mungkin memiliki dorongan kuat untuk bergerak dan kesulitan mempertahankan fokus pada satu aktivitas. Sementara anak-anak dengan autisme mungkin mengalami kecemasan akibat perubahan rutinitas atau kepekaan terhadap suara dan visual tertentu.Â
Memahami akar penyebab perilaku ini adalah langkah pertama dan terpenting dalam merangkul mereka.
Pada hari pertama masuk sekolah, suasana kelas yang baru, kehadiran banyak orang asing, dan rutinitas yang belum terbentuk sempurna bisa memicu ledakan energi ini. Anak "Petualang Rasa" mungkin menunjukkan perilaku berlari-lari, melompat, mengeluarkan suara yang tidak biasa, atau berulang kali mencoba membuka pintu kelas.Â
Bagi guru dan helper, ini adalah momen krusial untuk menerapkan strategi penanganan yang efektif, bukan dengan paksaan, melainkan dengan pendekatan yang memahami kebutuhan individual anak.
Mereka tahu bahwa setiap anak "Petualang Rasa" adalah individu yang unik. Apa yang berhasil untuk satu anak belum tentu berhasil untuk yang lain. Oleh karena itu, observasi yang cermat sangat dibutuhkan di awal hari.Â
Guru dan helper akan mencari tahu apa yang memicu perilaku tersebut, apakah itu kebosanan, kelebihan stimulasi, kecemasan, atau sekadar kebutuhan untuk bergerak. Pemahaman ini menjadi dasar untuk intervensi yang tepat, sehingga anak dapat merasa aman dan perlahan beradaptasi dengan lingkungan kelas.
Strategi Merangkul Ledakan Energi
Menghadapi anak "Petualang Rasa" yang aktif di hari pertama masuk sekolah membutuhkan serangkaian strategi yang terencana dan fleksibel. Guru dan helper di SD Plus Al Ghifari tidak hanya mengandalkan insting, tetapi juga pelatihan dan pengalaman yang mumpuni dalam pendidikan inklusi.Â
Salah satu strategi utama adalah menciptakan lingkungan yang prediktif dan aman. Meskipun ini adalah hari pertama, mereka berusaha memperkenalkan rutinitas secara bertahap, menggunakan visual atau jadwal gambar untuk membantu anak memahami apa yang akan terjadi selanjutnya.
Ketika ledakan energi terjadi, pendekatan pertama adalah tetap tenang dan tidak panik. Guru dan helper tahu bahwa reaksi emosional dari orang dewasa justru bisa memperburuk situasi. Mereka akan mencoba mengarahkan perhatian anak secara lembut ke aktivitas lain atau ke area yang lebih tenang di dalam kelas.Â
Terkadang, ini bisa berupa menawarkan aktivitas sensorik alternatif, seperti meremas bola stress, berjalan sebentar di koridor yang sepi dengan pendampingan, atau bahkan hanya memberikan pelukan hangat yang menenangkan jika anak merespons positif.