Metode penanaman, perawatan, hingga proses pasca panen masih banyak yang mengandalkan pengetahuan turun-temurun.Â
Misalnya, teknik "nyirung" yang sangat penting untuk mengalihkan energi pertumbuhan tanaman ke daun, sehingga menghasilkan ukuran dan ketebalan daun yang optimal.Â
Praktik ini melibatkan pemangkasan pucuk dan pembuangan tunas samping (suckering) secara hati-hati, memastikan bahwa semua nutrisi tersalurkan untuk memperbesar dan menebalkan daun utama.
Proses "nyirung" ini bukan sekadar teknik mekanis. Ia adalah seni yang membutuhkan kepekaan dan pemahaman mendalam tentang siklus hidup tanaman tembakau.Â
Petani di Mekarjaya tahu persis kapan waktu yang tepat untuk melakukan "nyirung", berapa banyak tunas yang harus dibuang, dan bagaimana cara memangkas agar tidak melukai tanaman.Â
Kesalahan sedikit saja bisa berdampak pada kualitas daun, mengurangi hasil panen, dan tentu saja, mempengaruhi pendapatan.Â
Untuk itu, praktik ini diajarkan dari satu generasi ke generasi berikutnya, membentuk ikatan kuat antara petani, tanaman, dan tanah mereka.
Setelah panen, proses pengeringan daun tembakau juga menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi Mekarjaya. Sebagian besar petani masih mengandalkan metode pengeringan matahari atau sun curing.Â
Daun-daun tembakau yang telah dipanen digantung di gubuk-gubuk khusus atau di jemuran terbuka, memanfaatkan hangatnya sinar matahari Garut untuk mengeringkan daun secara alami.Â
Proses ini membutuhkan kesabaran dan keahlian, karena petani harus memastikan bahwa daun mengering secara merata dan tidak terlalu cepat atau terlalu lambat, agar menghasilkan warna, aroma, dan tekstur yang diinginkan.
Aroma khas tembakau yang menguar saat proses pengeringan adalah tanda bahwa kualitas sedang terbentuk. Pengeringan alami ini seringkali dianggap memberikan karakteristik unik pada tembakau Mekarjaya, membedakannya dari tembakau yang diolah dengan metode modern.Â