Mohon tunggu...
Jose
Jose Mohon Tunggu... Guru - Saya Hose merupakan seorang guru. Saya memiliki pengalaman mengajar masih sangat mudah, kurang lebih empat tahun. Dan saya memiliki kesempatan menulis kolaborasi serta memiliki karya pribadi.

Saya Hose merupakan seorang guru. Saya memiliki pengalaman mengajar masih sangat mudah, kurang lebih empat tahun. Dan saya memiliki kesempatan menulis kolaborasi serta memiliki karya pribadi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Berpikir Strategi (Strategic Thinking)

9 Februari 2024   14:18 Diperbarui: 9 Februari 2024   14:27 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Strategic Thinking: Something Get Connecting, Get Manage. 

Siapa sih masih asing mendengar kata “Strategic Thinking”? Semoga saja, kamu saat ini pernah mendengar!

Jika kita ingin belajar strategic thinking, apa yang akan kita miliki? Seberapa penting sih strategic thinking dalam hidupmu? Bila Anda sebagai pembuat projek, sebagai guru, atau apa pun profesi yang kamu emban saat ini, atau sedang berjuang untuk meraihnya; apakah disetiap lini works, membutuhkan strategic thinking?  

Coba bayangkan strategic thinking seperti para militer yang sedang berada di medan perang. Kebayang nggak sih, keadaan mereka di medan perang. Tentu, kita sebagai awam rasa khwatir terhadap keadaan mereka. Eissssst….tunggu dulu, Anda harus tahu, apa kepentingan mereka di medan perang? Apa yang harus mereka miliki untuk menghadapi situasi di medan perang?

Victory, kemenangan adalah jawaban. Akan tetapi, apakah kemenangan hanya sebatas pada pikiran? Atau membutuhkan action?

Sebuah proses belajar yang lama (long life), untuk membentuk jiwa yang pemenang bukanlah suatu hal yang datang kebetulan, plak terjadi begitu saja. Effort, kerja keras merupakan hal esesial.

Ingat, ada suatu hal yang membantu mereka tetap konsisten untuk meraih “jiwa pemenang”, yaitu evaluasi diri. Mereka mencoba melihat hal-hal yang dirasakan, dialami sebagai sesuatu hal yang menghambat terhadap tumbuh kembangnya mereka dalam mewujukan pribadi mereka sebagai Pemenang. Evaluasi yang dilakukan bukan sekadar evaluasi. Evaluasi termaktub niat, tekad, untuk benar-benar melakukan direct action, sehingga evaluasi tidak hanya sebatas opini, tetapi perilaku yang berdampak terhadap diri sendiri.

Coba kita bayangkan sejenak,

Siapa yang akan memberi sesuatu yang berharga dalam hidupmu, bila dirimu santai-santai saja, alias berada di zona nyaman? Ingatlah! Suatu hal yang perlu kamu mengert; “Hanya dirimulah yang mampu memberikan suatu hal yang dapat kamu rasakan bahwa dirimu itu berharga”. Ia memberikan support system, well being dalam dirimu, ketika kamu menemukan masalah dalam hidup.

Support system itu adalah cara kamu menhadirkan, menyelaraskan tentang apa yang kamu alami saat ini, serta kamu membuat connecting secara all out and holistic awareness tetang perasaanmu saat ini, sikapmu, pikiranmu. Hal yang harus diapresiasi adalah Anda tidak berhenti berpikir, tidak mudah menyerah dengan keadaan; lebih dalam lagi Anda memandang dirimu: “kamu sedang berjuang mati-matian untuk mencari cara agar kamu bisa berdamai dengan masalah yang kamu hadapi”.

Masalah yang kamu hadapi bukan memberikan “suatu masalah” (dibentuk dari cara berpikir masing-masing personal) yang sedang kamu hadapi, tetapi ia yang kamu alami adalah cara ia mengajarimu agar kamu belajar menemukan cara berpikir strategi. .

Berpikir strategik bukan suatu hal yang mudah. Ia membutuhkan latihan terus-menerus. Dan bahkan hal yang esensial sebelum kamu melakukan proses berpikir lebih dalam adalah kamu harus memiliki kepedulian tentang dirimu, masalah yang kamu hadapi, bahkan kamu sedang merencanakan untuk memenangkan sesuatu dalam perencanaan hidupmu.

Nah, bangunlah awareness dalam dirimu agar kamu bisa menjadi dirmu untuk dirimu yang sedang berjuang untuk menjadi pemenang dari sekian banyak populasi manusia di dunia ini.

“Hanya dirimu yang mampu menjadi Pemenang”, sebab menjadi pemenang adalah cara kamu memanfaatkan segala potensi yang kamu miliki, kamu mengeluarkan semuanya, dan kamu rasakan, effort yang kamu lakukan tidak sia-sia itu, karena kamu telah memberi dirimu semakin memiliki potensi sebagai problem slover

Selain kita menyadari menjadi problem slover, seharusnya menyadari bahwa apa yang kita lakukan adalah cara kita menerapkan strategic thinking. Kita sedang menata diri untuk melihat dua hal, zoom in and zoom out.

Zoom in adalah cara kita melihat potensi dalam diri kita, termasuk bagaimana kita mampu memecahkan masalah yang didukung oleh ilmu pengetahuan yang kita miliki, pengalaman menghadapi situasi yang berbeda, bagaimana kita menempatkan perasaan kita, bahkan bagaimana kita berpikir tentang orang lain: apakah kita memiliki porsi lebih banyak untuk berpikir tentang keburukan orang lain atau kebaikan orang lain. It's come from your detemined and decission. 

Zoom out adalah cara kita melihat cakrawala dunia yang penuh dengan tawaran mengiurkan, persoalan personal, persoalan yang sedang di hadapi oleh orang lain, dan seterusnya.  

Nah, dari dua hal itu, kita perlu melihat diri kita: apakah saya seorang complainer atau problem solver?

Bila kita memilih untuk belajar menjadi problem solver, sebenarnya kita sedang menata pikiran kita, Aku ingin menjadi pemang. Didalam proses berpikir kita sungguh-sungguh berpikir, mengevaluasi agar kita tidak hanya berpikir pada tingkat eksekusi saja. Dan cara berpikir seperti ini, kita bisa tergantikan oleh mesin.

Cara berpikir yang dimaksudkan adalah cara berpikir saat ini, dan jangka panjang, ada pertimbangan terhadap suatu hal yang akan terjadi, atau sesuatu yang akan kita terima. Berpikir adalah media membantu kita untuk memitigasi diri kita dalam mengahadapi resiko.

Apakah kita mau untu berpikir jangka panjang? Termasuk kita harus menyadari bahwa apa saja yang menghambat proses berpikir dalam dirimu? Ata suatu hal yang sedang kamu lakukan memiliki hambatan dari dirimu sendiri?

Kita melakukan sesuatu memiliki jejak, termasuk kita mengakui bahwa “saya bisa memecahkan masalah tersebut, karena saya menemukan cara”. Nah, apa yang Anda alami adalah “hasil dari proses berpikir terus-menerus”. Dalam berpikir tentu ada konten yang harus menjadi perhatian si pemikir. Tujuan agar kegiatan berpikirnya tertujuan pada sebuah konten, misalnya memecahkan masalah atau merencanakan sebuah project planning agar dapat terealisasi dengan baik. Hasil dari proses berpikir yang Anda rasakan adalah cara Anda memfasilitasi potensi dalam diri dengan keadaan sekitar sehingga terbentuklah “something get connecting and get manage”. 

Dalam prosesnya, kita harus menyadari hal apa saja yang perlu dikontrol oleh kita, agar tidak terjebak dalam blind of mind. Nah, apa yang harus kita lakukan untuk menghindari hal tersebut?

Pertama, kita belajar dari diri sendiri. Belajar dari diri sendiri dapat dilakukan melalui tindakan “evaluasi diri” termasuk kemampuan atau kelemahan yang belum tercapai dalam proses berpikir. Dan kita memiliki tekad untuk memperbaiki. Apa yang kita lakukan inilah yang kita sebut dengan “self-competence”.  

Kita belajar memahami respon dari orang sekitar. Bila Anda sebagai guru, belajar dari respon siswa ketika Anda mengajar. “Hari ini tidak semua siswa memahami materi yang disajikan”; Anda sebagai guru tidak hanya mengalami proses itu, tetapi tindak lanjut yang dilakukan adalah bagaimana Anda memecahkan masalah yang dihadapi? Evaluasi adalah cara yang baik untuk membuka cakrawala berpikir lebih luas.

Kedua, kita dapat melakukan peer sharing/sharing antar kolega. Sebuah permasalahan yang dihadapi oleh seseorang memiliki batas ruang dan waktu. Nah, kita sebagai persona tentunya perlu bijak untuk menempatkan masalah tersebut dalam skala privasi atau ranah publik. Kita tentukan kepada siapa saja, permasalahan tersebut layak diceritakan.

Kita bersikap positif bahwa kita sudah mampu menempatkan hal tersebut. Yang terbantu ketika kita melakukan komunikasi dengan kolega maka kita akan mendapat new insight, pemahaman baru. Dari proses itu, kita belajar memahami bagaimana kolega kita membentuk proses berpikrinya? Atau lebih dari sekadar hal itu.

Dampaknya adalah kita terdorong (desire) untuk melakukan aksi perubahan. Perubahan bukanlah suatu konstelasi smart thinking, tetapi sebuah segmentasi dari apa yang Anda pikirkan dan lakukan. Integrasi dari kedua hal tersebut adalah Anda dapat membangun citra diri (self-branding): Aku bisa melakukan ini, karena aku menyadari bahwa diriku ini bersahabat denganku, sehingga ia memberikan stimulus positif yang membuatku dapat berpikir lebih jauh dari pada sekadar aku memikirkan tentang masalah semata. 

Ingat! Dalam proses berpikir tentu kita akan mengalami kecemasan terhadap suatu hal: bisa saja suatu hal yang sedang terjadi atau yang akan terjadi. hal tersebut menghantui pikiran kita.

It’s ok! Dan kecemasan yang dihadapi merupakan suatu hal yang penting untuk mendorongmu untuk tetap bergerak, termasuk kau diajak untuk tidak berhenti berpikir untuk mendapatkan hal esensial dalam hidpmu.

Dan kita tidak menciptakan zona nyaman, sebab setiap orang memiliki ruang mandiri atau ruang kendali, untuk membantunya “berhenti sejenak” agar tidak kebablasan, tidak terkontrol dengan siatuasi yang mematikan kreativitas berpikir.  

Dalam ruang kolaborasi bersama kolega, tentu kita peru mengantisipasi lebih awal bahwa teman yang kita ajak bicara memiliki itensi yang sama; paling tidak memiliki minat yang sama. Nah, kita tidak menegasi orang diluar itu, kita tidak dapat berkolaborasi, bukan demikian.

Apa yang kita lakukan adalah cara kita mengantisipasi untuk menciptakan ruang kolaborasi lebih efektif, mudah dipahami, bahkan kita lebih cepat mendapatkan insight. Misalnya, ketika seorang guru menceritakan permasalahan siswanya di kelas terhadap salesmen, tentu kurang mencair diskusinya. Hal yang dihadapi adalah minatnya tidak sama, pengalaman terhadap siswa tidak dimiliki oleh salesman, konstelasi berpikir diperlambat, karena belum dilatih proses berpikir untuk menyadari bahwa dirinya memiliki pengetahuan awal yang (tacit knowledge). 

Kita perlu menyadari bahwa dalam kolaborasi dengan kolega, kita perlua mengasah peluang untuk melihat bahwa setiap kita memiliki ego. “Bila seseorang memiliki ego, apa sih keuntungan bagiku?”. Cara ini adalah suatu bentuk mitigasi bahwa ada hal-hal yang akan terjadi didalam kolaborasi sekalipun kita berkoloborasi dengan teman yang memiliki minat yang sama.

Kita harus menyadari bahwa “apakah kita adalah tipe orang complainer?”; ketika kita mengalami pristiwa itu. Atau kita pada saat itu, langsung mengambil keputusan bahwa “oh ya, kamu ternyata speerti itu”, sikap menjustifikasi kolega. Apakah ini memberikan daya untuk memacu proses berpikirmu? Tidak!

Be complainer, adalah sebuah kebiasaan yang semua orang miliki. Tapi, ingat; hal itu ada batasannya. Jika terlarut dalam complainer, maka secara tidak sadar kita sedang membentuk personal brand yang dapat menurunkan trust, kepercayaan. Jangan sampai diri sendiri menjadi korban dari sifat tersebut. Dalam menyadari hal tersebut, kita harus membangun kembali trust dalam diri kita; misalnya kita mengevaluasi diri: mengapa saya nggak bisa beradaptasi dengan proses berpikir kolegaku? Apakah aku mau menjadi problem slover? 

Masalah apa pun yang kita hadapi perlu melihatnya secara menyeluruh, dan bukan sekadar menemukan cara mengeksekusi. Misalnya ketika guru menjumpai siswanya sering tidur di kelas. Dan hal yang ia lakukan adalah mencari informasi dari google tentang cara mengatasi siswanya tersebut. Ingat! Apa yang dilakukan oleh guru tersebut, bila dinilai dari tindakannya baik, namun, proses berpikir untuk menemukan gagasan untuk memecahkan masalah yang dihadapi muridnya tidak di asah dengan baik. Apa yang akan terjadi? Dirinya sedang menciptkan low thinking, berpikir rendah; tidak ada usaha proses berpikir lebih dalam, bukan sekadar cari informasi di mesin google.

Ya, berpikir adalah cara kita untuk semakin menemukan potensi dalam diri. “segala sesuatu tidak mungkin selalu cocok”, kita butuh effort untuk sampai pada sesuatu yang “klik”, yang membuat kita merasakan: “Oh ya, ini yang saya inginkan”.  Dan kita terus berusaha mencari “suatu hal” untuk mencocokan dengan “what you feels”.

Dan alhasil yang kamu lakukan adalah kamu sedang berjuang untuk menjadi Pemenang. Menjadi pemenang adalah cara kita untuk mengorganisir diri kita, termasuk kita memanfaatkan strategic thingking untuk memecahkan masalah yang kita hadapi.  Dan hal itu bisa terjadi didalam diri seseorang bila didukung oleh critical thingking, problem sloving untuk mengatakan pada diri kita: “AKU INGIN MELAKUKAN PERUBAHAN”. 

Suatu hal yang telah kita lakukan adalah kita sedang membangun TRUST di dalam diri kita. Aku percaya bahwa aku dapat beradaptasi dengan masalah secara positif, bukan sebaliknya. Nah, trust itu dirawat, dengan sikap-sikap positif, agar ia tidak terjebak didalam pribadi yang memiliki ego tinggi.

Jika kita memiliki ego, makan berlatihlah untuk melepaskan ego. Caranya adalah bangunlaj sikap empati.

Nah, dari hal itu, kita harus berjuang untuk menjadi Pemenang dalam memitigasi resiko yang akan kita hadapi di kemudian sehari-hari, seperti seorang guru yang senantiasa selalu berjumpa dengan keunikan siswanya di kelas dan ia harus berani untuk memitigasi dirinya agar tetap eksis menjadi guru yang terus belajar tanpa batas.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun