Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Morekat Jagung Jadi Andalan: Ketahanan Pangan ala Petani Sumedang Hadapi Krisis Input Pertanian

4 Mei 2025   18:55 Diperbarui: 4 Mei 2025   20:52 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hadi, petani di Cimanggung Kabupaten Sumedang sedang menanam biji jagung untuk dipanen 4 bulan ke depan, Ahad (4/5/2025). | Dok. Pribadi/Jujun Junaedi

Di jantung Tatar Sunda, Kabupaten Sumedang, terbentang lanskap pertanian yang dinamis. Di sana, para petani dengan kearifan lokalnya telah mengembangkan metode bertani yang unik, dikenal dengan istilah "Morekat." Morekat merupakan sebuah strategi adaptasi, sebuah cara bertani yang dilakukan menjelang datangnya musim kemarau, menjadi jembatan peralihan antara musim hujan dan musim kering.

Hari ini, Ahad, 4 Mei 2025 di sebuah dusun yang tenang bernama Cibogo, yang terletak di Desa Cikahuripan, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, terlihat aktivitas pertanian yang menandakan dimulainya era Morekat. Di tengah hamparan sawah yang mulai mengering, seorang petani bernama Hadi, dengan usia yang matang di angka 56 tahun, tengah tekun menanam biji-biji jagung hibrida.

Lahan pesawahan seluas 80 tumbak miliknya menjadi saksi bisu transformasi ini. Hadi, yang sebelumnya menanam padi di lahan yang sama, kini beralih menanam jagung. Tindakan ini bukan tanpa alasan. Ia tengah menjalankan Morekat jagung, sebuah adaptasi cerdas terhadap perubahan musim yang tak terhindarkan.

Musim kemarau membawa tantangan tersendiri bagi para petani di Sumedang. Ketersediaan air di area persawahan mulai menyusut, mengancam keberlangsungan tanaman padi yang membutuhkan banyak air. Menyikapi kondisi ini, Hadi mengambil langkah proaktif dengan beralih menanam jagung, tanaman yang dikenal lebih toleran terhadap kondisi kekurangan air.

Keputusan Hadi untuk Morekat jagung adalah sebuah langkah strategis untuk mempertahankan hasil pertaniannya di tengah keterbatasan sumber daya alam. Dengan menanam jagung, ia berharap dapat meminimalisir risiko gagal panen akibat kekurangan air yang sering terjadi di musim kemarau.

Namun, tantangan yang dihadapi Hadi tidak hanya terbatas pada ketersediaan air. Ia juga mengungkapkan kendala lain yang cukup signifikan, yaitu mahalnya harga bibit dan pupuk. Harga bibit jagung hibrida yang mencapai Rp 150.000 per kilogram menjadi beban tersendiri bagi para petani. Belum lagi harga pupuk yang juga tidak kalah tinggi, semakin menambah tekanan ekonomi bagi mereka.

Kondisi ini menggambarkan realitas pahit yang dihadapi banyak petani di Sumedang. Di satu sisi, mereka harus beradaptasi dengan perubahan iklim dan ketersediaan air yang semakin tidak menentu. Di sisi lain, mereka juga harus bergulat dengan tingginya biaya produksi, terutama untuk bibit dan pupuk yang menjadi kebutuhan pokok dalam bertani.

Meskipun demikian, semangat Hadi untuk terus bertani tidak surut. Ia melihat Morekat jagung sebagai sebuah solusi, sebuah cara untuk tetap produktif di tengah keterbatasan. Baginya, bertani bukan hanya sekadar mata pencaharian, tetapi juga bagian dari tradisi dan identitasnya sebagai seorang petani Sunda.

Kisah Hadi adalah cerminan dari ketangguhan dan kearifan para petani di Sumedang. Di tengah berbagai kesulitan dan tantangan, mereka terus berupaya mencari cara untuk mempertahankan ketahanan pangan keluarga dan masyarakat sekitar. Morekat jagung menjadi salah satu wujud nyata dari adaptasi dan inovasi yang mereka lakukan.

Lebih dari sekadar beralih tanaman, Morekat jagung juga mengandung makna yang lebih dalam. Ini adalah tentang bagaimana para petani Sumedang memiliki pemahaman yang mendalam tentang siklus alam dan bagaimana mereka mampu memanfaatkan pengetahuan tersebut untuk keberlangsungan pertanian.

Ini juga merupakan potret dari semangat pantang menyerah dan kemampuan untuk mencari solusi di tengah keterbatasan. Meskipun harga bibit dan pupuk mahal menjadi kendala, para petani tidak lantas putus asa. Mereka terus mencari cara untuk mengoptimalkan sumber daya yang ada dan berinovasi dalam praktik bertani mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun