Festival kebudayaan tradisional merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam rangka melestarikan kebudayaan bangsa. Hal itulah yang akan menjadi kegiatan rutin yang dilakukan pemerintah Indonesia. Khususnya tahun ini, Pekan Kebudayaan Nasional diadakan secara virtual. Diumumkan secara resmi di situs resmi kemendikbud, acara ini diselengarakan tanggal 31 Oktober-30 November 2020, sebelumnya diadakan perdana tahun lalu.
Pelestarian kebudayaan tradisional sudah harus menjadi perhatian bersama. Di tengah arus globalisasi yang sangat menghanyutkan, ada baikya untuk tetap merangkul dan melestarikan kebudayaan tradisional. Jika tidak arus deras yang saat ini dirasakan akan membawa bahaya dan akan menghanyutkan budaya lokal yang tak dapat dirasakan ataupun dinikmati di masa depan.
Seberapa bahaya sebenarnya pengar dari globalisasi ?
Globalisasi sudah banyak merubah tatanan kehidupan manusia. Manusia yang tadinya terkenal dengan kesosialannya sebagai makhluk sosial bergeser menjadi semi individualis, tergantung wilayah tempat tinggalnya. Di kota-kota besar dengan pertumbuhan ekonominya sangat tinggi, akan jelas terlihat kecenderungan ini. Yang semula ini adalah gaya hidup masyarakat Eropa atau Amerika, mulai menjalar ke ranah Asia yang sebenarnya sangat erat dengan suasana kekeluargaannya.
Percampuran budaya dan interaksi yang semakin luas antar induvidu yang semakin mudah pula dijangkau, merupakan satu dari banyak hal yang ditawarkan globalisasi. Tanpa melupakan banyaknya manfaat yang ditawarkan globalisasi, namun sebagai bagian dari masyarakat yang akan terus tumbuh dan berkembang, ada baiknya kita membahas dampak negatif dari globalisasi.
Khususnya bagi negara-negara dengan masyarakat yang  tak dapat bertahan dari arus deras globalisasi, percampuran yang ekstrim bahkan lebih ke arah tergusurnya budaya asli yang ada. Tentunya menjadi korban kekalahan sangat tidak menyenangkan, namun segala sesuatu tak ada yang terlambat.
Sebagai contoh di Indonesia. Saat ini konten yang lebih diminati adalah hal-hal yang berbau asing. Mulai dari makanan, perfilman, tarian, bahasa, tayangan televisi, dan beberapa bidang lain sudah jarang terlihat budaya Indonesia. Walaupun itu hanya di perkotaan sedangkan mungkin di wilayah pedesaan dan pesisir masih cukup kental dengan kearifan lokalnya.
Tapi jika melihat apa yang sehari-hari terlintas, rasanya tak mengenakan hati. Jika terpikir mungkin saat ini budaya Indonesia sendiri masih cukup eksis karena masih ada satu atau dua generasi di atas generasi melenial saat ini. Pertanyaannya, apakah generasi milenial nantinya akan mengerti dan tau apa yang akan diajarkan tentang kekayaan yang dimiliki Indonesia ?
Di hari depan mungkin saja Indonesia secara fisik tak akan hilang, namun jika kita terlena, identitas dan kepribadian Indonesia itu sendiri bisa tak akan terlihat dan dikenal lagi.
Sebagai refleksi, mungkin hanya batik yang masih eksis di setiap kalangan masyarakat. Walaupun untuk acara resmi masyarakat sudah mengenal setelan jas dan gaun, tapi setelan batik dan kebaya juga masih bisa bersaing.
Bergeser sedikit ke makanan, di kota-kota besar dapat dilihat masakan tradisional sudah kalah saing dengan masakan asing. Walaupun masih populer untuk menjadi masakan rumahan dan warung makan sederhana, tapi lihat saja begitu banyaknya restoran yang menawarkan menu bahkan tema masakan asing.