Mohon tunggu...
Jovansyah Ali
Jovansyah Ali Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Mahasiswa

Mahasiswa s1 Hukum

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Upaya untuk Mengatasi Ketergantungan Remaja terhadap Instagram

20 Januari 2021   10:14 Diperbarui: 20 Januari 2021   10:22 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dari sekian banyaknya media sosial yang ada, hanya ada beberapa media sosial yang memiliki keunggulan atau mendapat perhatian lebih dibandingkan dengan media sosial lainnya. Salah satunya media sosial yang populer beberapa tahun belakangan ini adalah Instagram. Instagram berasal dari kata "insta" yang berarti "instan", seperti kamera polaroid yang pada masanya lebih dikenal sebagai "foto instan". Sedangkan untuk kata "gram" berasal dari kata "telegram" dimana cara kerja telegram sendiri adalah untuk mengirimkan informasi kepada orang lain secara cepat. Sama seperti Instagram di mana kita dapat mengunggah foto/informasi menggunakan jaringan internet, sehingga foto/informasi yang ingin dibagian dapat diterima dengan cepat. Instagram merupakan media sosial di mana kita dapat mengunggah foto/video dengan caption menarik. Fitur-fitur yang ditawarkan aplikasi ini antara lain video, foto, Instagram live, IGTV, Instagram story, dan direct message. Instagram saat ini sangat diminati dari berbagai kalangan usia. Terutama dari kalangan remaja hingga dewasa awal dari usia 14-24 tahun.

Kebutuhan menggunakan instagram menuntut seseorang, utamanya remaja, untuk menunjukkan eksistensi diri dan bagaimana seseorang ingin menunjukkan citra diri dari pengguna instagram lain. Tak jarang juga ditemui orang-orang yang rela mengeluarkan uang lebih hanya untuk menaikkan harga diri di instagram. Tentunya hal ini jika terus terjadi akan menimbulkan masalah pada rasa percaya diri mereka dan sangat memungkinkan berujung pada depresi.

Pada masa remaja terdapat masa negatif yaitu masa dimana remaja bersikap anti terhadap kehidupan. Salah satu gejala yang mencirikan masa negatif pada remaja adalah rendahnya rasa percaya diri pada dirinya sendiri (lack of confidence). Menurut Peter Lauster, kepercayaan diri merupakan satu sikap atau keyakinan atas kemampuan diri sendiri sehingga dalam tindakan-tindakannya tidak terlalu cemas, merasa bebas untuk melakukan hal-hal yang sesuai keinginan dan tanggung jawab atas perbuatannya, hangat dan sopan dalam berinteraksi dengan orang lain, memiliki dorongan prestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangan diri sendiri (Lauster, 2008). Media sosial Instagram sangat berpotensi mempengaruhi kepercayaan diri kepercayaan diri dan perasaan penggunanya, terlebih pada remaja wanita terhadap penampilannya. Menghabiskan waktu dan melihat postingan-postingan orang lain akan menimbulkan rasa iri pada diri remaja. Dalam hal ini, dapat dilihat dari timbulnya rasa iri terhadap tampilan orang lain, gaya hidup, maupun kegiatan sehari-hari orang lain. Padahal, apa yang orang lain unggah ke dalam akun media sosial nya belum tentu apa yang sebenarnya terjadi.

Instagram sendiri adalah media sosial berbasis aplikasi yang terhubung melalui internet dengan fokus utama untuk berbagi foto dan video di halaman utamanya. Instagram berasal dari keseluruhan fungsi aplikasi ini. Kata "insta" berasal dari kata "instan", seperti kamera polaroid yang pada dasarnya lebih dikenal dengan sebutan "foto instan". Sedangkan untuk kata "gram" berasal dari kata "telegram" dimana cara kerja telegram sendiri adalah untuk mengirimkan informasi kepada orang lain secara cepat. Sama seperti Instagram di mana kita dapat mengunggah foto/informasi menggunakan jaringan internet, sehingga foto/informasi yang ingin dibagian dapat diterima dengan cepat.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, 54 persen anak muda di Indonesia telah menggunakan internet. Dari jumlah tersebut, sebanyak 90,61 persen memanfaatkan internet untuk media sosial dan jejaring sosial lainnya. Dari sekian banyak kategori media sosial yang ada, media sosial yang cukup banyak digunakan adalah Instagram (Indika & Jovita, 2017). Total pengguna Instagram di dunia mencapai angka 800 juta pada Januari 2018 dan 55 juta pengguna tersebut berasal dari Indonesia (Sampurno, Ciakrawinata & Jokom, 2019). Oleh karena demikian, berdasarkan latar belakang di atas, kiranya menjadi penting untuk dilakukan penelitian terkait guna mengetahui duduk perkara yang sebenarnya. Maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan penelitan dengan judul "Analisis Terkait Upaya Yang Dapat Dilakukan Untuk Mengatasi Ketergantungan Remaja Terhadap Instagram", dengan rumusan masalah yaitu bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi ketergantungan remaja terhadap instagram.

Namun sayangnya penggunaan Instagram dewasa ini juga turut berpengaruh pada kesehatan mental seseorang. Instagram adalah sebuah aplikasi di mana orang-orang dapat mengunggah foto, video, dan snap yang akan bertahan selama 24 jam. Di sana pula, kita tidak dapat memfilter orang-orang yang tidak sesuai dengan kita atau "lebih" dari kita, sehingga menimbulkan perasaan iri, insecure, dan lain sebagainya, Insecure, atau rasa tidak aman, bisa diartikan sebagai rasa takut akan sesuatu yang dipicu oleh rasa tidak puas dan tidak yakin akan kapasitas diri sendiri. Rasa insecure inilah yang pada akhirnya memicu anak untuk menciptakan 'topeng' agar sisi lain yang ingin kita sembunyikan itu tidak terlihat oleh orang lain.

Oleh karena itu, dalam mengatasi persoalan terkait kecenderungan remaja yang mengalami kecanduan terhadap media sosial Instagram, beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi ketergantungan pengguna terutama remaja terhadap penggunaan media sosial Instagram di antaranya dengan:

Kesadaran diri sendiri.

Makna kesadaran dalam konteks ini berkaitan dengan adanya niat awal seseorang dari dirinya sendiri. Membangun prinsip mengenai peran Instagram yang memang berguna dan kerugian yang akan diterima apabila kita terlalu menggantungkan segala aktivitas hingga menghabiskan banyak waktu dalam penggunaanya.  

Beralih pada sosialisasi dalam aktivitas kehidupan nyata.

Memang tidak ada salahnya berinteraksi dengan orang lain via Instagram yang kini pun telah dilengkapi fitur yang memudahkan interaksi tatap muka yaitu video call. Namun, semakin banyak waktu yang dihabiskan seseorang di Instagram, semakin sedikit pula waktu yang mereka lakukan untuk interaksi dunia nyata yang tentunya lebih diperlukan secara nyata. Sebab, dengan berinteraksi secara face to face menumbuhkan sikap manusia untuk setidaknya lebih peduli terhadap lingkungan sekitar. Termasuk didalamnya adalah urusan norma-norma, adat istiadat dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan sebagai anggota masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun