Selasa, 20 Mei 2025, menjadi hari yang tak terlupakan bagi ribuan driver ojek online (ojol) di seluruh Indonesia.Â
Dari Sabang sampai Merauke, roda dua yang biasanya melaju di jalanan mengantar penumpang dan barang, kini bergerak dalam konvoi besar-besaran, menyerukan tuntutan keadilan di depan kantor-kantor aplikator raksasa dan gedung-gedung pemerintahan.Â
Jakarta menjadi episentrum, dengan lautan jaket hijau, hitam dan merah memadati jalanan, namun gaungnya terasa hingga ke kota-kota lain, dari Medan, Bandung, Surabaya, Makassar, hingga Denpasar, menciptakan gelombang demonstrasi serentak yang belum pernah terjadi sebelumnya.Â
Ini bukan sekadar mogok kerja biasa, ini adalah pekik kolektif dari hati nurani para pahlawan jalanan yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi digital.
Narasi protes ini bermula dari beban operasional yang kian menjepit dan potongan aplikasi yang dirasa semakin mencekik. Para driver, yang selama bertahun-tahun menjadi mitra strategis bagi pertumbuhan pesat perusahaan-perusahaan raksasa ini, merasa diperlakukan tidak adil.Â
Janji-janji manis tentang kemitraan sejati dan fleksibilitas kerja seolah menguap ditelan algoritma yang semakin kompleks dan sepihak. Mereka adalah garda terdepan layanan digital, wajah dari aplikasi di mata konsumen, namun di balik layar, kesejahteraan mereka tergerus oleh kebijakan-kebijakan yang tak berpihak.
Tuntutan utama yang digaungkan dengan lantang adalah penurunan biaya potongan aplikasi hingga 10 persen. Angka ini bukan angka sembarangan, ini adalah angka yang diharapkan dapat memberikan sedikit napas lega di tengah melambungnya biaya hidup.Â
Selama ini, potongan yang diterapkan dirasa terlalu besar, membuat penghasilan bersih para driver tak sebanding dengan waktu, tenaga, dan risiko yang mereka hadapi di jalanan. Setiap rupiah dari potongan tersebut adalah peluh yang seharusnya bisa menjadi bagian dari dapur yang terus mengebul di rumah mereka.
Selain itu, kenaikan tarif pengantaran penumpang menjadi poin krusial lainnya. Dengan biaya operasional yang terus meningkat, mulai dari harga bensin, perawatan motor, hingga kebutuhan pribadi, tarif yang ada saat ini dianggap tidak lagi relevan.Â
Mereka menuntut penyesuaian tarif yang proporsional, yang mencerminkan inflasi dan kenaikan biaya hidup, agar pekerjaan mereka tidak hanya sekadar bertahan hidup, melainkan memberikan penghidupan yang layak.Â