Mohon tunggu...
Joshua Benaya
Joshua Benaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Manusia biasa.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menolak Minoritas Ditindas

26 Mei 2023   01:24 Diperbarui: 26 Mei 2023   01:27 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Minoritas Dibela Bukan Dianiaya

Syalom, Damai Kristus bagi kita semua! Kata sapaan yang jarang terdengar di telinga mayoritas masyarakat Indonesia. Pada tanggal 8 September 2022, beredar video di media sosial berisi Walikota  dan Wakil Walikota Cilegon, Bapak Heldy Agustian dan Bapak Sanuji Pentamarta, menandatangani dukungan kontra terhadap pembangunan Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) di Cilegon. Dalam video, terlihat jelas keramaian mendukung penolakan pembangunan gereja. Tak hanya padat, teriakan "Kafir" pun juga mewarnai kejadian tersebut. Rupanya kontra terhadap pembangunan gereja di Cilegon sudah berlangsung cukup lama. Sejak tahun 1995, ada sekitar lebih dari 10 kali tindakan demonstrasi oleh masyarakat mayoritas umat Islam di Kota Cilegon untuk menuntut penutupan gereja bagi umat Kristiani. Mengingat kembali Bhineka Tunggal Ika, apakah penolakan pembangunan gereja sesuai dengan nilai toleransi di Indonesia yang beragam agama dan budaya?

Betul bahwa perizinan sempat ditolak dan sekarang perizinan pembangunan gereja diproses kembali. Yang saya ingin kritisi adalah tindakan penandatanganan petisi  untuk menolak gereja oleh Bapak Heldy dan  Bapak Sanuji yang kurang mencerminkan pemerintah yang profesional. Beberapa hari usai kejadian penandatanganan, salah satu reporter bertanya tujuan dari penandatanganan tersebut, lalu Bapak Heldy selaku Walikota Cilegon mengatakan kepada media bahwa penandatanganan bertujuan untuk menjamin kondusivitas warga. Tampaknya warga Cilegon yang beragama Kristen tidak termasuk dalam kondusivitas warga yang dimaksudkan oleh beliau. Mungkin Bapak Heldy lupa dengan kehadiran UUD 1945 Pasal 28 Ayat 1 dan 2 dan Pasal 29 Ayat 2 bahwa negara memberikan kebebasan warganya untuk beragama dan negara memiliki kewajiban untuk menjamin tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agamanya. Ironis sekali, orang yang memiliki tanggung jawab untuk menjamin warganya bisa beribadah justru membuat kehebohan dengan penolakan gereja dengan kurang etis. Saya rasa sudah menjadi tugas pemerintah setempat untuk bisa menjamin kebebasan dan kedamaian rakyat minoritas dalam konteks ini masyarakat pemeluk agama Kristen yang ingin beribadah.

Kejadian penandatanganan tidak hanya dilakukan oleh pemerintah namun diawali oleh warga Cilegon yang menolak pembangunan gereja. Sama seperti pemerintah, masyarakat sekitar juga kurang mencerminkan sikap toleransi. Padahal tercatat pada Pancasila, Sila ke-3 "Persatuan Indoensia" yang salah satu terapannya adalah menghargai perbedaan. Lalu warga Cilegon juga seharusnya sadar akan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006/ Nomor 8 Tahun 2006 karena pasal tersebut tidak hanya menjelaskan persyaratan untuk membangun tempat ibadah namun juga kondisi kerukunan umat beragama, perwujudan toleransi, sikap hormat dan menghargai hubungan sesama umat beragama yang menjadi landasan bagi warga Indonesia sebagai negara multi-budaya.

Untuk memberikan informasi yang lebih aktual dan nyata, saya berbincang dengan salah satu rekan saya yang beragama Katolik dan tumbuh besar di Cilegon. Beliau cukup aktif dalam kegiatan agama sehingga memiliki pengalaman yang relevan dengan sulitnya beribadah. Salah satu ceritanya adalah pada saat hari raya Paskah. Lokasi beribadah dapat dikatakan cukup aman karena sudah dikawal dengan beberapa security. Namun ketika sedang beribadah, organisasi masyarakat yang ada di sana justru memberhentikan ibadah dan menyampaikan keberatan dengan cara meminta sejumlah uang. Penggunaan kata "gereja" di Cilegon diganti menjadi "paroki" agar orang sekitar tidak curiga. Tak hanya dari sisi kerohanian, sisi pendidikan pun juga dipersulit. Selayaknya sekolah negeri, pemerintah memiliki kewajiban untuk memberikan pelajaran agama sesuai dengan agama para murid. Sangat disayangkan, ketika narasumber masih bersekolah beliau tidak mendapatkan pendidikan agama dan perlu mencari tempat di luar sekolah agar bisa mengikuti pelajaran agama. Jarak sekolah dengan tempat belajar agama mencapai 7 kilometer yang harus ditempuh selama jam pelajaran. Lebih mirisnya lagi, guru tidak selalu memberi izin kepada murid untuk keluar belajar pelajaran agama.

Sebagai kaum terpelajar, saya sadar bahwa di Indonesia masih ada perbedaan perlakuan terhadap minoritas. Salah satunya melalui kasus penolakan pembangunan gereja yang kurang profesional oleh Walikota Cilegon. Ini merupakan kesempatan bagi kita bukan untuk membenci satu sama lain, tetapi untuk saling mengingatkan pada sesama bahwa minoritas memiliki hak yang sama seperti mayoritas dari segi agama, etnis, suku dan ras. UUD 1945 Pasal 27 ayat 1 secara tegas telah memberikan jaminan bahwa "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya".  Sebagai bentuk refleksi, apakah sesulit itu untuk bisa menerima perbedaan dan bersikap toleransi? Jika toleransi sulit diwujudkan, Indonesia yang beragam budaya, etnis, ras dan agama tidak ada artinya lagi.

Sumber

Riansyah, A., Mulyani, M., Muhamad Faisal, A. G., Akbar, S. F., & Hulailah, S. (2021). Faktor Penolakan Pembangunan Gereja Oleh Masyarakat di Kota Cilegon. ijd-demos, 3, 43-52.

Putri, N. S. (2011). Pelaksanaan kebebasan beragama di Indonesia (external freedom) dihubungkan ijin pembangunan rumah ibadah. Jurnal Dinamika Hukum, 11(2), 230-242.

Risdianto, D. (2017). Perlindungan Terhadap Kelompok Minoritas Di Indonesia Dalam Mewujudkan Keadilan Dan Persamaan Di Hadapan Hukum. Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional, 6(1), 125-142.

https://www.youtube.com/watch?v=Aq8MnwKnQpY

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun