Mohon tunggu...
I KOMANG JUAN ARYA WIJAYA
I KOMANG JUAN ARYA WIJAYA Mohon Tunggu... mahasiswa

j----J--

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Insulin dalam Diabetes Tipe 1: Strategi, Mekanisme, dan Tantangan Pengaplikasiannya

18 Juli 2025   21:24 Diperbarui: 18 Juli 2025   21:24 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diabetes type 1  (DMT1) (Sumber: wockhardthospitals.com)

Banyaknya anak-anak yang menggemari makanan dengan kandungan gula pada zaman ini, menjadi salah satu penyumbang pasien pengidap diabetes, ditambah dengan gaya hidup yang kurang sehat mengakibatkan daya imun yang buruk. Salah satu penyakit diabetes adalah Diabetes Mellitus Tipe 1 (DMT1) sebagai diabetes yang disebabkan oleh kerusakan autoimun terhadap sel pankreas sehingga tubuh kehilangan kemampuan memproduksi insulin secara endogen. Kasus DMT1 pada anak-anak di Indonesia menunjukkan peningkatan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Menurut Nurvita (2023), prevalensi meningkat akibat kombinasi faktor genetik, predisposisi autoimunitas, dan keterbatasan deteksi dini. Fenomena ini menjadi tantangan besar dalam sistem kesehatan masyarakat, terutama karena anak-anak membutuhkan pengelolaan metabolik yang konsisten untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan mereka.

Dalam pengobatan dan terapi yang dilakukan pada pasien pengidap, insulin menjadi pilar utama terapi. Studi yang dilakukan Marzel (2020) menunjukkan bahwa tanpa suplementasi insulin, homeostasis glukosa tidak dapat dijaga. Pemberian intervensi seperti terapi insulin eksogen berfungsi sebagai substitusi fungsional terhadap kekurangan hormon, yang dipadukan dengan diet, olahraga, dan edukasi untuk mencapai kontrol metabolik optimal. Pemahaman yang menyeluruh mengenai etiologi dan patofisiologi DMT1 merupakan dasar dalam melakukan dan menetapkan strategi terapi, terutama ketika dikaitkan dengan inovasi bioteknologi dan personalisasi perawatan. Dalam artikel ini akan membahas mengenai mekanisme insulin dalam diabetes melitus tipe 1, strategi serta tantangan dalam pengaplikasiannya dalam perlakuan terapi.

Mekanisme Biokimia Insulin dalam Regulasi Glukosa

Sintesis dan Sekresi Insulin

Sintesis dan sekresi insulin menjadi proses yang sistematis yang terjadi di sel pankreas. Sintesis dimulai dengan proses transkripsi gen INS di inti sel menjadi mRNA yang kemudian terjadi proses translasi oleh ribososm menghasilkan preproinsulin. Molekul tersebut akan diproses di RE (retikulum endoplasma) menjadi proinsulin dan dimatangkan di badan Golgi menjadi insulin aktif dengan hasil samping yaitu C-peptida. Peningkatan glukosa darah menyebabkan peningkatan perbandingan ATP/ADP dalam sel yang menutup kanal KATP dan menyebabkan depolarisasi membran. Proses depolarisasi tersebut menyebabkan kanal Ca2+ terbuka sehingga ion kalsium dapat masuk dan memicu eksositosis granula indulin ke sirkulasi darah, yang dimana proses tersebut berguna dalam memastikan insulin dilepaskan secara tepat dalam menurunkan kadar glukosa darah dan menjaga homeostasis (Banjarnahor & Wangko, 2012).


Interaksi Insulin dengan Reseptor

Setelah dilepaskan ke sirkulasi darah, insulin akan berikatan dengan reeseptor insulin tipe tirosin kinase di permukaan sel target seperti otot dan adiposa, yang mana ikatan tersebut dapat memicu autofosforilasi domain intraseluler reseptor yang kemudian merekrut adaptor protein IRS atau Insulin Receptor Substrate. Aktivasi aktivasi terhadap IRS akan menjadi titik mulai atau permulaan dimana rangkaian transduksi sinyal melalui jalur PI3K/Akt (Phosphoinositide 3-kinase/Protein Kinase B) yang meningkatkan pengambilan glukosa dan sintesis glikogen, serta jalur MAPK (Mitogen-Activated Protein Kinase) yang mengatur pertumbuhan sel dan ekspresi gen. Interaksi tersebut nantinya memungkinkan sel melakukan respons metabolik yang sesuai dengan kadar glukosa darah yang meningkat (Ridwan & Gotera, 2009)

Jalur Metabolik dan Efek Fisiologis

Insulin nantinya mengatur metabolisme glukosa melalui aktivasi jalur sinyal intraseluler yang kompleks, seperti PI3K/Akt (Phosphoinositide 3-Kinase / Protein Kinase B) dan MAPK (Mitogen-Activated Protein Kinase). Jalur PI3K/Akt dimulai dari aktivasi reseptor insulin dan protein substrat IRS, yang memicu PI3K mengubah fosfolipid membran menjadi PIP3. PIP3 kemudian mengaktifkan Akt (juga dikenal sebagai PKB), yang berfungsi meningkatkan translokasi transporter GLUT4 (Glucose Transporter Type 4) ke membran sel yang dapat mempercepat masuknya glukosa ke dalam jaringan target seperti otot dan adiposa. Selain itu, jalur ini juga mengaktifkan glikogenesis di hati dan otot, meningkatkan sintesis lipid, dan menghambat proses glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru) serta lipolisis (pemecahan lemak).

Sementara itu, jalur MAPK lebih dominan dalam regulasi proliferasi sel, pertumbuhan, dan diferensiasi. Jalur ini berjalan melalui rangkaian aktivasi protein seperti Ras, Raf, MEK, hingga ERK yang akhirnya mempengaruhi ekspresi gen di dalam inti sel. Meskipun tidak berfokus pada metabolisme glukosa secara langsung, jalur MAPK tetap mendukung peran insulin dalam menjaga keseimbangan seluler terutama pada jaringan yang sedang mengalami regenerasi atau stres. Efek keseluruhan dari aktivasi kedua jalur ini berkontribusi pada homeostasis energi dan pengaturan glukosa tubuh secara sistemik (Lestari & Zulkarnain, 2021)

Strategi Terapi Insulin pada Diabetes Tipe 1

Jenis Insulin Eksogen dan Skema Pemberian

Dalam terapi DMT1 terdapat berbapa jenis insulin eksogen yang digunakan dan diklasifikasikan menjadi tiga jenis dilihat dari durasi kerjanya yaitu,

  • Kerja cepat (lispro, aspart)

Memiliki onset (efek mulai terasa) kerja sekitar 15-30 menit, yang memiliki puncak efek 1-2 jam dan durasi sekitar 3-5 jam yang digunakan sebagai insulin bolus seblum makan yang berguna dalam mengontrol glukosa postpradilal

  • Kerja menengah (NPH)

Insulin menengah seperti NPH, mulai bekerja dalam 1-2 jam, dengan puncak efek 4-8 jam, dan durasi sekitar 10-18 jam yang umumnya digunakan sebagai insulin basal namun dengan profil puncak yang tidak sepenuhnya stabil

  • Kerja panjang (glargine, detemir)

Insulin ini memiliki contoh seperti glargine dan detemir, yang mulai bekerja lambat sekitar 1-2 jam tanpa puncak nyata yang terlihat dan durasi kerja hingga 24 jam, yang dimana penggunaan insulin ini memiliki keunggulan dalan kontrol gula darah puasa yang lebih konsisten dengan risiko hipoglikemia lebih rendah

Teknologi Insulin Rekombinan

Teknologi analog rekombinan ini merupakan bentuk insulin buatan yang dihasilkan melalui rekayasa genetika, dirancang sehingga struktur dan fungsinya mendekati insulin alami tubuh. Dengan modifikasi molekuler, analog seperti glulisine dan degludec memilki waktu mulai kerja (onset) dna durasi kerja yang lebih stabil dibandingkan dengan insulin reguler. Dengan stabilitas ini memungkinkan kontrol glukosa yang lebih tepat dan menurunkan risiko hipoglikemia, khususnya karena dosis dan waktu pemberian yang dapat disesuaikan denga kebuduhan metabolik pasien (Marzel, 2020).

Sistem Penghantaran Modern

Sistem penghantaran modern seperti pompa insulin menjadi salah satu strategi terapeutik yang mendekati fisiologis tubuh, dengan sistem ini yang menyediakan infus basal secara konstan sepanjang hari danmemungkinkan pemberian tambahan (bolus) sebelum makan sesuai dengan kebutuhan glukosa. Dengan diintegerasikan dengan CGM (Continous Glucose Monitoring) distem ini dapat membentuk closed-loop yang menyesuaikan dengn dossis insulin secara otomatis berdasarkan kadar glukosa secara real time. Strategi menitu sekresi insulin alami tubuh dan dapat membanti menjaga kestabilan glukosa darah dengan presisi tinggi (Ningsih & Rahman, 2023).

Penyesuaian Terapi Berdasarkan Kondisi Klinis

Dalam praktik secara klinis, penyesuaian terapi insulin bersifat dinamis dan bergantung pada fase fisiologis pasien. Ketika fase honeymoon (produksi insulin engdogen sementara), produksi insulin endogen masih tersisa sebagian, sehingga kebutuhan akan insulin eksogen lebih rendah. Selama masa pubertas dan aktivitas fisik yang tinggi, membutuhkan insulin yang lebih sehingga lonjakan hormon dan metabolisme energi menjadi lebih besar sehingga diperlukan evaluasi dosis secara berkala dalam mencegah komplikasi seperti hipo/hiperglikemia (Lukito, 2020).

Tantangan dan Kendala Aplikasi Klinik

Variabilitas Respon Pasien

Faktor-faktor seperti usia, berat badan, status gizi, sensitivitas insulin menyebabkan respons terapi insulin dapat berbeda tiap-tiap pasien. Pada pasien lanjut usia, efektivitas insulin cenderung menurun akibat resistensi reseptor dan prubahan metabolik, sehingga keberhasilan pengelolaan atau terapi DMT1 bergantung pada pemantuan berkala dan penyesuaian dosis secara personal (Aryana et al., 2018).

Hipoglikemia dan Komplikasi

Efek samping yang sering terjadi adalah Hipoglikemia yang terjadi akibat karena dosis yang diberikan tidak sebanding dengan asupan makanan atau aktivitas fisik yang dilakukan pasien. Penurunan kadar glukosa secar cepat dapat menyebabkan gejala seperti gemetar, pusing, kejang dan bahkan koma. Faktor pemicunya adalah  kesalahan dosis, lanbat makan, atau peningkatan aktivitas fisik tanpa penyesuaian insulin sehingga memerlukan pemantauan glukosa secara rutin dalam melihat tanda-tnda awal hipoglikemia dan cara penanganan nay secara cermat sehingga dapat memprediksi komplikasi yang terjadi (Dwi et al., 2024).

Aksesibilitas dan Teknologi Pendukung

Ketersediaan insulin analog dan perangkat terapi modern seperti pompa insulin dan sensor glukosa terus-menerus (CGM) belum merata di seluruh Indonesia. Banyak daerah, terutama daerah 3T yang menghadapi kendala distribusi dan kurangnya fasilitas kesehatan yang mendukung penggunaan teknologi tersebut. Biaya juga menjadi faktor pembatas karena insulin analog dan alat penghantaran canggih tergolong lebih mahal dibandingkan terapi konvensional. Selain itu, kemampuan pasien dalam mengakses dan memahami teknologi digital seperti aplikasi pemantau glukosa sangat bergantung pada tingkat literasi digital. Penelitian oleh Rivatunisa dan Noviyanti (2024) menunjukkan bahwa pasien dengan akses informasi digital yang baik lebih mampu memahami pentingnya terapi insulin dan menunjukkan kepatuhan yang lebih tinggi dalam manajemen diabetes.

Sumber Rujukan

Aryana, S., Astika, N., & Kuswardhani, T. (2018). Geriatric Opinion 2018. Geriatric Opinion 2018, December, 11.

Banjarnahor, E., & Wangko, S. (2012). Sel beta pankreas sintesis dan sekresi insulin. Jurnal Biomedik: JBM, 4(3).

Dwi, A., Muharikah, N., Difananda, N., & Arief, R. Q. (2024). Diet dan Kejadian Hipoglikemia pada Diabetes Mellitus: Sebuah Kajian Literatur. Jenggala: Jurnal Riset Pengembangan Dan Pelayanan Kesehatan, 3(1), 18--28.

Lestari, L., & Zulkarnain, Z. (2021). Diabetes Melitus: Review etiologi, patofisiologi, gejala, penyebab, cara pemeriksaan, cara pengobatan dan cara pencegahan. Prosiding Seminar Nasional Biologi, 7(1), 237--241.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun