Isu-isu reshuffle sepertinya mungkin tidak terjadi. Kabar mengejutkan datang dari istana dimana kinerja menteri makin membaik dan reshuffle jadi tak relevan.
Hal itu diungkapkan Menteri Sekretariat Negara Pratikno, "Teguran keras tersebut punya arti yang signifikan. Teguran keras tersebut dilaksanakan secara cepat oleh kabinet. Ini progres yang bagus," ujar Pratikno di Komplek Istana Kepresidenan Jakarta dilansir dari Tempo.co, 6/7/2020.
"Jadi kalau progresnya bagus, ngapain direshuffle, gitu intinya begitu. Tentunya dengan progres yang bagus ini isu reshuffle tidak relevan, sejauh bagus terus, "kata Pratikno.
Patah hati
Pertanyaannya adalah apakah pihak-pihak yang gencar kemarin bicara reshuffle sampai ada menyodorkan menteri akan patah hati mendengar kabar ini?.
Ini pertanyaan penting sebenarnya. Kita tak tahu apa yang akan dikomentari oleh pengamat membaca pernyataan itu. Itulah mengapa penulis mengatakan juga dalam tulisan sebelumnya bahwa sangat mungkin reshuffle tidak dilakukan, jika para menteri setelah dimarahi langsung bekerja lebih keras dan terukur.
Sekarang, inilah jawaban dari perdebatan dan perbincangan di media online maupun televisi beberapa hari ini mengenai reshuffle. Ternyata oh ternyata Pak Pratikno mengatakan kemarahan Presiden membuahkan hasil.
Para menteri makin bekerja lebih baik sehingga tidak relevan reshuffle tersebut. Jadi, bagaimana politisi yang mengatakan kalau reshuffle tidak dilakukan dalam sepekan maka Presiden omong doang?.
Apakah politisi itu akan patah hati atau tidak?. Itu pasti kita nanti-nantikan. Apakah juga kalau tidak direshuffle jadi Presiden Jokowi tidak dipercaya?. Belum tentu juga.
Seorang pemimpin wajar marah pada anggotanya jika mereka kerjanya lamban dan kurang maksimal. Kemarahan itu bisa membuat orang membuka mata semakin lebar dan bergiat dalam bekerja.
Jadi, buah dari kemarahan dapat menimbulkan hal-hal positif. Sebab itu, reshuffle bukan jalan satu-satunya ketika para menteri bisa bekerja dengan baik.