Mohon tunggu...
Julius Deliawan
Julius Deliawan Mohon Tunggu... Guru - https://www.instagram.com/juliusdeliawan/

Guru yang belajar dan mengajar menulis. Email : juliusdeliawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dokter Terawan dan Wajah Layanan Kesehatan di Mata Awam

6 April 2022   07:35 Diperbarui: 6 April 2022   07:40 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber https://nasional.kompas.com/

...

Tidak mudah memang membangun satu pemahaman dengan kerangka pikir yang tidak sama. Bahkan dengan yang semestinya satu kerangka pikir pun, nyatanya IDI dan Dr. Terawan memiliki perbedaan tafsir. 

Bahkan mungkin di kalangan anggota IDI dan Pengurusnya, Dr. Terawan memiliki pendukung. Cuma ter-"bungkam" oleh ketentuan organisasi. Keputusan muktamar itu mengikat. "Kebenaran" menjadi produk voting atau musyawarah. Artinya tetap tidak ada yang absolut di sana.

Saya melihat, etika profesi, sebenarnya adalah proses negosiasi. Keengganan Dr. Terawan menghadiri panggilan MKEK, bisa jadi dianggap sebagai arogansi, yang memang harus ditundukkan dengan 'arogansi' yang memang disahkan oleh ketentuan. Apalagi ada alasan sangat masuk akal yang dapat digunakan untuk melakukan hal tersebut.

Cukupkah alasan-alasan logis tersebut ? Cukup bagi IDI, namun gejolak di masyarakat awam, itu menunjukkan bahwa alasan IDI tidak cukup,  Dr Terawan, mendapat dukungan luas. 

Bahkan bukan hanya dari pasiennya, yang memang rata-rata bukan orang sembarangan, namun juga masyarakat awam. Bahkan dukungannya meluas, dari DPR hingga ke penggiat media social. Mereka membuat petisi online dan tagar di twitter. 

Haruskah IDI mengabaikan hal ini, menganggapnya angin lalu saja? Nanti juga mereda sendiri. Bahkan ada oknum IDI di media menuduh ini bagian dari upaya  Dr Terawan yang minta pembelaan. Perlu dipahami, bahwa masyarakat tidak banyak mendengar suara Dr Terawan. Saya rasa ini adalah spontanitas.

..

Dr Terawan, menurut saya, bukanlah penyebab utama gejolak yang ada di masyarakat terkait IDI. Ini soal kegerahan masyarakat terhadap layanan kesehatan secara umum, yang menempatkan dokter sebagai garda terdepannya. Sosok yang paling mudah di tunjuk hidungnya. Pemerintah dan tentu saja IDI memiliki andil di dalamnya.

Saya beranggapan demikian, karena  situasinya aman-aman saja ketika Presiden Jokowi mereshuffle Dr Terawan. Bahkan, ketika BPOM menggagalkan laju vaksin nusantara yang digawangi Dr Terawan. Ada gejolak, tapi tidak sekuat kasus terakhir ini.

Jika demikian halnya, sudah seharusnya semua pihak melakukan introspeksi. IDI tidak bisa lagi berdalih ini urusan internal organisasi. Karena faktanya, IDI tidak memiliki kompetitor yang dapat dijadikan sasaran tembak juga. Ini organisasi profesi tunggal, satu-satunya lembaga yang dapat menentukan para sarjana kedokteran itu apakah benar-benar bisa menjadi dokter. Benar, IDI bisa bilang hanya merekomendasikan, tapi tanpa rekomendasi IDI,  para lulusan kedokteran itu  juga tidak bisa menjadi 'apa apa'. Sama saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun