Mohon tunggu...
Suandri Ansah
Suandri Ansah Mohon Tunggu... Warga biasa

Ingin masuk surga jalur LPDP

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

5 Alasan Mengapa Mengirim Siswa Nakal ke Barak Militer adalah Ide Problematik

14 Mei 2025   13:37 Diperbarui: 15 Mei 2025   16:27 939
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi siswa nakal dikirim ke barak militer oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. (Sumber: Dibuat ChatGPT/Dokpri)

Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM) bikin ide guna membenahi kualitas pendidikan di wilayahnya dengan mengirim siswa-siswa nakal ke barak militer. Ide ini memang terdengar heroik dan tampak sebagai suatu terobosan yang mantap serta sangat nasionalis.

Namun, mengirim siswa nakal ke barak militer juga punya potensi masalah, terutama kalau ngomongin kecocokan metodologi pendidikan angkatan perang dengan sipil. Alih-alih sebagai ide strategis, kebijakan membina siswa di barak militer malah menjelam sebagai ide populis.

Yah, kita sama-sama tahulah bahwa Kang Dedi suka tampil di layar digital. Apalagi, baru-baru ini dia juga mendapat julukan baru dari Gubernur Kalimantan Timur Rudy Mas’ud yang menyebutnya sebagai "Gubernur Konten".

Sebagai politisi, Kang Dedi memang jempolan dalam memoles citra sebagai figur pejabat yang peduli, gercep, empati, ampuh, dan tahan banting. Gayanya plek-ketiplek sama Jokowi yang suka blusukan, menyisir lapangan, meninjau-ninjau permasalahan, dan melongok ke gorong-gorong.

Namun, KDM juga perlu ingat posisinya sebagai pejabat eksekutif yang punya kuasa strategis dalam mengeksekusi setiap kebijakan. Sebagai pemimpin daerah, KDM punya akses untuk memperbaiki sistem dari hulu ke hilir, bukannya malah potong kompas dan melemparnya ke barak militer.

Dan inilah alasan mengapa gagasan mengirim anak nakal ke barak militer adalah ide yang problematik.

1. Mencetak Pelajar "Siap Komandan!"

Disiplin militer berbeda dengan disiplin sipil. Disiplin di militer dibangun untuk kondisi kegawatdaruratan: situasi perang, ancaman bersenjata, ancaman kedaulatan wilayah.

Disiplinnya keras, strukturnya kaku, metodenya juga bukan buat anak-anak remaja yang bolos sekolah atau gemar main Mobile Legends. Selain itu, karakter disiplin militer juga menghendaki garis komando yang ketat dan tentu saja taat mutlak, tanpa tanya.

Sementara pendidikan sipil justru butuh ruang dialog, pendekatan psikologis, dan pemahaman kontekstual. Disiplin-disiplin yang subur akan ruang diskusi, dimengerti, diterapkan dengan sadar. Bukan dipaksa lewat teriak dan push-up.

Ujungnya, alih-alih mencetak karakter pelajar yang kritis dan demokratis, memasukkan siswa ke barak justru malah menghasilkan pelajar-pelajar yang hanya cakap "Siap Perintah!", "Izin Komandan!", "Mohon Periksa", "Siap Arahan, Pak!".

2. Menganggap Pelajar Nakal Sebagai Biang Kerok

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun