Secara singkat, kita dapat menyimpulkan bahwa Kabupaten Tulungagung bukanlah target pasar dari mereka-mereka ini yang mendirikan layanan franchise tersebut.
Seperti contoh franchise yang sudah berdiri di Kabupaten Tulungagung. Kalian bisa menilai sendiri dengan melihat berapa jumlah orang yang masuk dan membeli produk tersebut.
Franchise sebesar KFC pun menurut saya tidak terlalu laku disini, kalian bisa menemui hanya beberapa meja terisi jika kalian berkunjung disini, tidak seperti kota besar lainnya yang sampai konsumen memenuhi gerai ayam goreng tersebut.
Bisa dilihat disini, bahwasannya masyarakat masih memiliki pertimbangan mendalam tentang apa yang harus mereka konsumsi dan apa yang tidak perlu mereka konsumsi. Masyarakat lebih memilih untuk mengonsumsi ayam goreng pinggir jalan yang tentunya memiliki harga yang lebih murah dan enak!.
Tentunya, mendirikan franchise dengan harga yang cukup membuat masyarakat berpikir dua kali untuk membelinya, bukan suatu keputusan yang baik. Malah apesnya, franchise tersebut malah sepi dari pengunjung karena mahalnya harga yang tak sesuai dengan target masyarakat.
Lagi-lagi hal yang mendasari kejadian tersebut adalah keadaan ekonomi masyarakat. Walaupun mungkin membeli produk-produk yang cukup menguras kantong merupakan hal yang biasa bagi beberapa orang. Tapi, tidak menutup kemungkinan hal tersebut merupakan hal yang cukup berat dilakukan oleh sebagian orang.
Masyarakat disini cenderung mempunyai pikiran untuk lebih mendukung usaha yang didirikan oleh individu asal Kabupaten Tulungagung sendiri. Perbandingan harga yang diberikan sangatlah jauh, ayam goreng kaki lima disini dijual dengan kisaran harga Rp. 3.000,00 - Rp. 4.000,00. Sangat murah bukan?.
Hal yang mendasari masyarakat memilih untuk membeli suatu produk dari usaha usaha kecil daripada usaha besar milik sebuah perusahaan, karena perbandingan harga yang besar. Dengan pendapatan bulanan yang belum tentu diatas UMK Kabupaten Tulungagung, tentunya jajan di franchise-franchise besar merupakan suatu pemborosan.
Masyarakat Kabupaten Tulungagung sendiri lebih memikirkan kebutuhan primer dan sekunder daripada kebutuhan tersier. Menurut mereka, membeli makanan mahal dengan ada perbandingan makanan murah, merupakan suatu hal yang bijak. Toh selagi produk tersebut masih sama bisa dikategorikan sebagai makanan, kenapa harus yang mahal?.
Membeli jajanan pada franchise terkenal bukan merupakan suatu kewajiban disini. Dengan gaji yang menurut saya cukup tapi tidak berlebihan, masyarakat berpikir lebih baik uang tersebut digunakan untuk kebutuhan yang lebih penting lagi.
Dengan melihat atensi masyarakat yang tidak terlalu antusias dengan kehadiran produk-produk tertentu. Tentunya membuat pihak yang ingin mendirikan franchise di Kabupaten Tulungagung berpikir dua kali.