Mohon tunggu...
Jovan Vincenzo
Jovan Vincenzo Mohon Tunggu... Pelajar

Belajar menulis artikel

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Ketika Fobia, Sandiwara, dan Krisis Keteladanan Menjadi Cermin Negeri

30 September 2025   22:27 Diperbarui: 30 September 2025   23:51 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi leadership. (Sumber: SHUTTERSTOCK via kompas.com)

Fenomena sosial, politik, dan moral bangsa kita sering kali tersaji dalam bentuk peristiwa yang tampak sederhana, namun sesungguhnya merefleksikan kerumitan yang lebih besar. 

Tiga artikel yang saya baca, Fobia Ulat Bulu di Republik Hantu karya F. Rahardi, Sandiwara Pengusutan Pagar Laut Ilegal dari Editorial Tempo, dan Ketika Sumpah dan Etika Menjadi Teks Mati oleh Budiman Tanuredjo, menghadirkan gambaran nyata tentang wajah Indonesia hari ini. 

Negeri ini masih dililit ketakutan semu, permainan kuasa, dan krisis keteladanan yang menggerogoti sendi kehidupan berbangsa.

Fobia yang Melumpuhkan

F. Rahardi dengan gaya khasnya mengajak kita merenungkan bagaimana ketakutan yang berlebihan terhadap ulat bulu justru mencerminkan kondisi bangsa yang gampang dihinggapi fobia. 

Ia menulis bahwa fobia terhadap apa pun pada akhirnya akan merugikan si penderita, terlebih bila terjadi secara massal dan berkepanjangan.

Pesannya jelas, masalah bangsa ini bukan sekadar soal alam, melainkan rusaknya moralitas dan kepemimpinan. Fobia menjadi metafora atas cara pandang kita yang kerap terjebak pada hal-hal remeh, sementara masalah besar justru diabaikan. 

Masyarakat lebih takut pada ulat bulu yang sejatinya tidak berbahaya, daripada pada korupsi, manipulasi hukum, dan krisis kepemimpinan yang nyata-nyata merusak.

Sandiwara yang Melelahkan

Editorial Tempo menguliti lemahnya penanganan kasus pagar laut ilegal di Banten. Drama tarik ulur antarinstansi, saling lempar tanggung jawab, hingga dugaan keterlibatan taipan besar menggambarkan bagaimana hukum sering kali menjadi sandiwara. 

Disebutkan bahwa Prabowo harus menyudahi drama yang dilakoni para anak buahnya, sebab semrawutnya penanganan kasus ini akan menambah ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah.

Kritik ini menegaskan bahwa masalah pagar laut bukan sekadar soal pelanggaran tata ruang, melainkan uji kredibilitas pemerintah dalam menegakkan hukum. Kasus ini memperlihatkan betapa hukum mudah sekali dikooptasi oleh kepentingan ekonomi dan politik. 

Ketika hukum dipentaskan layaknya sandiwara, rakyat kehilangan pegangan, dan negara kehilangan wibawa.

Keteladanan yang Hilang

Budiman Tanuredjo mengingatkan kita pada sumpah dan etika yang kini hanya menjadi teks mati. Ia menulis bahwa bangsa ini banyak kehilangan muazin, namun belum mampu memunculkan muazin bangsa yang baru. Krisis teladan inilah yang membuat reformasi terasa jalan di tempat.

Dua puluh enam tahun pasca-1998, masalah yang sama seperti korupsi, ketidakadilan, dan lemahnya hukum masih menghantui. 

Elite politik kerap lupa pada sumpah dan janji, sementara rakyat dipaksa menelan kekecewaan demi kekecewaan. Krisis keteladanan adalah luka bangsa yang tidak bisa disembuhkan hanya dengan regulasi, tetapi membutuhkan sosok yang benar-benar berintegritas.

Cermin untuk Bangsa

Ketiga artikel tersebut seakan saling melengkapi. Fobia menunjukkan betapa masyarakat mudah diarahkan pada ketakutan semu. Sandiwara politik menggambarkan lemahnya wibawa hukum. Krisis keteladanan mempertegas hilangnya kompas moral bangsa.

Inilah wajah negeri kita, sebuah potret yang pahit, tetapi perlu kita hadapi. Karena hanya dengan bercermin pada kenyataan, bangsa ini bisa mulai berbenah. 

Tantangannya tentu tidak ringan, tetapi jika ketakutan bisa diubah menjadi kesadaran, sandiwara diganti dengan penegakan hukum yang tegas, dan krisis keteladanan dijawab dengan lahirnya pemimpin bermoral, maka harapan itu masih ada.

Indonesia membutuhkan keberanian untuk tidak lagi terjebak pada hal-hal semu, melainkan berani menghadapi akar masalah. Bukan fobia, bukan sandiwara, bukan janji kosong, melainkan keberanian nyata untuk mengembalikan kepercayaan rakyat dan martabat bangsa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun